Ngopi Neng Warung

FILOSOFI “KECEBONG” DAN “KAMPRET”

FILOSOFI “KECEBONG” DAN “KAMPRET”
(Menarik dibaca sampai habis)

A. KECEBONG

Kodok atau Katak adalah hewan amfibia yang beragam warna, corak dan jenisnya. Ada yang beracun, adapula yang dapat dikonsumsi manusia. Tapi kita lupakan anatominya, karena yang jauh lebih menarik justru filsosofi dari kodok dan anak kodok yang disebut Kecebong atau Berudu yang dilahirkan setelah menjadi telur, kemudian berubah menjadi larva yang mandiri mencari makan tanpa “bergantung” pada induknya.

Bila dikonversikan dengan (maaf) keluarga Jokowi, maka bisa diandaikan bahwa Jokowi itu bak Kodok Kampung, tapi memiliki kecerdasan, kelincahan, keberanian dan taji yang di atas rata-rata kodok jenis lainnya, karena Jokowi seperti kodok yang senang melompat kesana kemari. Dari Walikota Solo kemudian menjadi Gubernur DKI, dan sekarang menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Hari ini sidang kabinet, esok ke Amerika, lusa ke Papua, berikutnya ke Kalimantan, meresmikan pabrik ini itu, Jalan Tol, Sejuta Rumah, Bendungan dan begitu seterusnya tanpa henti, bahkan saat sakitpun Jokowi terus berfikir membangun negeri yang terlalu lama tertinggal bangsa lainnya. Seperti sifat kodok yang amfibia, maka Jokowipun demikian, bukan hanya membangun di darat, namun akan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim terdepan di dunia.

Lalu Kecebong adalah anak katak yang berproses pada siklus kehidupan amfibia pada tahap pradewasa yang tergambar pada ketiga sosok putra putri Jokowi yang tidak mau mendompleng ketenaran, apalagi kedudukan (maaf) sang kodok yang menjabat sebagai presiden. Mereka membuka usaha sendiri dari bawah dengan modal kecil yang dimilikinya.

Mereka tidak ingin menjadi pengurus partai, tidak minta proyek dari pemerintah, tidak pula minta dikawal, atau fasilitas khusus selayaknya anak orang nomor satu di suatu negara. Bahkan sebaliknya secara diam-diam membuka Kursus Bahasa Inggris “gratis” bagi masyarakat kurang mampu di beberapa lokasi di sekitar Solo.

Iwan Fals menyebutnya sebagai keluarga yang “Heh”. Entah apa makna heh yang dimaksud Iwan Fals. Tapi sangat mungkin untuk menggambarkan betapa “genuine”nya keluarga Jokowi. Itu tergambar pada kesehariannya yang sering menjadi bahan pembicaraan masyarakat, terlebih ketika muncul istilah Kecebong gara-gara Twit Kaesang yang berbunyi: Maaf bukan tidak sopan, kalau cari kecebong jangan disitu Pak. Saat menanggapi foto ayahnya di Papua.

Si Bontot Kaesang Pangarep memang dikenal lucu, alay dan absurd. Lewat blog-nya “Diary Anak Kampung” ia menggambarkan keluarganya dengan cara jenaka. Pada suatu ketika, Kaesang menanggapi anjuran temannya untuk lakukan “pendekatan” kepada putri dari Menteri Perikanan dan Kelauatan, Susi Pudjiastuti (Nadine Kaiser). Lucunya, ia menjawab : “Ga berani, dia anaknya menteri”. Nampaknya Kaesang lupa jika ia anak presiden.

Begitupun si sulung Gibran Rakabuming Raka. Masih ingat kasus Muhammad Arsyad yang ditahan karena menghina Jokowi, kemudian muncul tagar #savetukangsate yang menggema di Twitter. Gibran membalasnya dengan #savetukangkatering. Lalu ngunggah foto karyawannya dengan sematan plesetan KIH (Katering Indonesia Hebat). Karena memang Gibran membuka usaha katering dan WO dengan nama ChiliPari, selain Martabak Markobar.

Sedangkan anak kedua Kahiyang Ayu memiliki gaya tersendiri. Ia pernah curhat di Twitter ketika gagal di CPNS Surakarta: Jika lolos CPNS disebut KKN, bila gagal disebut bodoh. Lalu di akhir Oktober 2015 Iriana kehilangan cincin. Di Twitter, satu user menemukan cincin itu, lalu mention ke Twitter Iriana tidak dibalas, tapi saat menyebut ke akun Kahiyang Ayu mendapat respon. @pashapage iya, mas cara menghubungi mas gimana ya? makasih, balas Kahiyang.

Selain keluarga Jokowi, rasanya hanya tergambar pada keluarga Habibie dalam versi yang berbeda. Sayang sebegitu sederhananya, tetap saja dinilai negatif, bahkan dianggapnya sekedar pencitraan. Seperti halnya Jokowi yang kerap mendapat serangan negatif dari lawan politik dan pendengkinya, maka ketiga putranyapun mengalaminya. Uniqnya selalu dijawabnya dengan canda, namun dilain sisi mereka buktikan dengan karya dan kerja.. kerja..kerja..

B. KAMPRET

Kampret itu sejenis kelelawar kecil pemakan serangga yang hidungnya berlipat. Dengan nama ilmiah “Microchiroptera” atau “Echolocatin Bats”, digolongkan sebagai hewan yang menggunakan suara (echo) untuk bergerak dan mencari makan di malam hari, serta menggunakan sistem navigasi biosonar. Untuk mengenali lingkungannya menggunakan pantulan suara sejenis gelombang ultrasonik yang ia keluarkan dan dipantulkan benda sekitarnya.

Lalu apa kaitannya dengan koruptor, politisi busuk dan para pengikutnya yang gagal paham itu? Bila kelelawar suka mencuri buah-buahan milik masyarakat, maka dapat diandaikan sebagai politisi yang nyolong uang rakyat. Tapi ternyata kampret ini makannya serangga. Ya rasanya sama saja bila dikonversikan dengan politisi busuk yang suka menindas yang lebih lemah, serta saling sikut diantara temannya sendiri guna pemenuhan hajat politiknya.

Sebab di dalam politik tidak ada yang abadi. Yang abadi hanya kepentingan. Sekarang mereka berteman, esok lusa teman yang dimakannya. Lalu mengapa malam hari? Karena koruptor biasa  diam-diam bermain dikegelapan agar tidak terendus KPK. Siangnya si kampret tidur, seperti saat sidang paripurna. Di tanah priangan, Kampret itu istilah buat pakaian Jawara. Nah kalau ini bisa difilosofikan untuk sang jago silat pemberantas koruptor, yakni KPK.

Kampret memang mirip politisi busuk yang menggunakan suara (echo) untuk bergerak. Bayangkan saja sumbangsih mereka buat bangsa ini amatlah kecil, bahkan mungkin tidak ada, tapi bila sudah bersuara sangatlah lantang seolah paling peduli rakyat. Sedikit sedikit bicara untuk rakyat, bahkan hingga mengeluarkan dalil-dalil agama. Namun kemudian suara brisiknya dibungkam KPK. Begitu pula para barisan yang gagal paham yang senang berteriak nyaring tanpa makna, seolah paling suci, padahal gak ada karya nyatanya selain bikin Alumni2an 🤣#KhEnha / #KhEndas

No comments:

Post a Comment