Ngopi Neng Warung

Nafsu Berkuasa Tak Mengenal Agama

DALAM kesunyian malam tiba-tiba saya teringat kisah berputar yang terjadi di masa setelah Nabi SAW. Saya teringat Abdullah bin Zubair yang melalukan pemberontakan terhadap pemerintahan Dinasti Umayyah.


Setelah dikepung selama 17 hari, dan diberondong dengan bola api memakai manjanik, ia tertangkap dan dibunuh. Lehernya ditebas oleh Hajjaj bin Yusuf; kepalanya dihadiahkan kepada Khalifah Abdul Malik di Damaskus. Asma' binti Abubakar yang menyaksikan tubuh anaknya disalib berkata, "Mahasuci Allah, sudah mati pun dia mau di atas."
Di usia 36 tahun, Abdullah bin Zubair bersama bibinya (Aisyah binti Abubakar), Zubair bin Awwam (ayahnya), serta Thalhah bin Ubaidillah (sepupu Asma') memerangi Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal. Mereka menawan Gubernur Usman bin Hunaif dan mencabuti seluruh rambutnya, karena menolak memerangi Ali bin Abi Thalib.
Kisah ini tentu berputar, saya tak ingin mengatakan Ibnu Zubair kuwalat karena pernah memerangi Imam Ali, tapi karena kisah mayat tanpa kepala yang dibawa dari Makkah ke Madinah oleh Asma' itu adalah korban dari politik saling mengklaim kekuasaan. Bagaimana mungkin kekuasaan diperoleh dari mengklaim dan mendapatkan baiat itu lebih baik daripada mengkampanyekan program dan mendapatkan restu rakyat? Ibnu al-Zubair mengklaim kekuasaan atas wilayah-wilayah Iraq, Selatan Arabia dan bagian terbesar Syam, serta sebagian Mesir. Itu dilakukan setelah Imam Husain syahid di Karbala.
Tentu syahidnya Imam Husain adalah pembeda, karena missinya bukan untuk kekuasaan, tetapi menegakkan kehancuran agama yang terjadi si masa Muawiyah, masa dimanana mimbar-mimbar diwajibkan melaknat Imam Ali. Jika tidak, maka yang menolaknya akan dibunuh dengan cara keji, seperti Hujr Ibn Adi bersama puteranya Humam Ibn Hujr dan 7 orang sahabatnya dibunuh. Abdurrahman Ibn Hassan, salah seorang sahabat Hujr Ibn Adi, tidak dibunuh di tempat. Ia dikirimkan kembali dengan sebuah surat perintah bahwa ia harus dibunuh dengan cara yang paling mengerikan: Ibnu Ziyad menguburkannya hidup-hidup.

Sekarang Anda mengerti kisah berputar itu: bahwa nafsu berkuasa tak pernah mengenal agama.

No comments:

Post a Comment