Ngopi Neng Warung

Ulama Aceh Minta Jokowi Bersabar

🇲🇨Ulama Aceh Minta Jokowi Tetap Sabar Menghadapi Fitnah Yang Keji


Para ulama Aceh meminta Presiden Jokowi untuk tetap bersabar dalam menghadapi fitnah keji yang dialamatkan kepadanya di tahun Politik ini.

“Diam dan bersabar terhadap orang yang jahil adalah jawaban yang tepat,” kata Waled Nuruzzahri Samalanga pada pertemuan Presiden Jokowi dengan Ulama Aceh, Jumat (1412/2018) di Banda Aceh.

Keunikan Muslim NUsantara

*Keunikan Muslim NUsantara*

Modeling merupakan sebuah istilah khusus yg sepertinya hanya di miliki oleh komunitas pesantren atau Muslim di Nusantara ini. Modeling sendiri merupakan bagian penting dalam pembentukan tradisi intelektual kaum Sunni. Modeling dalam ajaran Islam bisa di identikan sebagai uswatun hasanah, yakni contoh ideal yg selayaknya di jadikan panutan oleh sebuah komunitas tertentu.
Modeling dalam dunia pesantren sendiri agaknya lebih di kenal dg sebutan "tasyabuh",  sebuah ajaran penting yg populer sbb :
 وتشبهوا ان لم تكونوا مثلهم، ان
 التشبه بالرجال فلاح
 "serupakan dirimu jika kamu tidak bisa seperti mereka, sesungguhnya proses identifikasi penyerupaan dg para tokoh adalah sebuah kemenangan".

Modeling sendiri dalam dunia pesantren hanya di fokuskan pada person2 tertentu, yakni Nabi dan Walisongo . Tak di ragukan lagi bhwa keduanya merupakan contoh ideal dan keduanya merupakan kiblat muslim Nusantara.

Bagi kaum pesantren/muslim Nusantara, minimal ada dua model yg harus di jadikan panutan, yakni Muhammad Saw yg di anggap sebagai model universal yg harus di ikuti oleh muslim seluruh dunia termasuk muslim Nusantara itu sendiri, dan juga Walisongo yg dianggap sebagai model domestik.

Dengan kekayaan dua model ini, kaum pesantren atau Ummat Islam Nusantara membedakan dirinya dg muslim modernis indonesia, sekaligus menampilkan partikularitas serta unikum tersendiri di banding Ummat Islam di belahan dunia lainnya.
Dan itulah hebat dan uniknya Islam NUsantara yg tidak akan pernah di miliki oleh ummat Islam lainnya.

A'wan PRINU KSB

Proyek Strategis Nasional Yang Selesai dibangun

Berikut rincian 68 PSN yang rampung dan beroperasi di 2019 dengan nilai Rp 260,46 triliun.

Selesai di 2016:
1. Jalan Tol Gempol-Pandaan, Jatim 14km (Rp 1,47 triliun)
2. Bandara Sentani, Jayapura, Papua (Rp 1,47 triliun)
3. Bandara Juwata, Tarakan, Kaltara (Rp 1,39 triliun)
4. Bandara Fatmawati Soekarno, Bengkulu (Rp 1,67 triliun)
5. Bandara Mutiara, Palu (Rp 1,39 triliun)
6. Bandara Matahora, Wakatobi, Sultra (Rp 662 miliar)
7. Bandara Labuan Bajo, Pulau Komodo, NTT (Rp 662 miliar)
8. Pengembangan Bandara Soekarno Hatta (Termasuk Terminal 3), Banten
(Rp 4,7 triliun)
9. Pelabuhan Kalibaru, DKI Jakarta (Rp 12,0 triliun)
10. Pipa Gas Belawan-Sei Mengkei kapasitas 75 mmscfd, Sumut (Rp 1,21 triliun)
11. PLBN & SP Entikong, Kab. Sanggau, Kalbar (Rp 152 miliar)
12. PLBN & SP Mota'ain, Kab. Belu, NTT (Rp 82 miliar)
13. PLBN & SP Motamassin, Kab. Malaka, NTT (Rp 128 miliar)
14. PLBN & SP Skouw, Kota Jayapura, Papua (Rp 166 miliar)
15. Bendungan Paya Seunara, Kota Sabang, NAD (Rp 57 miliar)
16. Bendungan Rajui, Kab. Pidie, NAD (Rp 138 miliar)
17. Bendungan Jatigede, Kota Sumedang, Jabar (Rp 4,82 triliun)
18. Bendungan Bajulmati, Banyuwangi, Jatim (Rp 454 miliar)
19. Bendungan Nipah, Madura, Jatim (Rp 213 miliar)
20. Bendungan Titab, Kab. Buleleng, Bali (Rp 496 miliar)



Selesai di 2017:
1. Jalan Tol Soreang-Pasirkoja, Jabar 11km (Rp 1,51 triliun)
2. Jalan Tol Mojokerto-Surabaya, Jatim 36,3km (Rp 4,98 triliun)
3. Jalan Akses Tanjung Priok, DKI Jakarta 16,7km (Rp 6,27 triliun)
4. Bandara Raden Inten II, Lampung (Rp 1,47 triliun)
5. Pengembangan Lapangan Jangkrik dan Jangkrik
North East Wilayah Kerja Muara Bakau, Kaltim (Rp 45,5 triliun)
6. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Nanga Badau, Kab Kapuas Hulu, Kalbar (Rp 154 miliar)
7. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Aruk, Kab Sambas, Kalbar (Rp 131 miliar)
8. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Wini, Kab Timor Tengah Utara, NTT
(Rp 130 miliar)
9. Bendungan Teritip, Kaltim (Rp 262 miliar)
10. Pembangunan Saluran Suplesi Daerah Irigasi Umpu Sistem (Way Besai), Lampung (Rp 1,078 triliun)

Selesai 2018
1. Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (21,04km) Rp 7,20 triliun
2. Jalan Tol Bogor Ring Road (11km) Rp 983 miliar
3. Kereta Api Prabumulih-Kertapati (bagian dari Jaringan Kereta Api Trans Sumatera) Rp 1,13 triliun
4. Kereta Api Tebing Tinggi-Kuala Tanjung (mendukung KEK Sei Mangkei, bagian dari Jaringan Kereta Api Trans Sumatera) Rp 750 miliar
5. Bandara Sultan Babullah, Ternate Rp 1,35 triliun
6. Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya Rp 323 miliar
7. Pengembangan Pelabuhan Kupang Rp 223 miliar
8. Pembangunan Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Jambo Aye Kanan Rp 240 miliar
9. Pembangunan Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Leuwigoong Kabupaten Garut Rp 300 miliar
10. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Gumbasa Rp 159 miliar
11. Pembangunan Smelter Morowali Rp 34,00 triliun
12. Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Talaud Rp 106 miliar
13. Palapa Ring Broadband di 457 Kab/ Kota melalui Pola Non KPBU (Rp -)

Selesai di 2019:
1. Palapa Ring Broadband di 57 Kab/Kota melalui Pola Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (KPBU) Rp 5,84 triliun
2. Pembangunan Smelter Bantaeng Rp 2,22 triliun
3. Pembangunan Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Lematang Rp 279 miliar
4. Jalan Tol Manado-Bitung (39km) Rp 5,12 triliun
5.Jalan Tol Balikpapan-Samarinda (99km) Rp 9,97 triliun
6. Jalan Tol Medan-Binjai (16km)-bagian dari 8 ruas Trans Sumatera Rp 1,604 triliun
7. Jalan Tol Palembang-Simpang Indralaya (22km)-bagian dari 8 ruas Trans Sumatera Rp 3,30 triliun
8. Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar (140,9km)-bagian dari 8 ruas Trans Sumatera Rp 16,79 triliun
9. Jalan Tol Medan-Kualanamu-Lubuk Pakam-Tebing Tinggi (62km) Rp 4,07 triliun
10. Jalan Tol Pejagan-Pemalang (57,5km) Rp 6,84 triliun
11. Jalan Tol Pemalang-Batang (39,2km) Rp 4,08 triliun
12. Jalan Tol Batang-Semarang (75km) Rp 11,05 triliun
13. Jalan Tol Semarang-Solo (72,6km) Rp 7,44 triliun
14. Jalan Tol Solo-Ngawi (90,1km) Rp 11,34 triliun
15. Jalan Tol Ngawi-Kertosono (87km) Rp 3,83 triliun
16. Jalan Tol Kertosono-Mojokerto (40,5km) Rp 5,50 triliun
17. Jalan Tol Gempol-Pasuruan (34,2km) Rp 2,76 triliun
18. Jalan Tol Kunciran-Serpong (11,2km) Rp 3,48 triliun
19. Pembangunan Fly Over Dari dan Menuju Terminal Teluk Lamong (2,4km) Rp 900 miliar
20. Kereta Api Akses Bandara Adi Soemarmo Rp 925 miliar
21. Bandara Syamsuddin Noor Rp 2,31 triliun
22. Bandara Kertajati Rp 4,91 triliun
23. Pengembangan Bandara Ahmad Yani, Semarang Rp 2,18 triliun
24. Pelabuhan KEK Maloy Rp 204 miliar
25. Makassar New Port Rp 1,89 triliun 

Meluruskan Pernyataan “Nabi Marah Jika Agama Allah Dihina”

Meluruskan Pernyataan “Nabi Marah Jika Agama Allah Dihina”

Beredar di media sosial (medsos) potongan gambar yang berisi keterangan sebagai berikut:

‎كان صلى الله عليه وسلم لا يغضب لنفسه فإذا ا تنتهكت حرمات الله لم يقم لغضبه شيء

Diberi penjelasan bahwa ini ucapan Sayyid Thantawi, yang disarikan dari Hadits riwayat Hindun bin Abi Halah, yang dikeluarkan oleh Imam al-Thabarani dan Imam al-Tirmidzi. Lantas teks Arabnya diberi terjemahan sebagai berikut:

“Nabi SAW tidak marah untuk kepentingan (pribadinya). Namun jika agama Allah dihina (ajaranNya dilanggar), maka tidak ada sesuatu apapun yang bisa tegak di hadapan kemarahan beliau.”

Pernyataan lewat gambar dan video diviralkan untuk melegitimasi bahwa wajar orang Islam marah kalau ajaran agamanya dihina. Benarkah keterangan di atas? Mari kita ngaji bersama.

Pertama, terjemahan teks di atas cukup tendensius. Kalimat yang benar justru yang di dalam kurung “jika ajaranNya dilanggar”, bukan “jika agama Allah dihina”. Pengembangan makna (untuk tidak mengatakan terjemahan ini sudah dipelintir) ini yang bermasalah. Jadi terjemahan yang tepat adalah:

“Nabi SAW tidak marah untuk kepentingan (pribadinya). Namun jika ajaranNya dilanggar, maka tidak ada sesuatu apapun yang bisa tegak di hadapan kemarahan beliau.”

Apa maksudnya? Kita akan jelaskan di bawah ini setelah membahas soal sumber kutipan teks di atas.

Kedua, teks ini diriwayatkan dari Hindun bin Abi Halah. Siapa beliau? Abi Halah adalah suami Siti Khadijah sebelum menikah dengan Rasulullah SAW. Jadi Hindun itu adalah anak tiri Nabi Muhammad. Sewaktu Siti Khadijah menikah dengan Nabiyullah, Hindun ini berusia remaja dan tinggal bersama Nabi Muhammad dan ibunda Siti Khadijah.

Itulah sebabnya Hindun tahu persis seluk-beluk perilaku keseharian Nabi. Dalam riwayat panjang yang dikutip Sayyid Thantawi, seperti yang saya akan jelaskan di bawah, Sayyidina Hasan bertanya kepada pamannya, yaitu Hindun bin Abi Halah mengenai sosok sang Datuk.

Ketiga, entah mengapa yang diedarkan di atas adalah teks ucapan Sayyid Thantawi, mantan Grand Syekh al-Azhar dan Mufti Mesir, kok bukan teks Haditsnya langsung? Apa karena khawatir ada pertanyaan mengenai kesahihan status hadits dari Imam al-Thabarani dan Imam al-Tirmidzi? Maklum ada kecenderungan untuk menganggap seolah hanya Hadits dari Bukhari-Muslim saja yang sahih. Tentu tidak demikian.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam at Tirmidzi dengan lengkap dalam kitab asy-Syama’il. Saya tidak menemukannya dalam kitab Sunan al-Tirmidzi. Kitab Syama’il ini berkisah tentang sosok Rasulullah SAW. Ini dalam konteks pembahasan mengenai adab atau etika, bukan berkenaan dengan hukum agama. Kita bisa bandingkan kitab Syama’il ini dengan kitab Adab al-Mufrad yang ditulis oleh Imam Bukhari, selain beliau menulis kitab Sahih Bukhari yang terkenal itu.

Riwayat lengkap penuturan mengenai akhlak Nabi ini juga dicantumkan oleh Ibn Katsir dalam kitab al Bidayah wan Nihayah (6/33). Sanad hadits ini disebutkan oleh al-Hakim dalam kitab al Mustadrak (3/640). Hadits itu juga dikeluarkan oleh Imam Thabarani dan Ibnu Asakir seperti yang terdapat dalam kitab Kanzul Ummal (4/32) dan oleh Baghawi dalam kitab al-Ishabah (3/611).

Saya kutipkan teks terkait untuk memahami konteks pernyataan Hindun bin Abi Halah:

‎‫لا يتكلم في غير حاجة، طويل السكوت، يفتتح الكلام ويختمه بأشداقه، يتكلم بجوامع الكلم، فصل لا فضول ولا تقصير، دمث ليس بالجافي ولا المهين، يعظم النعمة وإن دقت لا يذم منها شيئا ولا يمدحه، ولا يقوم لغضبه إذا تعرض للحق شيء حتى ينتصر له.‬

“Rasulullah SAW tidak berkata-kata kecuali seperlunya, beliau lebih sering diam. Beliau memulai dan menyudahi pembicaraan dengan sepenuhnya, dan tidak bicara dengan bibir saja. Perkataannya singkat tetapi mempunyai makna dan hikmah yang dalam. Tidak mencela dan tidak pula memuji dengan berlebihan. Tidak ada seorangpun yang bisa melawan kemarahannya jika kebenaran didustakan sehingga beliau memenangkan kebenaran itu.”

‎‫وفي رواية: لا تغضبه الدنيا وما كان لها، فإذا تعرض للحق لم يعرفه أحد، ولم يقيم لغضبه شيء حتى ينتصر له، لا يغضب لنفسه ولا ينتصر لها، إذا أشار أشار بكفه كلها، وإذا تعجب قلبها، ‬

Dalam riwayat lain dikatakan, “Rasulullah SAW tidak marah disebabkan urusan duniawi, tetapi apabila kebenaran didustakan, beliau SAW akan marah tanpa ada seorangpun yang bisa tegak dihadapan kemarahan beliau, sehingga beliau memenangkan kebenaran itu baginya.

Beliau tidak marah berkaitan dengan kepentingannya sendiri, dan tidak pernah memberikan hukuman karena dirinya sendiri. Apabila beliau menunjuk atau memberi isyarat ke arah sesuatu, beliau akan menunjuknya dengan seluruh telapak tangannya. Apabila beliau merasa takjub, beliau akan membalikan telapak tangannya.”

Maka jelas konteks marahnya Rasul itu bukan karena soal dihina, tapi karena soal kebenaran yang dilanggar atau didustakan. Sebenarnya teks senada juga tercantum dalam kitab Sahih Bukhari (hadits no 6288), Sahih Muslim (4294) dan Sunan Abi Dawud (4153).

Saya cantumkan teks dari Sahih Bukhari:

‎٦٢٨٨ – حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَأْثَمْ فَإِذَا كَانَ الْإِثْمُ كَانَ أَبْعَدَهُمَا مِنْهُ وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمُ لِلَّهِ

“Rasul memilih perkara yg ringan jika ada dua pilihan selama tidak mengandung dosa. Jika mengandung dosa, Rasul akan menjauhinya. Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena urusan pribadi, tapi jika ajaran Allah dilanggar maka beliau menjadi marah karena Allah (lillah).”

Jadi sekali lagi jelas bahwa ini konteksnya Rasulullah bukan marah karena agama Allah dihina. Tapi marah kalau kebenaran/ajaran Allah dinodai dengan cara melanggar atau mendustai ajaran Islam itu sendiri. Jadi marahnya Rasul itu semata karena Allah, bukan karena dendam pribadi apalagi karena urusan politik pilpres dan pilkada di TPS (tempat pemungutan suara).

Yang banyak terjadi sekarang ini lain lagi. Kita marah, terus kita –mengutip Gus Mus — sok penting seakan-akan Allah juga ikutan marah. Emang siapa kita sih?!

Terus kita marah-marah dengan kutip sana-pelintir sini, biar disangka Allah ikutan marah juga. Kok teganya Nabi yang diutus untuk menyempurnakan akhlak dan Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang itu dianggap sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit terhina.

Bersabda Rasulullah SAW:

لَمَّا قَضَى اللهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِي كِتَابِهِ فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ اْلعَرْشِ : إِنَّ رَحْمَتِيْ غَلَبَتْ غَضَبِيْ

Tatkala Allah menciptakan makhluk-Nya, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak di sisi-Nya di atas ‘Arsy, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari no. 7404 dan Muslim no. 2751)

Luar biasa kan, kasih sayang Allah itu melebihi murkaNya! Kalau kita terbalik: marahnya kita sampai ke ubun-ubun hingga lepas kontrol mengeluarkan kosa kata yang tidak pantas, dan marahnya terus berkepanjangan dari 2014 sampai 2019 –boro-boro kita mau belajar menahan amarah agar bisa menyayangi dan menebar rahmat untuk semesta. Duh, Gusti….

Oleh Gus Nadirsyah Hosen
Penulis adalah Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia-New Zealand.

8 JENIS MANUSIA YANG DIBENCI ALLAH

8 JENIS MANUSIA YANG DIBENCI ALLAH
1. Orang yang tergolong miskin namun sombong
Jika diibaratkan sebagai suatu perusahaan, orang miskin yang sombong itu adalah perusahaan yang bangkrut.Sombong di sini bukan hanya perkara perilaku, ucapannya yang ‘besar’, namun juga termasuk malas beribadah pada Allah, atau tidak berupaya memperbagus amalan dan lebih tekun beribadah.
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri(Lukman : 18).
2. Orang yang berpunya tapi pelit
Seharusnya orang yang diberi kelebihan rezeki, maka ia lebih banyak berbagi pada orang lain. Namun jika ia bersikap kikir, maka hal tersebut termasuk yang dibenci Allah. Apalagi sangat takut hartanya akan berkurang jika harus bersedekah atau berbagi pada yang membutuhkan.
Rasulullah mengancam orang yang semacam ini bukan bagian dari orang-orang yang beriman.
Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin maka dia bukan bagian dari mereka. (HR. Hakim).
3. Para Ulama yang Komersial
Sebenarnya fenomena sekarang sudah terlihat ditelivisi-telivisi. Banyak para ulama yang memiliki jam terbang yang sangat tinggi hingga sukar ditemui umat,
Meskipun diperbolehkan untuk dakwah dengan mengutip biaya untuk sekedar biaya operasional, akomodasi dan profesionalitas, namun bukan berlebih-lebihan dan bahkan sarana untuk memperkaya diri sendiri
Celakalah bagi ummatku dari ulama buruk yang menjadikan agama ini sebagai komoditas, yang mereka jual pada para penguasa mereka di zamannya demi meraup keuntungan untuk diri mereka sendiri. Allah pasti tidak akan menjadikan bisnis mereka memperoleh keuntungan. (HR. Hakim).
4. Wanita yang minim rasa malu
Terlihat pada zaman sekarang ini, rasa malu wanita sudah mulai luntur. Meski ada hal yang menggembirakan karena semakin banyak yang memakai baju muslim, hanya saja banyak pula yang tidak penuhi kaidah-kaidah dalam berpakaian.
Bukan hal dalam berpakaian, cara berjalan, bertutur kata dan berperilaku, wanita sekarang sudah mulai menepiskan rasa malunya. Hingga fitnah dan maksiat semakin bertambah.
5. Orangtua yang malas beribadah, suka dunia.
Semakin tua, sebenarnya Allah sudah beri peringatan untuk semakin mendekatkan diri padaNya. Rambut memutih, tidak bugar lagi, dihinggapi berbagai macam penyakit dan banyak hal lainnya, sebenarnya pertanda semakin dekat dengan kematian. Namun yang terjadi masih banyak orangtua yang menghamba pada keduniawian dan malas untuk beribadah.
6. Pemuda yang yang tak berkarya
Sangat disayangkan jika menjumpai pemuda hanya berkutat dengan kesenangan semata.
Seharian berkutat dengan gadgetnya, atau interaksi dengan dunia maya, tanpa bergerak untuk belajar lebih giat, berkarya untuk lebih maju dan membanggakan atau bekerja lebih giat dan keras, inovatif dan kreatif. Jika hanya pandai menghabiskan waktu untuk keduniawian semata, foya-foya bahkan kemaksiatan. Hal ini sangat dibenci Allah.
7. Pemimpin negara / wilayah yang keji
Pemimpin seharusnya mengayomi rakyat, adil dan jauh dari kejam. Ia selaiknya menyejahterakan rakyatnya dengan baik, namun jika ia malah sebaliknya berbuat semena-mena maka nerakalah tempat pemimpin yang dzalim.
Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang dzalim (Ali Imran : 151).
8. Ahli ibadah yang riya’
Hal seperti ini amat sangat harus dihindari oleh para ahli ibadah. Karena perbuatan riya mereka memang tidak disadari sepenuhnya, seperti meremehkan orang lain yang ibadahnya tidak benar, ataupun mengira bahwa ibadahnya diterima, sedang yang lain tidak, maka ia menjadi pribadi yang sombong.
Semoga kita bisa berusaha untuk menjadi pribadi yg lebih baik..
Semoga bermanfaat!

Ditawari Jadi Presiden, Kyai Hasyim Asy’ari Justru Menyerahkan ke Soekarno

Ditawari Jadi Presiden, Kyai Hasyim Asy’ari Justru Menyerahkan ke Soekarno



Setelah berhasil menduduki bumi Indonesia, Jepang mengambil alih kekuasaan dan segera mendekati para tokoh pribumi. Ihwal ini dibahas oleh Zainul Milal Bizawie, dalam kesempatan diskusi di Islam Nusantara Center (INC), Sabtu (5/8).

Penulis buku “Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad” ini mengatakan “Ketika Belanda kalah, Jepang sudah mengetahui siapa di antara tokoh di Indonesia ini yang paling memiliki pengaruh”.

“Jepang tahu yang paling berpengaruh adalah Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari”, tandas Gus Milal.

Melalui utusannya, Jepang bertandang menemui Hadratus Syaikh. Karena beliau satu-satunya yang bisa memiliki pengaruh sampai akar rumput.

Jepang memilih mendekati kelompok di luar keraton, daripada mendekati  yang lain terutama pihak keraton atau ningrat yang dianggapnya selama ini diberikan fasilitas oleh kolonial Belanda.

“Di sinilah Pesantren dan kiainya dirangkul dan didekati”, ujar Milal yang juga penulis buku “Masterpiece Islam Nusantara” ini.

Beberapa tahun sebelum mengusir kolonial Belanda, jelas Milal, Jepang telah mengirim informannya sehingga tahu kelompok-kelompok mana yang harus didekati.

Namun, sewaktu pemerintahan Jepang, Mbah Hasyim Asy’ari juga pernah dipenjara karena dianggap melawan kebijakan Jepang. Meskipun demikian, ketika dalam Perang Dunia II  Jepang mengetahui hampir kalah, Jepang sempat bertanya, “siapa yang pantas jadi Presiden memimpin Indonesia? Dari berbagai masukan, disimpulkan yang paling pantas dan mendapat dukungan  luas menjadi Presiden memimpin Indonesia ini adalah KH. Hasyim Asy’ari”, terang Milal.

Kemudian Jepang mengirim seorang tokoh pergerakan bernama Maruto, seorang tokoh Murba, untuk menemui Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari. Menurut putranya, Maruto menyampaikan pesan dari seorang Jenderal bahwa Jepang menginginkan Mbah Hasyim Asy’ari untuk menjadi Presiden. Tapi mbah Hasyim menolak. Dan setelah beberapa kali utusan tersebut datang, mbah Hasyim mengatakan “yang pantas memimpin Indonesia ini, bukan saya tapi Soekarno”. Apalagi, Mbah Hasyim meyakini bahwa kemerdekaan RI bukan pemberian Jepang, melainkan perjuangan sendiri.

“Karena itu, dengan dukungan Mbah Hasyim Asy’ari, Soekarno memperoleh pengaruh kuat dalam lingkungan pesantren dan kelompok Islam.” pungkas milal. Itulah kenegarawanan dan keikhlasan Mbah Hasyim dan dunia pesantren, mempercayakan NKRI ini dipimpin oleh Soekarno. Inilah sejarah bangsa yang jangan sampai dilupakan.

Kenyataan ini menunjukkan bagaimana jaringan dan pengaruh kuat Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ar serta peran beliau dalam menegakkan Republik ini. (Aditia).
Www.jagatngopi.com

NU DAN MD, Mbah Hasyim yang WASKITO

🇮🇩NU Dan MD adalah seperti kakak dan adik di ormas islam indonesia. Dalam pergerakan awalnya MD mengambil arah moderat yg mana di sektor ini belum tergarap oleh ulama' 2 NU secara maksimal karena NU lebih konsen pada pilar tradisional yg memiliki akar budaya kuat melekat bagi rakyat indonesia. NU secara histori memang berdiri sejak tahun 1926 namun secara hakekatnya NU ada sejak awal da'wah islam yg dibawak oleh para sunan wali songo. Beliaunya Hadrotis Syeh Mbah Hasyim berupaya mengorganisir kekuatan islam tradisional yang ada lewat sebuah ormas yang bernama NU tujuan utamanya agar dakwah Islam yang indah warisan leluhur Bangsa Indonesia  seperti  wali songo dan habaib serta ulama' punden tidak tergerus oleh pola dakwah ekstrem ala wahabi yang dikenal sangat masiv dalam memberangus nilai2 budaya dan warisan sejarah.
 Terbukti begitu rezim saud berkuasa seluruh situs sejarah rasul baik di makkah dan di madinah diberangus.

 Beliau mbah hasyim memang sosok yang waskito (KASYAF).  Dan ternyata benar apa yang jadi prediksi beliau munculnya faham2 radikal dan ekstrem ini bersumber dari Dinasty Assaud.

 Alhamdulilillah Indonesia ada NU dan Muhammadiyah sehingga mampu menjawab tuduhan bahwa Islam agama yang tegak dengan pedang dan darah pada dunia dengan dakwah islam rahmatan lil alamin bernuansa nusantara.
Ini wajib kita syukuri.
semoga NU dan MD selalu jalan seiring seperti seiringnya mbah hasyim dan mbah dahlan.ilahi amin

Habib Mustafa  Alhasani

Daftar 50 orang Indonesia, bukan karena maen WA

*Daftar 50 orang Indonesia*
*terkaya setelah Tax-Amnesty*
Melansir Globe Asia 20/3/17

*50● Osbert Lyman*
Lyman Group: Property, plantations
US$ 898 juta
*49● Jusuf Kalla dan keluarga*
Kalla Group
899 juta
*48● Boenjamin Setiawan & keluarga*
Kalbe Farma
US$ 899,3 juta
*47● Sandiaga Uno*
Saratoga, Recapital : Private equity, investment
US$ 900 juta
*46● Alexander Tedja & Melinda Tedja*
Pakuwon Group
US$ 902 juta
*45● Benny Subianto*
Persada Capital Group
US$ 905 juta
*44● Hashim Djojohadikusumo*
Arsari Group
US$ 1,030 miliar
*43● Tomy Winata*
Artha Graha Group
US$ 1,1 miliar
*42● Luntungan Honoris*
Modern Group
US$ 1,15 miliar
*41● Johan Lensa*
J Resources
US$ 1,26 miliar
*40● Gunawan Jusuf*
Sugar Group Companies
US$ 1,3 miliar
*39● Handojo Santoso*
Japfa Comfeed Group
US$ 1,52 miliar
*38● Sugianto Kusuma (Aguan)*
Agung Sedayu, Bank Artha Graha
US$ 1,53 miliar
*37● Martias & Tjiliandra Fangiono*
First Resources
US$ 1,55 miliar
*36● Mu’min Ali Gunawan*
Panin Group
US$ 1,57  miliar
*35● Husein Djojonegoro*
ABC, Orang Tua Group
US$ 1,61 miliar
*34● Teddy Thohir dan Garibaldi Thohir*
TNT Group
US $1,642 miliar
*33● Rusdi Kirana*
Lion Air Group
US$ 1,65 miliar
*32● Dato Low Tuck Kwong*
Bayan Resources
US$ 1,68  miliar
*31● Hartadi Angkosubroto dan Husodo Angkosubroto*
Gunung Sewu Group
US$ 1,75 miliar
*30. Murdaya Poo dan Siti Hartati Murdaya*
Central Cipta Murdaya
US$ 1,78 miliar
*29● Kartini Muljadi dan Handojo S Muljadi*
Tempo Scan Group
US$ 1,85 miliar
*28● Suryadi Darmadi*
Duta Palma Nusantara Group
US$ 1,88 miliar
*27● Benjamin Jiaravanon dan Jialipto Jiaravanon*
Charoen Pokphand Indonesia
US$ 1,92 miliar
*26● Lim Hariyanto Wijaya Sarwono*
Harita Group
US$ 1,93 miliar
*25● The Nin King*
Argo Manunggal Group
US$ 1.95  miliar
*24● Djoko Susanto*
Sumber Alfaria Trijaya
US$ 1,985 miliar
*23●  Aksa Mahmud*
Bosowa Corporation
US$ 2,1 miliar
*22● Ciputra*
Ciputra Group
US$ 2,2 miliar
*21● Jakob Oetama dan Lilik Oetama*
Kompas Gramedia Group
US$ 2,3 miliar
*20● Haryanto Adikoesoemo AKR Corporindo*
US$ 2,48 miliar
*19● Hary Tanoesoedibjo*
MNC Group
US$ 2,56 miliar
*18● Eddy Sariaatmadja dan Fofo Sariaatmadja*
Elang Mahkota Teknologi
US$ 2,72 miliar
*17● Edwin Soeryadjaya*
Saratoga, Recapital, Plantation BB
US$ 3,6miliar
*16● Martua Sitorus*
Wilmar International
US$ 3,8 miliar
*15● Tahir*
Mayapada Group
US$ 3,85 miliar
*14● Peter Sondakh*
Rajawali Group
US$ 3,87 miliar
*13● Sjamsul Nursalim*
Gajah Tunggal Group
US$ 3,88 miliar
*12● Theodore P Rachmat* Triputra Group, Adaro
US$ 3,9 miliar
*11● Mochtar Riady*
Lippo Group
US$ 4,2 miliar
*10● Sukanto Tanoto*
Royal Golden Eagle
US$ 4,8 miliar
*9● Eddy William Katuari*
Wings Group
US$ 4,85 miliar
*8● Aburizal Bakrie*
Bakrie Group
US$ 4,86 miliar
*7● Putera Sampoerna*
Sampoerna Strategic
US$ 4,865 miliar
*6● Sri Prakash Lohia* Indorama Group
US$ 4,87 miliar
*5● Chairul Tanjung*
CT Corp
US$ 5,7 miliar
*4● Susilo Wonowidjojo*
Gudang Garam
US$ 7,3miliar
*3● Eka Tjipta Widjaja*
Sinar Mas Group
US$8,6 miliar
*2● Anthoni Salim*
Salim Group, First Pacific
US$ 10,2 miliar
*1● Robert Hartono & Michael Hartono*
Djarum Group BCA
US$ 10,5 miliar
___________________
*Mohon maaf apabila  nama Anda belum terdaftar. Bisa jadi Anda belum maksimal dalam berusaha. Atau, bisa jadi juga Anda terlalu banyak WA-an.*
🙏😁

Mbah Siddiq, Kyai Pedagang yang Mengislamkan Jember

Mbah Siddiq, Kyai Pedagang yang Mengislamkan Jember
Di Jember yang gelap, banyak hutan dan menyeramkan ini, Kyai Shiddiq diperintah gurunya (Kyai Cholil Bangkalan) untuk berdakwah. Penduduk Jember pada saat itu masih sedikit, selain telah ada agama Hindu dan Budha, Islam ketika itu sangat sedikit. Selain itu, penduduk Jember banyak yang melakukan perjudian, perampok, berzina, dan lain-lain.
Selain berdakwah, Kyai Shiddiq juga berprofesi sebagai pedagang kain, sarung, alat-alat pertanian, kitab, dan lair-lain. Seringkali la berdagang keliling di Jember, Rambipuji, Kencong, Balung dan Ambulu. Barang dagangan Kyai Shiddiq cukup laris, karena beliau terkenal jujur dan berperilaku simpatik. Sebagai Da'i, Beliau ajarkan agama pada murid-muridnya di pasar. Ketika ada pembeli, aktivitas mengajar dihentikan sejenak untuk melayani pembeli. Setelah selesai, ia teruskan kembali aktivitas mengajamya. Akhimya, banyak orang menghadap Kyai Shiddiq untuk belajar agama, karena orang tertarik pada pribadinya yang jujur, sopan, baik dan simpatik Keteladanan pribadi beliau mencontoh keteladanan Rasulullah Saw.
Syahadatain. Fatihah, Tahiyyati, Fasholatan dan Al Qur'an. Dengan sabar ia ajarkan satu-persatu, dan secara praktis ia ajarkan pula akhlaq dan aqidah. Cara Kyai Shiddiq mengajar agidah dan akhlaq adalah bercerita. Tentu saja metode bercerita ini, mudah ditangkap bagi muri d-muridnya. Ketika muridnya tidak datang, dihabiskan waktunya dengan membaca Al Quran dan dalailul khairat. Bila sudah terasa banyak ngaji Qur'an, lalu la pindah ngaji dalail. Dan hampir setiap malamnya, waktu Kyai Shiddiq sering digunakan untuk beruzlah (menyepi) di makam hibah Cholifah. Makam Waliyullah Mbah Cholifah yang terletak di Tempean. Menurut riwayat, Mbah Cholifah adalah ulama dan tentara pasukan Pangeran Diponegoro yang melarikan diri ke Jember.
Setiap hari habis berdagang dan pulang ke Gebang, Kyai Shiddiq selalu mengendarai dokar. Banyak orang Jember yang faham dokar kesukaan beliau, yakni dokar yang tertutup rapat di samping dan belakangnya. Mengapa?, karena di dalamnya Nyai Shiddiq ikut. Kyai Shiddiq sendiri, lebih suka duduk sendirian di depan bersama kusir dokar, bahkan seringkali harus menambah ongkos dokarnya setengah rupiah, hanya agar bisa duduk sendiri.
Ternyata, beliau lakukan itu semata-mata agar bisa tenang membaca dan menghafal Al-Qur'an. Tentu saja, kusir dan orang lain yang menumpang menjadi segan mengajaknya ngobrol Walhasil, dengan membaca dan menghafalkan setiap harinya tercapailah cita-cita Kyai Shiddiq. Beliau hafal Al-Qur'an dalam tempo ± 4 tahun dari atas dokar.
Ternyata, berdakwah yang dilakukan di tengah-tengah keramaian pasar dan juga berkeliling ke daerah-daerah di sekitar Jember adalah strategis. Dengan berdakwah di tengah-tengah keramaian, justru banyak orang yang mengetahui dan tertarik untuk mengikutinya. Dan Kyai Shiddiq, tidak hanya dikenal di Jember saja. Di daerah Ambulu. Rambipuji, Kencong, Balung dan lain-lain banyak mengenalnya sebagai "Kyai Pedagang".
Setelah dirasa tidak memungkinkan bagi beliau untuk berdakwah sambil berdagang, karena dianggap kurang efektif. maka Kyai Shiddiq merencanakan membangun musholla di sebelah rumahnya di Gebang. la ingin mewujudkan cita-citanya sejak mondok, yaitu mendirikan pondok pesantren. Tujuan Kyai Shiddiq mendirikan pondok pesantren yang masih berupa lang-gar ini adalah:
1. Menyiarkan dan mewariskan ilmu.
2. Tempat pendidikan anak dalam rangka mengangkat derajat ummat islam
3. Usaha untuk menyiapkan ulama atau muslim yang bertaqwa.
Masyarakat banyak berdatangan ke langgar Kyai Shiddiq untuk mengaji. Mereka umumnya adalah santri yang pemah diajar beliau di berbagai tempat.
Syarat-syarat menjadi santrinya Kyai Shiddiq antara lain:
1. Berjanji "menata niat mengaji" hanyalah semata-mata untuk beribadah. Seandainya niatnya untuk mencari ilmu saja, maka ditolak.
2. Tidak boleh ngaji lain sebelum bagus bacaan Qiro'atus Syahadati, Usholliyani, Fatihahi, Tahiyyati, Adzan dan Igomah serta Qiro'atul Qur'annya.
3. Wajib patuh pada peraturan pondok, karena beliau menginginkan mencetak kader-kader Islam yang tangguh.
Dalam mendidik santri, Kyai Shiddiq lebih menfokuskan pada kader (santri) yang berorientasi pada amal (kelakuan) dari pada tingginya ilmu semata yang didapatkan. Ini sangat logis, sebab masyarakat saat itu dalam taraf kebodohan dan kejahatan moral. Mereka akan mudah menerima ajakan/da'wah dari orang-orang yang bisa di contoh kelakuannya yang baik (uswatun hasanah). Mereka masih belum sampai pada taraf/ukuran konflik pendapat dalam hujjah agama. Masyarakat mudah di bimbing dengan praktek yang sederhana dan contoh nyata.
Praktek-praktek ibadah yang dilakukan secara istigomah di terapkan langsung oleh beliau. Beliau bimbing dan diawasi ketat praktek sholat berjama' ahnya, ketepatan waktu adzan, dziqir, dan lain-lain. Bila sudah jadi -artinya santri yang siap diterjunkan ke masyarakat- santri ditempatkan di daerah-daerah yang strategis.
Daerah-daerah strategis dalam berdakwah adalah
1. Masjid-masjid yang banyak dirintis oleh beliau.
2. Kampung-kampung yang ramai penduduk.
3. Daerah-daerah hitam (sarang kejahatan)
Santri yang mula-mula ngaji di langgar Gebang antara lain Dahlan dari Kaliwungu Jawa Tengah - kemudian menjadi Kyai di Jenggawah, dan Ali dari Angsana Mumbulsari. Kemudian disusul oleh santri-santri dari daerah lain, sehingga langgar itu penuh santri ngaji. Keinginan Kyai Shiddiq adalah membuat pondokan santri yang mengelilingi langgar. Tetapi keinginan itu sulit terealisir karena posisi langgar berhimpitan dengan rumah-rumah penduduk di Gebang.
Kyai Shiddiq berikhtiar mencari tanah yang lebih luas untuk mewujudkan cita-citanya itu, membangun pesantren dengan pondok-pondok santri yang mengelilinginya Berdasarkan hasil istikharah, Kyai Shiddiq temukan tanah idamannya itu di daerah Talangsari (di tanah wagaf Kyai Shiddiq sekarang). Tanah yang luasnya ± ½ hekktar itu masih berupa tanah sawah. Kemudian pada tahun 1915, Kyai Shiddiq pindah rumah ke Talangsari. Dan tentu saja semua santrinya ikut pindah. Rumah di Gebang kemudian ditempati oleh KH Mahmud (putranya) yang sekaligus Kyai Mahmud melanjutkan pengajaran agama di Musholla Gebang itu.
Musholla dan rumah baru di Talangsari dibangun, beliau dibantu oleh H. Alwi dan Bang Abd. Rachman, H. Alwi banyak sekali menyumbangkan dana untuk kepentingan pembangunan rumah kyai dan musholla di tanah waqaf Jadilah tanah idaman itu sebagai pesantren yang dicita-citakan sejak du1u. Pesantren itu tidak ada namanya. Hanya orang Jember mengenalnya sebagai Pesantren KH. Shiddiq. Dan ndalem Kyai di Talangsari ada 2, yaitu: (1) Ndalem utara musholla (sekarang rumah Drs KH Nazir Muhammad MA) adalah ndalem Nyai Maryam dan (2) Ndalem selatan Musholla (sekarang rumah Gus Eri ) adalah ndalem Nyai Mardliyah.
Santri yang sudah dianggap cukup menimba ilmu pada Kyai tihiddiq dan merencanakan pamit, Kya’i Shiddiq selalu menasehati sebagai berikut:
1. Dirikanlah musholla, walaupun sederhana dan kecil. Dengan mendirikan musholla, maka tidak mungkin santri lupa pada sholat berjamaah. Disamping itu, menuntut santri tersebut mengamalkan ilmu di masyarakat. Mengamalkan ilmu agama khususnya tentang sholatwudlu, terutama pada anak-anak. Dengan mengajarkan anak-anak ilmu agama maka sedini mungkin sudah menyiapkan generasi masyarakat yang iman dan taqwa.
2. Santri hendaknya merintis berdirinya masjid. Untuk daerah yang belum terlaksana sholat Jum'at. Atau santri hendak ikut mengisi kegiatan masjid, seperti khotbah, pengajian lain-lain.
3. Pada hari raya `Idul Fitri dan `Idul `Adha, para santri hendaklah mengajak masyarakat untuk meramaikannya dengan cara bertakbir, membersihkan dan memperindah lingkungan. Pagar rumah dan dinding dikapur dan ruangan rumah ditata terkesan istimewa (lain dari biasanya).
Ketiga pesan yang sederhana itu, dilakukan dengan istigomah (sungguh-sungguh). Kyai Shiddiq sendiri sering mengunjungi para santrinya di tengah-tengah kesibukan berdagangnya. Beliau selalu mengingatkan tentang "musholla, mengajar dan sholat jum'at dengan mencek: Apakah si santri sudah mendirikan musholla/langgar?, Apakah si santri mengamalkan ilmunya (mengajar dan Apakah di daerahnya (kampung si santri) sudah melaksanan sholat Jum' at?
Hasilnya ternyata sangat nampak, banyak musholla yang didirikan di desa-desa. Dan para santri diwajibkan untuk mengajar masyarakat, khususnya anak-anak Begitu pula daerah-daerah yang belum ada masjidnya, maka beliau memprakarsainya sebagaimana pondirian musholla-musholla, seperti: Di Baratan, Pak Bardak (tokoh masyarakat Baratan dan santri Talangsari) ketika berinisiatif mendirikan masjid, tetapi la tidak memiliki dana. "Kyai, nopo njenengan ngersahaken teng mriki ? "(Kyai, apakah Kyai menghendaki tanah di sini?
Maksudnya adalah menanwarkan tanah untuk kegiatan da'wah) ", tanya Pak Bardak "lyo, tapi, gawehen masjid. Aku Insya Allah khotbah ning masjid kene..." (Iya, Tapi buatlah masjid. Dan aku insya Allah khotbah (di masjid sini) ", jawab Kyai Shiddiq.
Kemudian beliau kumpulkan masyarakat Baratan untuk niusyawarah. Dan diputuskan untuk bergotong-royong membangun masjid di atas tanah jariyah Pak Bardak tersebut. Ada yang menyumbang dana, , dan ada yang menyediakan material dan ada pula yang menyediakan tenaganya.
Masjid-masjid yang didirikan beliau atau diprakarsai berdiri oleh beliau antara lain
1. Masjid Jamik Jember (Masjid Al-Baitul Amin)
2. Masjid Talangsari (Masjid Sunan Nur)
3. Masjid Kebonsari (Masjid Rachmat)
4. Masjid Angsana Mumbulsari.
5. Masjid Sukosari Sukowono.
6. Masjid Subojatian, Pakusari.
7. Masjid Bangsalsari.
8. Masjid Sumber Pinang - Kalisat.
9. Masjid Baratan Patrang.
10. Masjid Bintaro Patrang.
11. Masjid Klompangan, Jenggawah.
12. Masjid Pace, Silo.
13. Masjid Bunder, Sukowono.
Kyai Shiddiq mengisi khotbah Jum'at di masjid-masjid tersebut secara bergiliran. Dalam khotbahnya menggunakan bahasa Arab (tidak diterjemahkan). Ternyata dalam strategi mendirikan masjid, musholla dan mengajarkan ilmu tersebut adalah da'wah yang berhasil. Fungsi masjid dan musholla sebagai tempat beribadah sholat dan tabligh (menyampai agama) telah menyebarkan Islam secara merata di daerah Jember.
Putera-putranya yang sejak usia muda telah menjadi Kyai antara lain: KH. Mansur, KH. Achmad Qusyairi, KH Machmudz, KH. Mahfudz Shiddiq, KH. Abdul Halim Shiddiq, KH. Abdullah dan KH. Achmad Shiddiq. Para menantu antara lain: KH. Abdullah bin KH. Umar, KH. Muhammad, KH. Hasyim dan KH. Dhofir Salam. Keberhasilan tersebut tentu dipengaruhi pula oleh pola kehidupan sehari-hari dimasa hayatnya. Mungkin kita bertanya, bagaimana pola kehidupan Kya’i Shiddiq sehingga Allah memberinya taqdir dengan dikaruniainya keturunan yang selanjutnya menjadi ibarat mutiara-mutiara.
Ternyata, Kya’i Shiddiq adalah sosok yang sangat "istiqamah", yaitu: tekun, telaten, ajeg, terus-menerus dengan tidak bosan-bosan dan mengamalkan apa saja yang dapat diamalkan. Hampir setiap hari Kyai Shiddiq selalu bangun pada jam 3 malam untuk sholat sunnat tahajjud, riyadhah maupun sholat-¬sholat sunnah lainnya. Menjelang subuh kyai keliling pondok mcmbangunkan santri. Beliau keliling sambil membawa tongkat penjalin, damar ublik (obor) dan teko berisi air. Dengan tongkatnya beliau ketok pintu-pintu pondok para santri.
Terkadang kyai membangunkan santri dengan cara menabuh blek gembreng, sehingga bersuara gaduh dan memekakkan telinga. Bahkan setiap santri yang terlelap tidurnya, pasti aka menjadi sasaran guyuran air ceret yang selalu dibawanya. Sesudah adzan (santri bernama Ilyas yang ditugaskan sebagagai Mu'adzin), kyai sendiri selalu memimpin pujian (dzikir sebelum sholat subuh, setelah sebelumnya kyai melaksanakan sholat Qobliyah terlebih dahulu. Setelah berzikir/pujian kemudian melakukan sholat jamaah Subuh.
Pada umumnya, wiridan baru akan selesai sampai surya muncul agak tinggi. baru kemudian kyai masuk ke "kamar khusus" di sebelah utara tempat imam di musholla. Di kamar khusus" itulah tempat Kyai Shiddiq menyepi, beribadah sholat sunnat dan lain-lain. Santri tak seorangpun yang berani masuk kamar tersebut. Karena dalam "kamar khusus" itu Kyai Shidang melakukan sholat Dluha dan sholat-sholat sunnah lainnya Selesai sholat Kya’i biasanya melanjutkan dengan mengaji Al-Qur'an dan membaca dalailul khairot. Selain sebagai seorang hafidz, Kyai Shiddiq sangat istiqamah menghatamkan Alquran ; setiap minggu.
Secara runtut, batas-batas bacaan Al-Qur' an dalam seminggu sebagai berikut:
1. Hari Jum'at membaca Al Fatihah s.d Al -Maa'idah
2. Hari Sabtu membaca Al-An'am s.d At-Taubah
3. Hari Ahad membaca Yunus s. d Maryam
4. Hari Senin membaca Thaha s. d Al-Qashash
5. Hari Selasa membaca Al-Ankabut s.d Shaad
6. Hari Rabu membaca Az-Zumar s.d Ar-Rakhman
7. Hari Kamis membaca Waqi' ah s. d An-Naas
Sekitar pukul 08.00 sampai jam 09.00 pagi. Kyai mengajar Fasholatan dan Al-Qur'an. Kitab Fasholatan yang diajarkan adalah hasil karangan beliau sendiri. Biasanya ketika mengajar Fasholatan dan Al-Qur'an banyak menggunakan cara-cara sorogan. Usai sorogan Fasholatan dan AI-Qur' an, barulab Kyai masuk ke ndalem untuk sarapan pagi. Setelah itu, Kyai masih meneruskan kembali sholat-sholat sunnah, mengaji Al-Qur'an dan membaca Dalail.
Baru pada sekitar jam 10.00 sampai jam 12.00 siang Kyai Shiddiq mengajar ngaji kitab kuning. Dalam pengajian kitab kuning ini, Kyai Shiddiq banyak menggunakan cara weton/bandongan. Cara Weton adalah cara pengajian kitab yang berasal dari istilah jawa, karena pada umumnya waktu pengajian disesuaikan dengan waktu-waktu tertentu seperti usai waktu sholat, dan sebagainya/ Secara teknis dalam pengajian cara weton ini Kyai membaca dan menerangkan kitab yang diperuntukkan secara massal. para santrinya memperhatikan kitabnya sendiri sambil membuat catatan-catatan (tentang arti maupun keterangan dari kyai).
Selesainya pengajian, Kyai Shiddiq makan siang bersama-sama keluarga dan khaddamnya. Kemudian mengerjakan sholat Dzuhur secara berjama'ah. Sebelum sholat dzuhur, bersama - sama melakukan dzikir/pujian dan sholat sunnah Qobliyah.
Selesai sholat, lalu wiridan yang bacaannya lebih pendek dari dzikir ba'da subuh. Disambung dengan sholat sunnah Ba'dliyah dzuhur dan mengajar ngaji Al-Qur'an dan Fasholatan. Santri yang dibolehkan ngaji Al-qur'an adalah yang sudah lulus (fasih/tartil bacaan) Syahadati, Fatihati, Tahiyyati Sholati, adzan dan igamah. Bila bacaan masih belum tartil tetap masih harus mengaji Fasholatan saja. Selesai mengajar, barulah Kyai Shiddiq istirahat (tidur) sebentar. Begitu bangun, Kyai Shiddiq melakukan sholat sunnah berkali-kali, mengaji Al¬qur'an dan membaca dalail. Amalan sholat sunnah yang istiqamah dilakukannya 100 rakaat dalam sehari-semalam serta mengkhatam dalail sehari sekali.
Waktu ashar tiba, beliau sholat sunnah berkali-kali dan para santri membaca syi'ir "Aqidatul 'Awam". Lalu sholat jama'ah Ashar dan Dzikir. Dzikir ba'da sholat Ashar sama dengan dzikir ba'da sholat subuh. Kemudian dilanjutkan dengan pengajian kitab Ihya 'Ulu¬widdin dan Shohih Buchori ". Selesai mengajar, Kyai masuk dalem melanjutkan mengaji Al-Qur'an dan dalail sampai masuk waktu Maghrib. Sebelum sholat jama'ah Maghrib.
Dzikir ba'da sholat Maghrib sama dengan dzikir ba'da subuh. Selesai berdzikir dilanjutkan sholat sunnah Ba'diyah dan ngaji. Pengajian ba'da sholat Maghrib adalah Al-Qur'an dan F'asholatan yang teknisnya diatur sebagai berikut:
1. Santri dewasa dan tartil bacaannya harus membaca Qur' an 1 juz, sehingga dalam sebulan sudah harus hatam. Tempat mereka di dalam musholla.
2. Santri bocah harus ngaji Al-Qur'an dan Fasholatan di luar langgar. Mereka diajar Badal Kyai yaitu Haji Baidlowi (lurah pondok asal Madura) dan Abdul Azis.
Selesai ngaji (tanpa turun dari langgar) lalu bersama-sama pujian gobliyah sholat Isya' dan sholat sunnah rawatib. Kemudian melaksanakan sholat Isya' berjama'ah dan dilanjutkan dengan wiridan dan sholat sunnat rowatib. Wiri¬dannya sama dengan wirid ba'da sholat `Ashar. Di ndalem Kyai Shiddiq melakukan sholat sunnat berkali-kali, ngaji Qur'an dan dalail sampai "sare" (tidur). Khusus pada malam Jum'at ba'dal maghrib, kyai Shiddiq memimpin bacaan Barzanji. Dan pada malam Senin ba'da Maghrib, membaca Diba'. Semula pemba¬caan Diba' dilakukan malam Jum'at dan Barzanji pada malam Senin.
Suatu saat ketika sedang memimpin pembacaan (pada malam Senin) itu, tiba-tiba Kyai Shiddiq melihat kehadiran Rasulullah Saw hadir dan berdiri di pintu. Spontan, Kyai Shiddiq merobah bacaannya dengan Diba'. Maka sejak peristiwa inilah, pembacaan Diba' dilakukan setiap malam Senin dan malam Jum'at untuk Barzanji. Kemudian dilanjutkan dengan membaca Rotibul Haddad (Rotib Sayyid Abdullah Alawi Al-Haddad).
Aktivitas mengajar Kya’i Shiddiq yang sangat padat itu dilakukan tatkala telah banyak santri yang ngaji pada beliau. Sebelumnya, Kyai Shiddiq membagi waktunya dengan berda¬gang sebagai ma'isahnya (mata pencahariannya hidupnya). Kegiatan mengajar yang full tersebut membuat Kyai Shiddiq harus mengalihkan perhatian dari aktivitas berdagang pada santrinya dan putra-putranya.
Nampaknya, Kyai Shiddiq terus dijaga oleh Allah Swt. dari makanan hasil perbuatan haram karena sifat wiro'i beliau. Wiro'i adalah sikap yang selalu menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti makruh dan subhat (tidak jelas, apakah dibolehkan oleh agama atau tidak), terlebih lagi haram yang jelas dilarang. Mbah Siddiq tidak berkenan mengajar kitab menggunakan papan tulis, sebab ayat-ayat Al Quran yang ditulis papan yang kemudian dihapus, berjatuhan. ini kan sama dengan menelantarkan lembaran Mushaf yang robek.
Mbah Sidiq dan NU
Setelah NU berdiri, KH. Hasyim Asy'ari mengutus KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Masykur untuk sowan kepada Mbah Sidiq. Tujuannya adalah meminta dukungan kepada beliau dan memintanya agar sudi masuk dalam struktur pengurus. Dalam pertemuan itu beliau tidak langsung menjawab. Beliau meminta waktu barang semalam untuk meminta petunjuk. Pada keesokan harinya beliau baru memberikan jawaban. Isi dari jawabanya adalah beliau sangat respek dengan lahirnya NU.
Akan tetapi, beliau keberatan apabila ikut masuk dalam jajaran
pengurus. Alasannya adalah beliau ingin berkonsentrasi mengurus para santri. Dalam kesempatan itu beliau mengatakan bahwa anak cucunyalah yang akan ikut mengurus NU.
Sesuai dengan jawabannya pada waktu itu, di kemudian hari anak cucunya mendarmabaktikan hidupnya untuk kebesaran NU.
Banyak dari mereka duduk dalam pengurus teras NU. Tercatat KH. Mahfudz Sidiq sebagai Ketua Umum PBNU, KH. Abdullah Sidiq sebagai Ketua PWNU Jawa Timur, KH. Achmad Sidiq sebagai Rais Am PBNU. Mereka adalah putra-putra Mbah Sidiq. Dari golongan cucu tercatat KH. Abdul Hamid Pasuruan, sang Waliyullah, KH. Ali Mansur, pencipta Salawat Badar, H.
A Hamid Wijaya sebagai Ketua PP GP Ansor yang pertama dan Katib Am PBNU, dan Hizbullah Huda sebagai Ketua PW GP Ansor Jatim.
Mbah Sidiq wafat pada hari Ahad Paing, 9 Desember 1934 M dalam usia 80 tahun. Beliau meninggalkan beberapa karya tulis, di antaranya adalah nadzam kitab Safinah dan meninggalkan keturunan yang mayoritas hafal Al-Qur’an dan menjadi pengasuh pesantren. Keturunan yang berkah ini termasuk dari buah yang didapat dari lakon riyadhah beliau.
Beliau selalu menyempatkan waktu disela-sela berdagang untuk menghafal Al-Qur’an. Begitu juga ketika perjalanan pergi-pulang ke pasar. Sehingga dalam waktu empat tahun beliau dinyatakan sebagai hafidz Al-Qur’an. Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga di Turbah Condro, Jember, Jawa Timur.
Salah satu keturunan beliau juga mempunyai karya yang mendapat apresiasi dari ulama internasional. beliau adalah KH. Ahmad Sidiq. Karya beliau juga berupa nadzam atas kitab Safinah. Dari nadzam tersebut ada seorang ulama bermadzhab Maliki yang tertarik untuk memberi syarah. Judul karyanya tersebut bernama Inârat ad-Duja bi Tanwîr al-Hija bi Nadzmi Safînah an-Naja.
Lahumul Fatihah...
Like Fanpage ULAMA & KIAI Nusantara

JANGANLAH MENJADI PEBISNIS AGAMA

JANGANLAH MENJADI PEBISNIS AGAMA
Adalah KH Aziz Manshur yang pernah dawuh: "santri iku kudu wani melarat (santri itu harus siap hidup miskin)!"
Mbah Yai juga sering dawuh hampir ditiap akhirus sanah: "nak wes nang omah kudu obah senajan dodol pentol, ojo sampe ngedol agomone..!" (kalau sudah kembali ke rumah, harus berupaya, meski sekedar jualan penthol, jangan sampai menjual agamanya)
"Kudu wani melarat" disini bukan berarti kita tidak boleh kaya. Dalam dawuhnya tidak ada kalimat yang bermakna larangan untuk kaya, yang ada kalimat perintah untuk berani melarat. Ini antisipasi agar jiwa para santri sudah siap ketika nasib kurang beruntung. Bila dikaitkan dengan gaya hidup ulama' terdahulu, yang dilarang oleh Mbah Yai adalah hanya zuhud secara lahir tapi batin tidak. Kaya tapi zuhud secara batin itu lebih baik dari pada miskin tapi batinnya tidak zuhud atau batinnya masih suka duniawi.
Kesimpulan ini tersirat dalam dawuh "kudu obah senajan dodol pentol, ojo sampai ngedol agomone..!". Dawuh ini juga mengisyaratkan larangan menjadikan agama sebagai modal menjadi kaya. Yang diharapkan dari Beliau adalah boleh kaya tapi dengan usaha, bukan dengan atribut agamanya. Isyarat ini tersirat dalam gaya hidup Beliau. Beliau dilingkari dengan harta, tapi Beliau tidak kumantil dengan hartanya. Harta Beliau yang ada juga bukan dari hasil kegiatan keagamaanya, tapi hasil usaha.
Bila dipikir lebih jauh, andai santri menjadi tokoh dan kaya karena kegamaannya di kampung halamannya sedang hatinya masih cinta pada dunia, maka sebenarnya penduduk kampungnya bukan sedang dibimbing olehnya, tapi mereka sedang melakukan transaksi jual beli dengan santri. Ini yang sangat dikhawatirkan oleh Mbah Yai. Jadi, santri itu harus punya jiwa wirausaha tapi hatinya tidak cinta pada hasil wirausahanya.
Bila disimpulkan: "LEBIH BAIK KERJA (USAHA) DIJADIKAN IBADAH, dari pada IBADAH DIJADIKAN KERJA (USAHA).
Berat...? Ya memang berat. Tapi semoga kita terlepas dari menjadi PEBISINS AGAMA dan menjadi PEBISNIS BERAGAMA. Amiin...
Dumateng mbah KH Aziz Manshur (Lirboyo) lahul faatihah...

MENOLAK IDE KHILAFAH

MENOLAK IDE KHILAFAH
=====================
Oleh: Moh. Mahfud MD
"Buktikan bahwa sistem politik dan ketatanegaraan Islam itu tidak ada. Islam itu lengkap dan sempurna, semua diatur di dalamnya, termasuk khilafah sebagai sistem pemerintahan”. Pernyataan dengan nada agak marah itu diberondongkan kepada saya oleh seorang aktivis ormas Islam asal Blitar saat saya mengisi halaqah di dalam pertemuan Muhammadiyah se-Jawa Timur ketika saya masih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi.
Saat itu, teman saya, Prof Zainuri yang juga dosen di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, mengundang saya untuk menjadi narasumber dalam forum tersebut dan saya diminta berbicara seputar ”Konstitusi bagi Umat Islam Indonesia”.
Pada saat itu saya mengatakan, umat Islam Indonesia harus menerima sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sistem negara Pancasila yang berbasis pluralisme, Bhinneka Tunggal Ika, sudah kompatibel dengan realitas keberagaman dari bangsa Indonesia.
Saya mengatakan pula, di dalam sumber primer ajaran Islam, Al Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW, tidak ada ajaran sistem politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan yang baku. Di dalam Islam memang ada ajaran hidup bernegara dan istilah khilafah, tetapi sistem dan strukturisasinya tidak diatur di dalam Al Quran dan Sunah, melainkan diserahkan kepada kaum Muslimin sesuai dengan tuntutan tempat dan zaman.
SISTEM NEGARA PANCASILA
Khilafah sebagai sistem pemerintahan adalah ciptaan manusia yang isinya bisa bermacam-macam dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Di dalam Islam tidak ada sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang baku.
Umat Islam Indonesia boleh mempunyai sistem pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan realitas masyarakat Indonesia sendiri. Para ulama yang ikut mendirikan dan membangun Indonesia menyatakan, negara Pancasila merupakan pilihan final dan tidak bertentangan dengan syariah sehingga harus diterima sebagai mietsaaqon ghaliedzaa atau kesepakatan luhur bangsa.
Penjelasan saya yang seperti itulah yang memicu pernyataan aktivis ormas Islam dari Blitar itu dengan meminta saya untuk bertanggung jawab dan membuktikan bahwa di dalam sumber primer Islam tidak ada sistem politik dan ketatanegaraan. Atas pernyataannya itu, saya mengajukan pernyataan balik. Saya tak perlu membuktikan apa-apa bahwa sistem pemerintahan Islam seperti khilafah itu tidak ada yang baku karena memang tidak ada.
Justru yang harus membuktikan adalah orang yang mengatakan, ada sistem ketatanegaraan atau sistem politik yang baku dalam Islam. ”Kalau Saudara mengatakan bahwa ada sistem baku di dalam Islam, coba sekarang Saudara buktikan, bagaimana sistemnya dan di mana itu adanya,” kata saya.
Ternyata dia tidak bisa menunjuk bagaimana sistem khilafah yang baku itu. Kepadanya saya tegaskan lagi, tidak ada dalam sumber primer Islam sistem yang baku. Semua terserah pada umatnya sesuai dengan keadaan masyarakat dan perkembangan zaman.
Buktinya, di dunia Islam sendiri sistem pemerintahannya berbeda-beda. Ada yang memakai sistem mamlakah (kerajaan), ada yang memakai sistem emirat (keamiran), ada yang memakai sistem sulthaniyyah (kesultanan), ada yang memakai jumhuriyyah (republik), dan sebagainya.
Bahwa di kalangan kaum Muslimin sendiri implementasi sistem pemerintahan itu berbeda-beda sudahlah menjadi bukti nyata bahwa di dalam Islam tidak ada ajaran baku tentang khilafah. Istilah fikihnya, sudah ada ijma’ sukuti (persetujuan tanpa diumumkan) di kalangan para ulama bahwa sistem pemerintahan itu bisa dibuat sendiri-sendiri asal sesuai dengan maksud syar’i (maqaashid al sya’iy).
Kalaulah yang dimaksud sistem khilafah itu adalah sistem kekhalifahan yang banyak tumbuh setelah Nabi wafat, maka itu pun tidak ada sistemnya yang baku.
Di antara empat khalifah rasyidah atau Khulafa’ al-Rasyidin saja sistemnya juga berbeda-beda. Tampilnya Abu Bakar sebagai khalifah memakai cara pemilihan, Umar ibn Khaththab ditunjuk oleh Abu Bakar, Utsman ibn Affan dipilih oleh formatur beranggotakan enam orang yang dibentuk oleh Umar.
Begitu juga Ali ibn Abi Thalib yang keterpilihannya disusul dengan perpecahan yang melahirkan khilafah Bani Umayyah. Setelah Bani Umayyah lahir pula khilafah Bani Abbasiyah, khilafah Turki Utsmany (Ottoman) dan lain-lain yang juga berbeda-beda.
Yang mana sistem khilafah yang baku? Tidak ada, kan? Yang ada hanyalah produk ijtihad yang berbeda-beda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Ini berbeda dengan sistem negara Pancasila yang sudah baku sampai pada pelembagaannya. Ia merupakan produk ijtihad yang dibangun berdasar realitas masyarakat Indonesia yang majemuk, sama dengan ketika Nabi membangun Negara Madinah.
BERBAHAYA
Para pendukung sistem khilafah sering mengatakan, sistem negara Pancasila telah gagal membangun kesejahteraan dan keadilan. Kalau itu masalahnya, maka dari sejarah khilafah yang panjang dan beragam (sehingga tak jelas yang mana yang benar) itu banyak juga yang gagal dan malah kejam dan sewenang-wenang terhadap warganya sendiri.
Semua sistem khilafah, selain pernah melahirkan penguasa yang bagus, sering pula melahirkan pemerintah yang korup dan sewenang-wenang. Kalaulah dikatakan bahwa di dalam sistem khilafah ada substansi ajaran moral dan etika pemerintahan yang tinggi, maka di dalam sistem Pancasila pun ada nilai-nilai moral dan etika yang luhur. Masalahnya, kan, soal implementasi saja. Yang penting sebenarnya adalah bagaimana kita mengimplementasikannya
Maaf, sejak Konferensi Internasional Hizbut Tahrir tanggal 12 Agustus 2007 di Jakarta yang menyatakan ”demokrasi haram” dan Hizbut Tahrir akan memperjuangkan berdirinya negara khilafah transnasional dari Asia Tenggara sampai Australia, saya mengatakan bahwa gerakan itu berbahaya bagi Indonesia. Kalau ide itu, misalnya, diterus-teruskan, yang terancam perpecahan bukan hanya bangsa Indonesia, melainkan juga di internal umat Islam sendiri.
Mengapa? Kalau ide khilafah diterima, di internal umat Islam sendiri akan muncul banyak alternatif yang tidak jelas karena tidak ada sistemnya yang baku berdasar Al Quran dan Sunah. Situasinya bisa saling klaim kebenaran dari ide khilafah yang berbeda-beda itu. Potensi kaos sangat besar di dalamnya.
Oleh karena itu, bersatu dalam keberagaman di dalam negara Pancasila yang sistemnya sudah jelas dituangkan di dalam konstitusi menjadi suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia. Ini yang harus diperkokoh sebagai mietsaaqon ghaliedzaa (kesepakatan luhur) seluruh bangsa Indonesia. Para ulama dan intelektual Muslim Indonesia sudah lama menyimpulkan demikian.
MOH MAHFUD MD
Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN); Ketua Mahkamah Konstitusi RI Periode 2008-2013.

UPACARA MAPAG DEWI SRI

UPACARA MAPAG DEWI SRI
ADAT BERSENDI SYARIAT, SYARIAT BERSENDI KITABULLAH

Sebenarnya apa yang didhawuhkan oleh Guru Mulia KH Said Aqil Siroj tentang upacara Mapag Dewi Sri bukanlah hal baru, dan sudah lazim dilakukan sejak jaman dulu kala, ketika awalul muslimin menginjakkan kakinya di tanah Jawa.

Mapag Dewi Sri bukanlah ajaran Mbah Said seperti yang ditudingkan. Beliau hanya menjelaskan atas apa yang telah dipraktekkan secara turun temurun, telah berjalan sekian puluh generasi selama ratusan tahun.

Lalu bagaimana Islam menyikapi hal ini? Pendekatan paling gampang penjelasannya ialah apa yang telah dipraktekkan sendiri oleh Sayyidina Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Yang Mulia tidak memberangus tradisi jahiliyah yang ada, melainkan memeliharanya dan memasukkan nafas-nafas Islam di dalamnya.

Sebagai contoh: Thowaf. Jaman jahiliyah, orang mengelilingi Ka'bah dengan telanjang. Oleh Kanjeng Nabi, kegiatan tersebut dibiarkan tetapi jangan sampai telanjang. Maka diramulah tradisi jahiliyah itu menjadi Islami. Bahkan Ka'bah itu sendiri, bentuknya berubah ukuran karena pembangunan yang kurang dana ketika beliau usia 35 tahun hingga diangkat sebagai Rosul.

Artinya, beliau tahu persis sejarah, hingga bentuk Ka'bah sesuai aslinya. Namun hingga akhir hayat tidak pernah sedikitpun mengubahnya. Dibiarkan bentuk tersebut apa adanya sesuai dengan kemampuan bangsa Quraisy ketika memperbaikinya. Padahal, Ka'bah adalah Baitullah, dan menjadi arah kiblat bagi seluruh kaum Muslim sedunia.

Begitupun dengan Aqiqah. Jauh sebelum Kanjeng Nabi terlahir, tradisi keagamaan lokal sudah melakukannya. Caranya dengan menyembelih binatang tertentu, entah singa gurun atau kuda perang, atau onta pilihan, kemudian darahnya dimandikan anak yang diaqiqahi.

Oleh Kanjeng Nabi, aqiqah tetap diperbolehkan, tetapi yang disembelih cukup kambing saja. Darahnya dibuang, dagingnya bisa dinikmati oleh keluarga dan handaitolan. Tentu diberikan juga doa-doa terbaik untuk anak yang diaqiqahi. Sangat indah, bukan?

Ketika Islam hadir di Nusantara, terutama di Jawa, bangsa ini bukanlah bangsa primitif, terbelakang dan bodoh. Bangsa Jawa telah mengenal peradaban sangat maju dalam segala bidang. Salah satunya ialah adanya kepercayaan bahwa penjaga padi adalah Mbok Dewi Sri.

Oleh Para Wali, kegiatan tersebut ditelaah. Dalam tradisi Jawa, Mbok Dewi Sri dipercaya sebagai Dewi Kesuburan, menjaga padi. Ketika akan panen (sebenarnya ritualnya sejak akan menggarap sawah, bukan hanya panen saja) maka masyarakat akan mengadakan upacara berterimakasih, sekaligus mohon ijin kepada Dewi Sri untuk memindahkan padi dari sawah ke lumbung padi.

Lalu dibuatlah sesaji, nasi tumpeng, bunga, bakar menyan dan berbagai perlengkapannya. Setelah dibacakan berbagai japa mantra, maka persembahan tersebut ditinggalkan di sawah, dan keesokan harinya panen raya dilaksanakan.

Dalam konsep Islam, Gusti Allah SWT menugaskan Malaikat Mikail AS untuk menjaga kelangsungan makhluk bumi. Artinya, memang Gusti Allah menjadikan wasilah Malaikat dalam hal ini. Umat Islam juga diwajibkan bersyukur atas segala nikmat yang dianugerahkan.

Adapun segala bentuk sesaji tidak ada ada yang bertentangan dengan syariat Islam. Justru para wali-lah yang mengajarkan, supaya perlengkapannya tidak hanya satu, tapi berjumlah tujuh. Tujuh dalam bahasa Jawa disebut pitu. Dengan harapan, supaya kita senantiasa memperoleh pituduh (petunjuk yang benar), pitutur (nasehat yang baik), dan pitulungan (pertolongan). Jika panen raya secara bersama-sama, sesaji berjumlah jauh lebih banyak lagi.

Japa mantra diganti dengan doa-doa sesuai syariat Islam. Sesaji yang ditinggal di sawah dalam Islam adalah sebuah kemubadziran, karena itu dibuat lebih banyak. Setelah selesai didoakan, bisa dimakan bersama-sama. Diniati syukuran dan shodaqoh. Setelah itu keesokan harinya diadakan panen raya.

Akhirnya, panen berjalan dengan lancar, syariat Islam tidak ada yang dilanggar, syiar berjalan, dan Islam diterima mayoritas masyarakat Jawa. Masalah nama tidak perlu dipertentangkan. Setelah masyarakat Jawa menjadi Islam, pastinya sudah faham bahwa Dewi Sri adalah dongeng dan tidak ada masalah jika namanya tidak diganti. Tetap dengan sebutan Mapag Dewi Sri.

Yang jelas, doanya tetap kepada Gusti Allah, diiringi dengan sholawat, istighotsah, dan shodaqoh. Demikian pula dengan acara Sedekah Bumi, Nyadran dan berbagai acara adat lainnya. Maka jadilah kekuatan dahsyat dalam Islam Nusantara: adat bersendi syariat, syariat bersendi Kitabullah. Hingga kini tidak bisa ditembus dan dipecah belah.

Jadi, tidak ada yang salah dari dhawuh Guru Mulia KH Said. Beliau hanya menyambungkan apa yang telah diajarkan oleh para wali terdahulu. Saatnya kita bergandengan, bersatu padu mengambil hikmah dari semua tuduhan yang dihujamkan kepada amaliyah NU, Ulama NU dan organisasi NU.

Salah satu hikmahnya ialah: supaya Santri dan Kyai tidak berpangku tangan,  apalagi menjadikan Kitab-Kitab mahakarya para Ulama Mushonnif Al Mukhlashin sebagai pajangan semata. Tapi sudah mulai membuka kembali peninggalan berlian-berlian terindah yang masih kita warisi tersebut.

Shuniyya Ruhama
Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah-Weleri Kab. Kendal

USAHA PENTING, TETAPI BUKAN SEGALA-GALANYA

USAHA PENTING, TETAPI BUKAN SEGALA-GALANYA

Syekh Ibn Atailllah berkata: Min ‘alamat al-i’timad ‘ala al-‘amal, nuqshan al-raja’ ‘inda wujud al-zalal.

Terjemahan: Tanda seseorang bergantung pada amal dan karyanya adalah bahwa dia akan cenderung pesimis, kurang harapan manakala dia mengalami kegagalan atau terpeleset.

Ini kebijaksanaan yang mendalam. Bisa dipahami dalam pengertian “khusus” menurut para ahli mistik/tasawwuf. Atau dipahami secara awam.

Pengertian awam. Saya akan mulai dengan pemahaman yang awam dulu. Pemahaman orang-orang biasa. Seorang yang beriman seharusnya memiliki kesadaran bahwa ia bisa mencapai sesuatu bukan semata-mata karena pekerjaannya.

Kita berusaha, lalu berhasil. Kita bekerja, lalu sukses. Kita berdagang, lalu untung. Kita belajar, lalu menjadi orang pintar. Dan seterusnya. Semua hasil itu jangan semata-mata kita pandang sebagai melulu berkat usaha dan pekerjaan kita.

Kita harus menyisakan sedikit “ruang” bahwa keberhasilan kita ini jangan-jangan tidak seluruhnya karena faktor usaha kita, tetapi juga karena ada fakor X yang kita tidak tahu. Kehidupan manusia adalah sangat kompleks. Kita tidak bisa mengontrol seluruh faktor yang berpengaruh dalam tindakan sosial kita.

Ada faktor-faktor yang luput dari perhitungan dan kontrol kita. Faktor ini bisa membuat usaha kita sukses, bisa juga membuatnya gagal. Sebagai seorang beriman, kita percaya bahwa hanya Tuhan yang berkuasa atas faktor-faktor “misterius” semacam ini. Kalau Anda ateispun, Anda tetap bisa memahami logic di balik kata-kata bijak Ibn Ataillah ini.

Manfaat dari sikap semacam ini adalah: Anda tidak langsung pesimis dan putus asa saat gagal mencapai suatu hasil. Jika Anda berpikir bahwa usaha Anda adalah satu-satunya faktor penentu, saat Anda gagal, Anda boleh jadi akan “ngenes” dan sedih: Saya sudah bekerja keras, kenapa tetap gagal?

Ajaran ini mau memberi tahu kita agar kita rendah hati.

Pengertian khusus/mistik. Ada tiga jenis pekerjaan atau amal: amal syariat, amal thariqat, dan amal haqiqat.

Amal syariat adalah ketika Anda menyembah Tuhan sesuai dengan peraturan dan hukum agama. Amal thariqat adalah kesadaran bahwa saat Anda menyembah Tuhan, Anda tidak sekedar menyembah. Melainkan Anda sedang “on the journey”, sedang dalam petualangan dan perjalanan menuju Tuhan. Amal haqiqat adalah pengalaman spiritual yang disebut dengan “syuhud” atau “vision”.

Apa itu syuhud? Yakni: pengalaman mistik/spiritual yang hanya bisa dialami oleh seseorang yang sungguh-sungguh menjalani dua amal sebelumnya. Dalam pengalaman itu, Anda merasa seolah-olah berjumpa, menyaksikan (vision) Tuhan. Tentu bukan penyaksian dengan indera lahir. Melainkan dengan indera batin.

Jangan sekali-kali Anda mengira bahwa amal syariat dan thariqat bisa langsung, secara otomatis, membawa Anda kepada pengalaman haqiqat. Amal syariat dan thariqat adalah jalan atau wasilah menuju ke sana. Anda harus melalui jalan itu. Tetapi Anda sampai ke puncak haqiqat atau tidak, itu bukan sepenuhnya ditentukan oleh usaha kita sendiri, melainkan karena kemurahan (fadl) Tuhan.

Seorang yang bijak pernah berkata: Ketika seseorang telah sampai pada hakikat Islam, dia tak mampu berhenti berusaha/ beramal baik. Ketika seseorang memahami hakikat iman, dia tak akan mampu beramal/bekerja tanpa disertai Tuhan. Ketika seseorang sampai kepada hakikat ihsan (kebaikan), dia tak mampu berpaling kepada selain Tuhan.

Apa pelajaran yang dapat kita peroleh dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini?

Pertama, kita diajarkan agar tidak merasa paling alim sendiri, saleh sendiri, Islami sendiri, karena amalan kita. Sombong dan tinggi hati bukanlah perangai orang beriman.

Kedua, kita juga diajarkan untuk rendah hati, jangan merasa sok bahwa usaha kita menentukan segala-galanya. Sebab perasaan sombong semacam itulah yang akan menjerembabkan kita kepada perasaan  mudah putus asa, patah hati, pesimis.

Orang beriman harus optimis terus, tak peduli keadaan apapun yang sedang mengerubuti kita!

- Pesan Habib Ali Al-Jifri terkait meninggalnya Stephen Hawking

- Pesan Habib Ali Al-Jifri terkait meninggalnya Stephen Hawking

"Ketika seorang yang terkenal meninggal dunia, banyak diskusi dan perdebatan di kalangan kita tentang mengenang dan menghormati/menghargai kematian orang-orang non-muslim yang kembali mengemuka.

Banyak non-muslim yang hidup semasa Nabi Muhammad SAW dan tidak beriman kepadanya. Sebaliknya, mereka tetap pada agamanya atau tradisinya sendiri, dan meninggal tetap dalam keadaan demikian. Hal ini tidak menghalangi Nabi SAW untuk memuji karakter yang baik dan kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan. Al Mut'im bin Udday adalah salah satu dari orang yang seperti demikian itu. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda bahwa jika Al-Mut'im masih hidup dan meminta agar tawanan perang badar dibebaskan, maka Nabi akan melakukannya. Bahkan Nabi mengizinkan Hassan bin Tsabit Radiyallahu 'Anhu menulis beberapa sya'ir atau puisi untuk mengenang kebaikan peringai, karakter, dan kebaikan-kebaikan Al-Mut'im.

Begitu pula hari ini kita bersikap pada Stephen Hawking. Dia seharusnya dipuji dan dikenang atas tekadnya dalam menghadapi kondisi kesehatannya agar tidak menjadi penghalang dalam mengejar cita-citanya, pengetahuannya, dan manfaat yang ia sampaikan untuk kemanusiaan melalui kontribusinya untuk sains. Mengenai pandangannya soal hal-hal yang utama, kepercayaan, filosofi, itu semua bisa secara konstruktif dihadapi dengan prinsip penalaran yang masuk akal dan kritik yang intelektual.

Untuk perkara iman, tidak beriman, dan tempat terakhir seorang itu di surga atau neraka, hal-hal demikian itu adalah perkara yang hanya bisa diputuskan oleh Allah sendiri. Allah yang menciptakannya, ia Maha Tahu apa yang ada di hatinya, dan dalam keadaan apa ia meninggal. Petunjuk Nabi adalah obat untuk penyakit hati, fikiran, dan tubuh kita."

Demikianlah pendapat Habib Ali Al-Jifri yang saya terjemahkan ke Bahasa Indonesia meski mungkin terjemahan saya agak kurang di sana sini. Saya pribadi amat sangat setuju dengan cara pandang seperti ini, dengan sudut pandang seperti ini kita menjadi seorang yang beragama dan sekaligus memanusiakan manusia, melihat manusia dengan kacamata rahmat dan kasih sayang. Karena bagaimanapun kemanusiaan itu adalah wadah dari keberagamaan. Saya berharap dan berdoa semoga lebih banyak para 'alim ulama' yang menyerukan perdamaian seperti Habib Ali Al Jifri ini, meskipun saya tahu resikonya pastilah sangat besar, akan ada yang menuduh kafir, menuduh sesat, bahkan mungkin sampai pada ancaman jiwa.

Bertemanlah Dengan Gus

Bertemanlah Dengan Gus

Memiliki lingkungan yang baik sangatlah penting. Memiliki teman baik sangatlah penting. Dengan siapa kita berteman, akan menenukan nasib kita sekarang maupun masa depan.

Menurut pengalaman saya, paling enak itu punya teman Gus (jamaknya boleh Gawagis, boleh Agagis). Gus bisa merupakan putra kyai atau kyai muda, atau santri hebat yang beranjak menjadi kyai, atau bahkan kyai sepuh yang masih tetap dipanggil Gus.

Rata-rata Gus itu rejekinya gampang, dan mereka pasti loman alias dermawan. Jadi, jika kumpul dengan Gus, percayalah Anda tidak akan kelaparan. Lha wong misal si Gus ga punya uang, dia rela meminjam uang ke orang lain demi bisa berbuat kebaikan.

Jika Anda sedang berlatih dagang, misal masih kesulitan memasarkan barang, hubungi saja Gus, saya jamin pasti akan dibeli. Tawarkan apapun dagangan Anda, asal tidak menipu dan memang barang itu bisa diambil manfaatnya, pasti akan dibeli oleh Gus. Percayalah, Gus-Gus itu pembeli yang potensial.

Tak hanya berkaitan dengan soal duit dan materi begini. Soal yang berhubungan dengan kesusahan atau permintaan, Gus-Gus pasti ringan tangan memberikan bantuan. Jangankan misal Anda minta didoakan, andai minta dicarikan istri atau suami pun, sangat mudah Anda dapatkan.

Pada pokoknya, mereka itu dalam ajaran lama bisa disebut sebagai orang yang memiliki jiwa Brahmana sekaligus Jiwa Satria. Yakni jiwa selalu memberi, ikhlas demi mengharap ridho Tuhannya, sekaligus jiwa ingin memberi manfaat dan menjadi pelayan bagi umat.

Semangat para Gus itu seperti kaum Ansor kepada kaum Muhajirin. Masih ingat kisah kaum Ansor kan?
Penduduk Madinah yang sampai memberikan separuh hartanya untuk penduduk Mekkah yang hijrah bersama Rasulullah. Banyak diantara mereka yang memberikan istrinya untuk diperistri kaum muhajirin. Banyak riwayat tentang orang Ansor beristri lebih dari satu, menceraikan salah satu istrinya untuk diberikan, bahkan menanggung kebutuhan hidup saudaranya itu.

Pendek kata, Gus-Gus itu memang ditakdirkan Gusti Allah untuk menjadi pemberi suaka ekonomi maupun suaka politik, suaka lahir batin bagi makhluk lainnya.

Untuk semua Gus, mari kita bacakan ummul kitab Alfatihah.

Note: Gus dalam status ini berlaku juga untuk Ning/Neng/Nyai

Kepribadian ala lék Timin Berdasarkan Tanggal Lahir

Kepribadian ala lék Timin
Berdasarkan Tanggal Lahir
(percoyo sitik ae)

Lahir Tanggal 01, 10, 18, 19, 27 dan 28
Bersemangat, Bergairah
Berkesempatan Menjadi Pemimpin
Senang Menolong
Menggapai Cita-Cita dengan Sangat

Lahir Tanggal 02, 06, 07, 11, 20
Ber-Empati
Pelindung
Gemar Berteman
Nalarnya Tinggi
Logikanya Dipakai
Memahami

Lahir Tanggal 04, 05, 14, 16, 23 dan 25
Jiwanya Petualang
Suka Meng-Explore
Selalu Mencoba
Sifatnya Mengajak hal Baru

Lahir Tanggal 08, 13, 18, 17, 22, 24, 26 dan 31
Priorotas Keluarga
Sahabat itu Keluarga
Senang Menyendiri
Birahinya Tinggi

Lahir Tanggal 03, 09, 13, 15, 21, 29 dan 30
Kreatif
Berseni
Gemar Budaya
Berwawasan Luas

NU, role model Islam Moderat

Organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama (NU) menjadi role model Islam moderat yang mampu mewadahi berbagai kepentingan umat di Indonesia.

Salah satu organisasi paling pantas disebut mampu menjembatani perbedaan dan konflik horisontal adalah Nahdlatul Ulama. Tak terkecuali di tengah gonjang-ganjing Pilkada DKI Jakarta yang memang memiliki taraf kegaduhan setara Pilpres.

Organisasi yang acap disebut NU saja oleh masyarakat luas itu, bukan organisasi yang gemar kehebohan. Namun mereka kerap kali mampu menjadi penengah di tengah-tengah apa saja yang dihebohkan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan Indonesia sebagai negara dan Islam sebagai agama.

Ada banyak organisasi lain yang mengklaim sebagai organisasi Islam. Tapi tak sedikit yang diam-diam menjadikan pemberontak DI/TII sebagai referensi mereka. Dalam diam-diam itu juga, mereka bekerja bukan untuk menjaga Indonesia karena dinilai tidak lebih penting dari agama. Bahkan ada di antaranya yang ingin menggesernya dan menjadikannya sebagai negara Islam.

NU tidak begitu. Beragama bagi organisasi ini tak berarti Anda harus meremehkan peran agama. Keberadaan Anda sebagai pemeluk agama mayoritas tak serta merta bahwa Anda harus selalu jadi prioritas dan berada di tempat teratas dan mengangkangi pemeluk agama lainnya.

Itulah yang selalu dijaga organisasi tersebut.

Itu juga yang mereka wariskan pada penerus mereka, pada intelektual-intelektual muslim yang diarahkan untuk “think globally, act locally”. Anda dapat mencari ilmu dan menganut pola pikir ala belahan dunia manapun berdasarkan tempat terjauh yang mampu Anda jangkau untuk mencari ilmu, namun jangan lupa bertingkah laku secara membumi.

Sepanjang yang saya simak,  itu menjadi titik tekan organisasi tersebut. Bahwa Islam datang bukan untuk merusak yang telah ada, melainkan memperbaiki. Dan, memperbaiki tak selalu menuntut untuk merusak yang ada.

Bijak. Itulah yang ditanamkan oleh para sesepuh NU dan diajarkan pada kalangan Nahdliyyin. Untuk bijak tentu saja tak hanya mengandalkan kecerdasan saja, tapi juga berhati-hati pada efek-efek atau dampak dari kecerdasan.

Apalagi memang terbukti, tak sedikit yang susah payah mencari ilmu, namun alih-alih menunjukkan ilmu itu selayaknya sinar, mereka justru mendatangkan kegelapan.

Bagaimana tidak, betapa banyak orang yang berburu ilmu hingga keluar negeri namun saat kembali, ia justru membuat banyak hal menjadi gelap. Kedatangan mereka tak membuat umat menjadi mampu berpikir terang benderang, melainkan digelapkan oleh kebencian, dendam, kemarahan, dan hawa untuk merusak.

Baca Juga:  Pesan Positif Kunjungan Raja Salman ke Indonesia

Sekali lagi, NU tidak begitu. Karena organisasi ini membuktikan lewat penerus mereka, dari mendiang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hingga Kyai Mustafa Bisri (Gus Mus), Emha Ainun Najib (Cak Nun), dan sederet nama lainnya menjadi bukti “jihad” a la organisasi tersebut untuk menjadikan negeri ini selamat dari kegelapan.

Mereka tidak mengajarkan dendam atau kemarahan. Maka itu, kalangan yang bernafsu meluapkan jiwa kebinatangan berupa insting marah dan keinginan memangsa apa saja, kerap jengkel pada mereka. Tak heran jika kalangan ini sering kali menuduh para penerus NU dengan berbagai label-label menistakan.

Teranyar, Nusron Wahid, yang juga terkenal sebagai salah satu generasi muda NU pun, tak luput dari pelabelan tadi. Saat ia muncul dengan lantang melawan politisasi ayat suci Al Quran, justru dia dituding bekerja hanya untuk jabatan, popularitas, dan menggadaikan agama.

Yang dialami Nusron tentu bukan cerita baru.Toh kita yang pernah menyaksikan sepak terjang Gus Dur di eranya pun tak lepas dari berbagai tudingan miring dan dihujani fitnah. Alih-alih membakar ghirah pengikutnya untuk membalas para pemfitnahnya, Gus Dur memilih terus menularkan pemikiran-pemikirannya, dan sesekali dia mengenalkan lelucon-lelucon abadi yang menyindir kebebalan umat di negerinya.

Bagi Gus Dur, hidup itu bisa dibawa ke arah yang baik dengan pemikiran yang baik; tak hanya baik untuk diri sendiri atau menguntungkan diri sendiri dan kalangan sendiri, melainkan juga baik ke orang lain dan kalangan lain. Tak heran jika sepeninggal beliau, anak-anak negeri ini yang berasal dari agama lain pun merasa sangat kehilangan.

Kontras dengan kalangan yang seagama dengannya. Bahkan ada yang menghinanya, “Matanya saja buta, bagaimana dia dapat melihat kebenaran?” Seperti itulah salah satu tokoh yang biasa bersorban dan gemar berteriak takeber pernah menghina beliau. Tokoh ini hanya dielu-elukan pengikutnya saja, dan dikutuk oleh banyak orang dari yan seagama hingga yang tak beragama.

Baca Juga:  Perbedaan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang dan Olimpiade Munich

Sementara Gus Dur, dari alam kuburnya pun masih memancarkan wangi. Jangan bayangkan atau menyandingkan dengan eau de cologne atau parfum termahal yang Anda punya, yang bisa hilang lantaran dicuci. Nama Gus Dur wangi, lantaran ia di masa hidupnya berusaha menunjukkan Islam bukanlah agama perusak dan penghancur, melainkan berwajah damai dan teduh hingga menenangkan hingga ke yang berbeda agama.