Ngopi Neng Warung

Kronologi Lahirnya Para Teroris

Kronologi Lahirnya Para Teroris


Terorisme telah banyak membuat masyarakat menderita; yang muslim maupun yang bukan; Arab maupun non-Arab. Terorisme telah menjadi fenomena global yang menguras sumber daya dan energi. Terorisme telah banyak menjatuhkan korban, baik korban mati maupun yang menjadi pengungsi dan orang-orang terlantar. Terorisme jelas lahir dari cara berpikir radikal dan kejiwaan yang emosional; mereka membenci hidup dan kehidupan. 

Sifat orang yang hidup itu berkarya, sebagaimana Nabi SAW bersabda di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ashim bin Ubaidillah, dari Salim, dari bapaknya, bahwa “sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mukmin yang berkarya/ bekerja keras”. Demikian juga sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa orang yang paling baik bukanlah orang yang meninggalkan kepentingan dunia untuk mengejar akhirat atau meninggalkan akhirat untuk mengejar dunia sehingga dapat memadukan keduanya. Sesungguhnya kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju kehidupan akhirat.

 Rasulullah berwasiat agar jangan orang Islam itu menjadi beban orang lain. Mereka yang berpandangan ingin selalu merusak dan menebarkan teror adalah orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan (seperti yang digambarkan Rasulullah SAW tadi), apalagi dengan perubahan dan arus deras globalisasi. Oleh karena itu, terorisme bukanlah masalah perjuangan atau yang lainnya, melainkan adalah balas dendam karena hidupnya yang menyedihkan itu. 

Balas dendam inilah yang dipupuk baik-baik oleh para pengusaha terorisme demi terlahirnya para simpatisannya. Sejarah terorisme itu dimulai dari Khawarij yang mengangkat senjata untuk mewujudkan masyarakat ideal seperti pada era Khulafah al-Rasyidin. Padahal yang sesungguhnya adalah bahwa tema melawan ketidakadilan dan mewujudkan kebebasan hanyalah semacam politisasi yang bisa membenarkan semua tindakan teror-nya. Yang biasa terjadi adalah bahwa terorisme itu lahir karena masa kecil yang menyedihkan, kekurangan vitamin agama dan peradaban, fatwa-fatwa yang menghasut, dan paham agama yang salah.






Berikut ini adalah paham-paham agama yang biasanya disalahpahami sekaligus dipelesetkan agar disalahpahami: Pertama, jihad. Jihad adalah konsep Islam untuk melawan ketidakadilan dan agresi, serta untuk melindungi agama, manusia, tanah air, dan tempat-tempat suci. Jihad itu untuk melawan agresor, bukan malah melakukan agresi atas orang-orang yang tidak bersalah. Allah SWT berfirman, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (agresor).” (Q.S. al-Baqarah:190) Allah SWT tidak pernah menyukai agresi. Tindakan membakar, menghancurkan, dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah penyelewengan konsep Jihad yang diinisiasi oleh kaum Khawarij, yang telah menjadi monster ganas yang merusak. Tak ada yang selamat dari kejahatan mereka, dari mesjid-mesjid, sesama muslim, anak-anak, orang-orang tua, para ulama, anak, bahkan peninggalan-peninggalan sejarah hancur di tangan mereka. Jihad macam apa ini? Kedua, al-wala’ wa al-bara’. Konsep ini sudah lama diselewengkan oleh oleh muslim ekstrim ketika mereka menafsirkan ayat “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir”. Konsep “loyalitas terlarang” adalah pemahaman yang lemah di era dimana setiap orang saling bergantung atas dasar hubungan internasional. Mereka lupa bahwa konsep “loyalitas terlarang” itu jika ditujukan untuk melawan kepentingan umat Islam dan kemaslahatan mereka. Kita jadi bertanya-tanya, lalu dimanakah pemahaman dari ayat yang berbunyi: “Dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa-bangsa dan berkabilah-kabilah agar kalian saling mengenal.”? Ketiga, takfir (pengkafiran). Takfir (pengkafiran) adalah salah satu virus yang paling berbahaya yang melanda masyarakat kita. Bahaya takfir ini adalah dasar berpikirnya orang yang ingin menumpahkan darah orang lain dan merampas uang mereka. Kaum Khawarij tidak menumpahkan darah para Sahabat kecuali setelah mengafirkan mereka. Takfir adalah senjata yang digunakan oleh kelompok-kelompok ekstrim terhadap masyarakat dan rezim di negara mereka dan terhadap setiap organisasi atau individu yang menentang kepentingan mereka. Hampir tidak ada satu pun yang selamat dari bahaya takfir ini, baik ulama, pemikir, seniman, bahkan orang-orang biasa. Mereka hobi mengafirkan sesama manusia dan menyandarkan pengafiran itu kepada Allah. Padahal Islam tidak membenarkan pengafiran (man kaffara musliman fahuwa kafir), juga penghalalan darah orang-orang Islam dan orang-orang non-muslim ahlu dzimmah. Ideologi takfiri melahirkan generasi bom bunuh yang rela membunuh diri mereka (melanggar aturan Allah) juga membunuh orang-orang yang tak bersalah lainnya (pelanggaran atas aturan Allah yang lain). Ideologi Islam mana yang membenarkan diri mereka melanggar aturan Tuhan mereka? Keempat, amar ma’ruf nahi nunkar. Tidak ada mema’rufan (ma’ruf) lebih ma’ruf daripada keadilan. Dan tidak ada kemunkaran yang lebih munkar daripada kezaliman. Dalam rangka membangun masyarakatnya, muslim dituntut melakukan hal yang positif melalui pembelaan terhadap kebenaran dan perlawanan terhadap kebatilan. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk melakukan kekerasan, perusakan, pembunuhan, dengan dalih amar ma’ruf. Negaralah yang menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki monopoli hak untuk melakukan kekerasan yang sah jika dilakukan untuk melindungi masyarakat dari agresi dan korupsi. Inilah arti dari sabda Rasulullah SAW bahwa pemerintahan yang fajir (yang korup) lebih baik daripada pembunuhan dan pembodohan: “al-imarah al-fajirah khairun min al-haraj.” 408Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)408Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk mengirim ini lewat surel kepada seorang teman(Membuka di jendela yang baru)



 Copas

Kenapa Hizbut Tahrir Tak Berhak Mengklaim Hadis Khilafah ‘Ala Manhaj Al-Nubuwwah

Kenapa Hizbut Tahrir Tak Berhak Mengklaim Hadis Khilafah ‘Ala Manhaj Al-Nubuwwah


 Pada kesempatan kali ini, saya tak hendak membahas secara detail eskatologi akhir zaman dan kemunculan Imam Mahdi. Karena jika bicara detail, sudah tentu saya akan menjadi orang yang sok tau mengenai geopolitik Timur Tengah dan peta konfliknya. Saya hanya akan membahas eskatologi Islam. Tapi, kali ini saya tidak akan membahas dari riwayat-riwayat Ahlussunnah ansich, tapi juga dari riwayat Syi’ah. Kalau kemarin saya membahasnya dari kacamata Ahlussunnah Waljamaah saja, yaitu dalam artikel yang berjudul Urut-Urutan Munculnya Imam Mahdi Telah Dekat, sekarang, saya akan membahasnya juga dari kacamata Syiah. Anda akan terbelalak kaget, saat ternyata riwayat-riwayat itu menukik ke arah fakta yang terjadi sekarang ini. Walaupun saya meyakini, kebenaran riwayat ini tak akan merubah kebencian dan kecintaan Anda. Anda yang membenci Ali bin Abi Thalib dan keluarganya, akan tetap membencinya. Anda yang mencintai mereka, insya Allah akan tetapi mencintai.

 Yang menarik adalah bahwa eskatologi ini langsung menukik kepada sesuatu yang telah terjadi sekarang, yaitu Yaman. Seolah-olah riwayat-riwayat ini mengerti betul bahwa akan terjadi fitnah besar yang dikobarkan oleh faksi al-Sufyani. Siapakah faksi Sufyani itu? Dialah faksi yang sedang mengobarkan fitnah (cobaan besar) atas al-Yamani. Sekarang, Anda telah menyaksikan Saudi Arabia bersama dengan Al-Qaida, kelompok salafi, Ikhawanul Muslimin dan Hizbut Tahrir, dengan didukung oleh Amerika Serikat, Inggris, Turki dan Yordania menyuplai uang dan senjata untuk menurunkan Assad. Sementara Hizbut Tahrir adalah organisasi yang membantu Secret Service Inggris MI6, untuk kepentingan Anglo-Amerika di Timur Tengah dan Asia Tengah. (http://bit.ly/2oYcpKL, dan http://bit.ly/2BRWLWd). Padahal, faksi Sufyani inilah yang mengejar-ngejar Imam Mahdi dari arah Suriah saat berlindung di Ka’bah. Yang lucu adalah, orang-orang dari blok Sufyani inilah yang sekarang sedang getol mengakui hadis khilafah ‘ala manhaj al-nubuwwah. Padahal, orang-orang dari blok Sufyani inilah musuh khilafah yang sesungguhnya, Jika dalam Perang Dunia I dan II ada Blok Sekutu dan Blok Sentral, maka di masa yang akan datang, menurut hadis Nubuat, blok itu akan menjadi 3, yaitu Blok Sufyani, yang diwakili oleh negara-negara penggagas terbentuknya ISIS, perang Syria, Yaman, Libya, dan penjajahan atas Palestina; Blok Khurasan, yaitu Iran dan negara-negara sekutunya, dan Blok Yamani, yaitu wakilnya Imam Mahdi.

 Blok Sufyani sudah jelas merupakan Blok penjahat. Dalam hadis, Blok Sufyani membunuh penduduk Iraq dalam jumlah yang sangat banyak, bahkan sampai 100.000 jiwa. Jika Anda menghitung negara-negara yang sekarang menyerbu kekayaan Palestina, yaitu negara Uni Eropa, perusahaan-perusahaan energi multinasional, Amerika, dan Israel, maka minimal anggota Blok Sufyani adalah mereka. Blok Sufyani ini adalah blok negara-negara imperialis dan sekutunya yang hidup dari menjajah dan menjarah kekayaan bangsa-bangsa lain. Nah, Perang Dunia III akan terjadi diantara blok-blok itu. Dan wow, sekarang sekutu imperialis itu mengklaim hadis khilafah milik Imam Mahdi, how weird. Lihatlah riwayat-riwayat mengagumkan ini: خروج السفياني واليماني والخراساني في سنة واحدة ، في شهر واحد ، في يوم واحد ، نظام كنظام الخرز يتبع بعضه بعضاً ، فيكون البأس من كل وجه ، ويل لمن ناواهم. وليس في الرايات راية أهدى من راية اليماني ، هي راية حق لأنه يدعو إلى صاحبكم ، فإذا خرج اليماني حرم بيع السلاح على الناس ، وإذا خرج اليماني فانهض إليه فإن رايته راية هدى ، ولا يحل لمسلم أن يلتوي عليه ، فمن فعل ذلك فهو من أهل النار ، لأنه يدعو إلى الحق وإلى طريق مستقيم. “Munculnya Sufyani dan Yaman dan Khurasani dalam satu tahun, dan satu bulan dan satu hari dan mereka berurutan seperti manik-manik yang jatuh dari tali. Kesulitan, kesulitan dan kesusahan akan datang dari segala sisi. Tetapi, bagi yang tidak setuju dan memiliki permusuhan dengan mereka, ketahuilah tidak ada bendera seperti bendera Yaman dalam memandu (kalian); karena ini adalah bendera kebenaran akan membawa Anda ke pemimpin Anda Imam Mahdi. Ketika orang Yaman bangkit, diharamkanlah penjualan senjata kepada sesama manusia. Ketika al-Yamani muncul, cepatlah ke arahnya karena bendera-nya adalah bendera hidayah, seorang Muslim tidak boleh membangkang kepadanya. Jika dia melakukannya, maka dia menjadi penduduk neraka. Karena al-Yamani akan mengundang orang-orang ke jalan yang benar dan lurus,” (Bisharah al-Islam). Riwayat ini seolah mengerti bahwa akan ada bencana besar di Yaman yang dilakukan oleh para imperialis dan sekutunya atas Yaman. Hisham ibn Hakam telah mengutip bahwa dia berkata: “Ketika ‘pencari kebenaran’ muncul, Abu Abdullah Imam Sadiq ditanya: “Apakah Anda berharap orang ini adalah al-Yamani? Imam Ja’far berkata: لا. اليماني يتوالى عليا, وهذا يبرأ منه “ Tidak, al-Yamani orang yang mencintai Imam Ali, sedangkan orang ini membencinya,” (Bihar al-Anwar). Riwayat ini memperjelas bahwa al-Yamani adalah pecinta Imam Ali, bukan pembencinya. Bagaimana menurut Anda tentang Hizbut Tahrir; apakah mereka pecinta Imam Ali atau pembencinya? Nilailah sendiri kelakuan dan pendapat mereka selama ini. Nilailah sendiri persekutuan mereka dengan MI6 Inggris. 

Dalam narasi lain juga telah dikutip bahwa اليماني والسفياني كفرسي رهان “Al-Yamani dan al-Sufyani adalah seperti dua kuda balap, masing-masing mencoba untuk menyalip yang lain.” Dan dalam beberapa riwayat tentang Imam Mahdi, telah diriwayatkan: يخرج من اليمن من قرية يقال لها كرعة “ Dia (al-Yamani) akan muncul dari Yaman dari sebuah desa bernama Kar’ah,” (Bihar al-Anwar). Riwayat ini menjelaskan bahwa Sufyani dan al-Yamani itu selalu bertentangan. Jika ada pembenci Ali bin Abi Thalib, sekutu imperialis dalam perang Suriah (against Assad yang jelas-jelas melawan imperalis Barat dan Amerika, serta Israel), yang mengaku sebagai pemilik khilafah ‘ala manhaj al-nubuwwah, maka anggaplah mereka sedang ingin memintari kita. Kini kalian sudah faham siapa pemilik khilafah bukan? Jadi, tertawa sajalah jika mereka sedang membaca mantera. Dalam Bisharah al-Islam telah diriwayatkan begini: ثم يخرج ملك من صنعاء اسمه حسين أو حسن ، فيذهب بخروجه غمر الفتن ، يظهر مباركاً زاكياً ، فيكشف بنوره الظلماء ، ويظهر به الحق بعد الخفاء. “Kemudian seorang raja dari Sana’a dipanggil Hasan atau Husein akan bangkit. Dengan kemunculannya, semua fitnah (ujian berat di Yaman) akan berakhir, dia akan tampak muncul sebagai orang yang diberkahi dan dan murni. Dengan cahayanya, kegelapan akan lenyap dan kebenaran akan muncul.” Riwayat ini menampakkan fakta bahwa memang Yaman-lah yang sekarang ini berjuang melawan imperialis Barat dan para sekutunya yang sedang melancarkan fitnah besar di sana. Dari Yaman kiranya akan muncul al-Yamani dengan nama Hasan atau Husein itu. Sebuah hadis dari Imam Shadiq tentang orang dengan satu mata: Ubayd bin Zararah telah diriwayatkan dari Imam Sadiq dia berkata: ذكر عند أبي عبدالله عليه السلام السفياني فقال: أنى يخرج ذلك ولم يخرج كاسر عينه بصنعاء. “Saya bersama Abu Abdullah (Imam Sadiq) saat nama Sufyani disebutkan, dia berkata: bagaimana dia bisa muncul sementara si mata buta belum muncul?” Riwayat ini menyebutkan bahwa al-Yamani akan memecahkan mata Sufyani. Inilah tanda munculnya Imam Mahdi yang terakhir. Terakhir, saya akan sebutkan riwayat Ahlussunnah Waljamaah, yaitu dalam al-Mustadrak riwayat Abu Hurairah: يخرج رجل يقال له السفياني في عمق دمشق، وعامة من يتبعه من كلب، فيقتل حتى يبقر بطون النساء أو يقتل الصبيان،… ويخرج رجل من أهل بيتي في الحرة فيبلغ السفياني فيبعث إليه جنداً من جنده فيهزمهم “Seorang pria yang digelari Sufyani akan muncul dari kota Damaskus.” Gelar ini karena dia keturunan dari Abu Sufyan melalui jalur Yazid bin Muawiyah. “Kebanyakan dari pengikutnya berasal dari Bani Kalb.” Siapapun akan diperanginya, sekalipun harus merobek perut wanita dan membunuh anak-anak. Dia akan mengalahkan Bani Qais untuk kemudian berperang ke arah Kufah dan Khurasan. Di Khurasan, sekelompok pasukan dari Bani Hasyim dengan bendera hitam akan mengalahkan Sufyani. “Lalu seorang pria dari ahlulbaitku akan muncul di Hirrah.” Ketika kabar kemunculannya sampai pada Sufyani, dia akan mengirimkan pasukannya dari arah Irak. 

Sedangkan Al-Kar’ah adalah kota di barat laut Yaman yang terletak di provinsi Saada, sebelah utara ibukota Yaman, Sana’a. Daerah ini memiliki populasi Syiah Zaydiah yang dipimpin oleh Abdul Malik Houthi. Mayoritas Muslim di Yaman di bawah payung gerakan Islam Ansarullah menolak penindasan dan agresi bersenjata Kerajaan Zionis Wahabbi di Arab Saudi selama beberapa tahun terakhir. Ribuan Muslim Yaman telah terbunuh dan jutaan orang mengungsi sejak tahun 2004. Mereka—sampai sekarang—terus melawan penindasan Zionis Wahabbi di Arab Saudi yang didukung oleh AS dan NATO. Sekarang Anda telah mengerti siapa pemilik khilafah ‘ala manhaj al-nubuwwah. Anda pun telah tahu bahwa musuh al-Yamani tidak pernah menjadi al-Yamani, dialah al-Sufyani yang akan melawan Imam Mahdi dan kebenaran yang dibawanya. 

Blok Sufyani inilah yang menjadi perusuh di negara-negara damai, mengaku seolah-olah dialah pemilik khilafah ‘ala manhaj al-nubuwwah, padahal dia sedang bekerjasama dengan negara imperalis menghancurkan Suriah dalam US Planned Regime yang berencana menghancurkan 7 negara dalam 5 tahun, yang dimulai dari Iraq, Syria, Libanon, Libya, Somalia, Sudan, dan Iran. Lihatlah link ini http://bit.ly/2oZDc9s. Dalam link ini juga ada video pengakuan Wesley Clark. Atau mau lihat dokumennya? Boleh, lihatlah link ini http://bit.ly/2lbOGRJ, atau mau membaca keterangan tambahannya yang akan memperkaya pengetahuan Anda? Boleh, lihatlah link ini http://bit.ly/1L40ooe. Kesimpulannya adalah: mana mungkin penentang Ali bin Abi Thalib, pembenci ahlul bayt Nabi SAW, sekutu imperialis musuh Islam dan kemanusiaan, boleh mengklaim khilafah ‘ala manhaj al-Nabawiyyah. Semua yang mereka sebarkan itu ada dua jalan: Jalan ketaktahuan, dan jalan imperialisme.

Copas

Natas Nitis Netes

“Memayu hayuning pribadi; memayu hayuning kulawarga; memayu hayuning sesama; memayu hayuning bawana”.
Berbuat baik bagi diri sendiri, keluarga, sesama manusia, makhluk hidup dan seluruh dunia.

“Natas, nitis, netes”.
Dari Tuhan kita ada, bersama Tuhan kita hidup, dan bersatu.Natas, nitis, netes”. Artinya Dari Tuhan kita ada, bersama Tuhan kita hidup, dan bersatu dengan Tuhan kita kembali.

"Haul adalah tausiah itu sendiri."

 "Haul adalah tausiah itu sendiri."

Kalimat itu terucap dari KH Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus saat membuka tausiah dalam acara Sewindu Haul Gus Dur, di kediaman almarhum Gus Dur, Ciganjur, Jakarta Selatan, Jumat malam, (22/12/2017).

Kiai asal Rembang, Jawa Tengah, itu kemudian menjelaskan maksud dari kalimat yang ia ucapkan. Menurutnya, haul merupakan sebuah peringatan kematian, sekaligus menjadi momen mengambil pelajaran dari sosok yang diingat. Dalam hal ini, adalah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.





Bagi Gus Mus, Gus Dur merupakan seorang kawan sekaligus guru tentang banyak hal, terutama kemanusiaan. Menurutnya, Gus Dur adalah seorang yang telah mencapai tingkat pengaplikasian ukhuwah insaniyahyang dalam bahasa Indonesia berarti persaudaraan antarsesama manusia.

"Gus Dur dicintai manusia, karena mencintai kemanusiaan. Kacamata Gus Duradalah kemanusiaan. Bukan lagi golongan, kelompok atau agama," kata Gus Mus.

Kacamata kemanusiaan yang dipakai Gus Dur, kata Gus Mus, membuat mantan Ketua Umum PBNU itu tak lagi anti terhadap perbedaan melainkan mengedepankan sikap toleran, lantaran kacamata kemanusiaan memungkinkan Gus Dur melihat manusia liyan sebagai manusia seutuhnya yang masing-masing tercipta berbeda.

"Kalau orang yang masih menggunakan kacamata golongan, apalagi politik, yang dilihat ini PKB, itu PDIP, jadinya tidak kelihatan kalau sama-sama NU-nya," kata Gus Mus di depan Syaifullah Yusuf dan Khofifah Indar Parawansa, yang kebetulan ikut hadir dalam momen itu.

Gus Mus selalu mengingat Gus Dur sebagai orang yang kerap mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadinya. Sikap itu lantaran Gus Dur telah mempelajari banyak hal tentang kehidupan, baik dari teks suci dan pengetahuan maupun dari pengalaman.

Sepanjang hayatnya, kata Gus Mus, Gus Dur merupakan seorang petualang. Baik dalam makna an sich melakukan perjalanan ke banyak tempat, maupun dalam makna suka mempelajari hal-hal baru.

"Kalau ada yang berpandangan sempit, kata anak zaman now itu kurang piknik. Gus Dur sudah piknik ke mana-mana," kelakar Gus Mus yang disambut tawa ribuan hadirin.



Menjadi Sosok Pemersatu

Sosok Gus Dur yang mencintai kemanusiaan dan menghargai perbedaan juga diakui mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Meski tak pernah menjadi pengawal Gus Dur saat menjabat Presiden, Gatot merasakan hikmah dari sikap dan ide pluralisme yang diusung Gus Dur.

Menurut Gatot, ide pluralisme Gus Dur menjadi pemersatu bangsa Indonesia karena mampu menjembatani perbedaan di antara masyarakat Indonesia pascakonflik golongan 1998.

"Tanpa Gus Dur [saya rasa] bangsa ini sudah terpecah belah," kata Gatot dalam kesempatan yang sama.

Gatot membandingkan Indonesia saat itu dengan Suriah saat ini yang sedang bergejolak. Menurutnya, Suriah sebagai negara yang lebih kecil terpecah karena tidak bisa menjembatani perbedaan di antara masyarakatnya. Gatot juga membandingkan Indonesia dengan Yugoslavia dan Uni Soviet. Menurutnya, kedua negara itu pecah menjadi negara-negara baru karena perkara perbedaan agama, ekonomi dan bahasa.

"Salah satu pengabdian terbaik Gus Dur adalah membawa kemajuan Islam di Indonesia sebagai Ketua Umum PBNU yang menyebarkan Islam damai, sejuk dan toleran," kata Gatot.

Www.tirto.id

Da’i Opinioner dan Rumitnya Ilmu Hadis

Da’i Opinioner dan Rumitnya Ilmu Hadis



Dunia sekarang ini benar-benar telah dikuasai oleh opini. Saking merajalelanya opini, bahkan fakta pun didominasi oleh fakta opini. Artinya, siapa pun yang tega melemparkan opini-opini, walau tak berdasar sekalipun, akan dianggap sebagai pembawa fakta, bahkan kebenaran.

 Hal ini terjadi tidak hanya di dunia politik, tapi—bahkan—di dalam lembaga keagamaan, dalam hal ini Islam. Para pelempar opini ini mengerti bahwa kebanyakan pemeluk agama Islam—terutama di Indonesia—adalah orang awam: tidak mengerti ilmu nahwu, tidak juga mengerti ilmu hadis, tidak mengerti ilmu tafsir, apalagi menguasainya. Lalu dilemparlah terma “hadis ini dhaif” karena di dalamnya ada al-Walid bin Jami’, misalnya. “Masalah Nisfu Sya’ban itu hadisnya banyak yang dhaif, bahkan palsu,” dan seterusnya, dan seterusnya.

 Para da’i opinioner ini sangat mengerti bahwa apa yang diopinikannya akan di-taken for granted, tidak dikritisi, tidak juga akan dibantah. Kenapa? Anda tahu bahwa sebuah pertanyaan yang benar itu adalah pangkal dari segala jawaban yang benar juga. Jika Anda salah bertanya, Anda akan mendapatkan jawaban yang salah.

 Tapi, seseorang tidak mungkin dapat mengajukan pertanyaan yang benar atas opini tematik seperti term-term dalam ilmu hadis ini kecuali mengerti ilmunya. Jadi, yang diperlukan oleh seorang da’i opinioner hanya tinggal melempar opini: “Ini haram karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah,” katanya. Opini ini tinggal dilanjutkan dengan satu pertanyaan saja, maka opini ini akan menjadi kebenaran yang absolut bagi khalayak awam. Apa pertanyaannya? Da’i opinioner ini hanya perlu bertanya, “Coba bawakan bukti kepada saya bahwa Rasulullah pernah melakukan amalan nisfu Sya’ban!” Tentu saja audien yang awam tidak akan dapat memberikan apa yang diminta oleh da’i tersebut. Jika pun ada yang mampu menjawabnya, tentu tidak akan dilakukan di forum membuka komunikasi satu arah tersebut. 

Padahal, para pemeluk Islam di Indonesia ini tidak perlu susah-susah menjalankan agamanya. Di dalam Islam kita kenal ada beberapa imam madzhab: Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Ibnu Hanbal, plus Imam Ja’far (yang dikenal dengan madzhab Ja’fari). Apa yang diajarkan oleh para guru yang merujuk kepada para imam ini, ikutilah.

 Karena para imam ini adalah orang-orang mumpuni tidak hanya di dalam fiqih, tetapi juga dalam ilmu hadis, Izmir​ ushul, ilmu Tafsir, dan seterusnya.

 Mereka disebut Imam Madzhab karena ilmu mereka melebihi kualifikasi yang hanya dimiliki oleh seorang Imam ahli hadis saja, atau imam ahli tafsir saja, atau imam ahli sejarah saja. Artinya, jika ada pendapat Imam Syafi’i tentang Nisfu Sya’ban, yang diperkuat oleh Ibnu Nujaim, diperkuat lagi oleh Ibnu Hajar, didukung oleh al-Qurthubi, dipakai oleh para mufti di Mesir, misalnya, sangatlah sombong orang awam yang mengatakan bahwa pendapat itu berdasarkan hadis dhaif. Bahkan yang mengatakan itu adalah seorang muqallid yang tidak mengerti apa-apa tentang hadis. 

Mengertikah Anda kenapa hadis Nisfu Sya’ban ini didhaifkan? Karena ini adalah riwayat Ali bin Abi Thalib. Memang tidak semua riwayat Ali bin Abi Thalib didhaifkan. Tetapi, kebanyakan riwayat-riwayatnya—sebagaimana dia dan keluarganya diwajibkan untuk dilaknat di mimbar-mimbar selama puluhan tahun oleh Dinasti Umayyah—didhaifkan, termasuk riwayat ini. Baiklah kita akan membahas 3 orang hebat: Hisyam bin Muhammad al-Kalby (w. 204 H.), Ubaidillah bin Abi Rafi’ (w. 37 H.), dan al-Waqidi (w. 207 H.), yang nantinya akan bermuara kepada Ali bin Abi Thalib. Anda akan berkata, “Oh, ternyata semua pelemahan ini hanyalah masalah suka dan tidak suka kepada Ali bin Abi Thalib.” Hisyam al-Kalby itu orang hebat, karyanya mencapai 150 judul buku.

 Salah satu karya monumentalnya adalah mengenai perang Shiffin (Kitab Shiffin). Dari Addaruqutni, al-Uqaili, Ibnul Jarud, Ibnu Sakan, sampai Ibnu Hambal, mengatakan bahwa hadis darinya tidak layak diterima. Alasannya ada-ada saja: bahwa al-Kalby terlalu banyak pengetahuan sehingga terlalu banyak lupa. Padahal karya-karya al-Kalby banyak dirujuk oleh Ibnu abdul Barr, Ibnul Atsir, al-Dzahabi, dan Ibnu Hajar al-Asqalani. Kesini-sininya ketahuan bahwa al-Kalbi didhaifkan, dituduh tukang kibul, karena satu alasan: Syiah. Lalu, jika memang Syiah adalah alasan untuk melemahkan seorang muhaddits, bagaimana dengan Ismail bin Musa al-Fazari? Ismail ini, menurut Ibnu Hajar, adalah seorang Syiah Rafidhi. Al-Dzahabi menyebutnya sebagai Syiah Kufah.

 Padahal orang ini ada pada deretan perawi hadis di dalam Shahih Bukhari, Sunan Turmudzi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abu Dawud, dan seluruh orang mengatakannya Tsiqah, la ba’sa bihi, shaduq, dan seterusnya. Juga Bakir bin Abdillah al-Thai, Ibnu Hajar mengatakannya sebagai Syiah Rafidhah; tetapi pada saat yang sama Ibnu Hajar mengatakannya sebagai orang yang maqbul. Ibnu Abdillah al-Thai masuk dalam jajaran perawi Shahih Muslim. Berbeda dengan al-Kalby, kepada Ubaidillah bin Abi Rafi’ tidak ada yang berani menyalahkannya langsung, karena beliau adalah anak Abi Rafi’, yaitu sahabat yang merupakan sekretarisnya Ali bin Abi Thalib. Dialah yang menulis kitab Tasmiyatu Man Syahida Ma’a Amiiril Mukminin al-Jamal wa al-Shiffiin wa al-Nahrawan Mina al-Shahabat Radhiyallahu Anhum. Ibnu Hajar, orang yang banyak mengutip karya Ubaidillah bin Abi Rafi’, mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan Ubaidillah bin Abi Rafi’, tapi yang menjadi masalah adalah jika ada periwayatan yang di situ ada Dhirar bin Shurad. Dari Yahya bin Main, Daruquthni, Nasai, sampai al-Bukhari menganggapnya sebagai pendusta. Tetapi Ibnu Abi Hatim menganggapnya sebagai ahlul Quran dan muta’abbid.

 Begitu juga Yahya bin Ahdam dan al-Kisai, mereka menganggap bahwa Dhirar bin Shurad itu orang hebat. Ke sini-sininya ketahuan ada yang disembunyikan dari pencacatan nama Dhurar bin Shurad ini, yaitu contoh berikut ini. Hadis yang diriwayatkan oleh Dhurar, yang diceritakan kembali oleh Ibnu Abi Hatim, dari Mu’tamir, dari ayahnya, dari al-Hasan, dari Anas dari Nabi tentang keutamaan shabat tertentu yang ditolak oleh para ahli hadits. Untungnya ada Ibnu Hibban secara terang-terangan menuliskan isi hadis ini: dari Mu’tamir, dari ayahnya, dari al-Hasan, dari Anas, dari Nabi berkata kepada Ali bin Abi Thalib: Anta Tubayyin Liummati makhtalafuu fihi min ba’di (Engkau (Ali) akan menjadi orang yang menjelaskan perselisihan ummatkus setelah kepergianku).

 Demikian juga dengan al-Waqidi, hadis apapun yang disampaikan oleh al-Waqidi akan ditolak mentah-mentah oleh para ahli hadis, alasannya sepele: karena al-Waqidi adalah ahli sejarah. Padahal, al-Waqidi itu adalah atasannya Ibnu Sa’ad (seorang ahli hadis sekaligus seorang ahli sejarah). Dan Ibnu Saad sendiri banyak mengambil dari karya al-Waqidi dalam Thabaqat-nya. Sama dengan al-Kalbi dan Ubaidillah bin Abi Rafi’, konon al-Waqidi banyak meriwayatkan tentang Ali bin Abi Thalib, atau riwayat yang me-notorious-kan Yazid bin Muawiyah. Jadi, suka dan tidak suka dalam keilmuan itu sudah ada sejak zaman baheula, bahkan dalam periwayatan hadis.

 Kemudian atas dasar suka dan tidak suka, bahkan para ulama dapat melakukan apa saja untuk membuat nama orang yang tidak disukainya itu menjadi tidak terpakai. Padahal pada saat yang sama mereka yang berjanji tidak memakai hadis dari orang yang di-jarh itu, banyak menukil (men-copas) karya dari tokoh yang mempercayai tokoh yang tak dipercayai itu. Lalu apa masalahnya? Masalahnya adalah bagaimana mungkin seseorang—apalagi orang awam—bisa merasa paling benar dengan hadis tertentu, lalu dengan kepalingbenarannya itu dia membid’ahkan dan mengkafirkan orang lain? Padahal sumbernya pun begitu dinamis. 

Maka, seseorang yang merasa sebagai ilmuwan sekalipun, apalagi hanya sekedar pemeluk agama, hendaknya berpikiran terbuka: bisa jadi saya salah, bisa jadi orang lain yang benar, dan seterusnya. Karena bisa jadi faham-faham yang kita percayai salah itu memiliki kebenaran tertentu yang kita belum bisa fahami.

Menyerupai suatu kaum

Menyerupai Suatu Kaum: Hadits, Konteks Budaya, Dan Tahun Baru 2018


Dalam hukum Islam ada kaidah al-‘adah muhakkamah. Tradisi yang tak bertentangan langsung dengan pokok-pokok akidah bisa diakui dan diakomodir dalam praktik maupun ekspresi keislaman kita. Kaidah ini membuat Islam bisa menerima berbagai budaya tanpa harus kehilangan identitas keislaman kita.

Minggu, 31 Desember 2017

Hanya dengan satu hadits ini, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Daud dan Ahmad), banyak ustaz yang lantang mengharamkan hampir semua aspek kehidupan kita saat ini. Bagaimana cara kita memahami hadits ini dalam tinjauan ilmu hadits, sejarah, politik dan budaya?

Berbeda dengan imajinasi pihak tertentu, dari mulai Prof Samuel Huntington sampai Emak-emak yang hobi main medsos, yang membayangkan terjadinya benturan budaya, sesungguhnya peradaban manusia dibangun lewat perjumpaan dan percampuran berbagai budaya di dunia ini. Dari mulai bahasa, pakaian, makanan, karya seni, teknologi sampai olahraga terdapat titik-titik kesamaan yang kemudian bila dilacak ke belakang kita akan kesukaran menentukan identitas asli tradisi tersebut.

Ambil contoh, memakan dengan sumpit. Kawan bule saya keheranan saya tidak bisa menggunakan sumpit padahal sudah 20 tahun lebih tinggal di Australia. Ganti saya yang keheranan ketika sumpit dihubungkan dengan tradisi Australia. Bukannya ini berasal dari Cina? Kawan bule saya dengan santai bilang: “Aslinya sih begitu, tetapi semua anak Ausie tahu cara pakai sumpit.”

Saya beri satu contoh umum lagi, sebelum kita masuki contoh yang kontroversial. Sepak bola modern berasal dari Inggris. Paling tidak itu kata kawan saya yang penggemar berat Arsenal. Tapi ternyata olahraga ini punya sejarah panjang dari mulai permainan cuju di Cina, sampai permainan epyskiros di Yunani.

Dan kini setiap menyebut sepak bola, dunia tidak lagi mengingat pemain Inggris, Cina atau Yunani, tetapi Messi dari Argentina dan Ronaldo dari Portugal (keduanya bermain di Liga Spanyol). Dan saya menduga baik Messi maupun Ronaldo juga tidak keberatan makan dengan sumpit.

Nah, bisakah hanya gara-gara makan dengan sumpit atau menjadi penggemar bola, Anda kemudian dianggap bagian dari mereka? “Mereka” itu siapa? Itu saja tidak jelas karena untuk sampai kepada “mereka”, perjalanan sumpit dan sepak bola itu panjang melintasi benua dan samudera. Tapi bukankah sebagai orang Jawa, Sunda, Bugis atau Ambon Anda tetap tidak merasa kehilangan kejawaan, kesundaan, kebugisan atau keambonan Anda hanya karena makan mie pangsit dengan sumpit atau mengoleksi berbagai atribut Real Madrid atau  Barca?

Lantas apa maksud hadits di atas? Saya dulu pernah menjelaskan soal politik identitas. Saya kutip sebagian:

Pada masa Nabi Muhammad hidup lima belas abad yang lampau, identitas keislaman menjadi sesuatu yang sangat penting. Tapi bagaimana membedakan antara Muslim dengan non-Muslim saat itu? Bukankah mereka sama-sama orang Arab yang punya tradisi yang sama, bahasa yang sama bahkan juga berpakaian yang sama? Untuk komunitas yang baru berkembang, loyalitas ditentukan oleh identitas pembeda.

Pernah pada suatu waktu, orang kafir menyatakan masuk Islam di pagi hari, dan kemudian duduk berkumpul bersama-sama komunitas membicarakan strategi dakwah, tapi di sore hari orang itu menyatakan dia kembali kafir lagi. Maka, murkalah Nabi. Tindakan itu dianggap sebuah pengkhianatan terhadap loyalitas komunal. Di sini muncullah hukuman mati terhadap orang murtad, yang di abad modern ini mirip dengan hukuman terhadap pengkhianat dan pembocor rahasia negara.

Mulailah Nabi Muhammad melakukan konsolidasi internal: loyalitas dibentengi dengan identitas khusus. Nabi melakukan politik identitas: umat Islam dilarang menyerupai kaum Yahudi, Nasrani, Musyrik bahkan Majusi. Maka, keluarlah aturan pembeda identitas dari soal kumis-jenggot, sepatu-sendal, dan warna pakaian. Pesannya simpel: berbedalah dengan mereka. Jangan menyerupai mereka, karena barang siapa yang menyerupai mereka, maka kalian sudah sama dengan mereka.

Inilah konteks hadits di atas: politik identitas dari Nabi untuk komunitas Islam saat itu. Nah, para ustaz jaman now yang gemar mengutip haditstasyabuh ini sebenarnya juga hendak mengukuhkan identitas keislaman kita bahwa kita berbeda dengan “mereka”. Namun para ustaz lupa bahwa kita tidak lagi hidup di komunitas terbatas seperti perkampungan Madinah 15 abad lalu.

Kita sekarang sudah menjadi citizen of the world (warga dunia). Kondisi sudah berubah, identitas keislaman tidak akan tergerus oleh pembeda yang berupa asesoris semata. Identitas keislaman saat ini adalah akhlak yang mulia.

Secara sanad, hadits di atas juga tidak diriwayatkan oleh dua kitab utama, Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Para ulama hadits juga berbeda menentukan derajat hadits itu. Ada yang mensahihkan, ada yang memandang hadits itu hasan, bahkan ada pula yang mendhaifkannya. Bagi yang mengkritik perawi hadits di atas, mereka misalnya menemukan persoalan pada Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban.

Ahmad bin Hanbal mengatakan hadits yg diriwayatkan perawi ini munkar. Abu Dawud mengatakan tidak mengapa dengannya. An-Nasa’i mengatakan dha’if. Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa yang bersangkutan itu jujur, tapi sering keliru, dianggap bermazhab Qadariyyah, dan berubah hapalannya di akhir usianya.

Mengapa para ustaz tidak menjelaskan perbedaan status sanad hadits ini dan juga konteks kemunculannya? Saya berbaik sangka para ustaz tidak punya kesempatan yang cukup untuk menjelaskannya di video youtube mereka yang viral itu.  Wa Allahu a’lam.

Saya ingin sekali lagi menunjukkan betapa pentingnya memahami hadits sesuai konteksnya. Misalnya ada riwayat:

“Berbedalah kalian dengan Yahudi, karena mereka salat tidak pakai sandal dan sepatu” (HR Abu Daud).

Guru saya, Prof Dr KH Ali Mustafa Ya’qub, pernah menjelaskan bahwa kondisi masjid di zaman Nabi itu tidak pakai lantai. Hanya beralaskan tanah atau pasir. Maka, kita paham konteksnya. Bayangkan kalau hadits ini sekarang kita pakai apa adanya dan kita masuk masjid dengan sandal dan sepatu. Kita akan diteriakin bahkan mungkin dianggap penista Islam. Itulah gunanya memahami konteks hadits.

Yang dulunya diwajibkan, malah bisa dilarang, ketika konteksnya berubah. Abu Yusuf, murid utama Imam Abu Hanifah, dengan cerdas mengeluarkan kaidah: “Jika suatu nash muncul dilatarbelakangi sebuah tradisi, dan kemudian tradisi itu berubah, maka pemahaman kita terhadap nash itu juga berubah.”

Di samping itu, tidak benar kalau Rasulullah selalu hendak berbeda dengan kaum non-Muslim. Misalnya HR Bukhari-Muslim ini:

“Nabi SAW tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab : ”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka, beliau Rasulullah menjawab : ”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.”

Saya sudah jelaskan bahwa cara berpakaian orang Arab baik Muslim maupun non-Muslim saat itu serupa, maka penanda yang tampak seperti tampak di wajah itu menjadi penting bagi identitas keislaman pada saat itu seperti riwayat ini:

“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR Muslim).

Tapi bagaimana dengan model sisiran? Ternyata Nabi tidak menyelisihi non-Muslim. Kenapa? Karena rambut tertutup sorban sehingga apa pun model sisiran rambut tidak akan menjadi penanda identitas. Perhatikan riwayat ini:

“Dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah dahulunya menyisir rambut beliau ke arah depan hingga kening, sedangkan orang-orang musyrik menyisir rambutnya ke bagian kiri-kanan kepala mereka, sementara itu Ahlul Kitab menyisir rambut mereka ke kening. Rupanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih suka bila bersesuaian dengan apa yang dilakukan oleh Ahlul Kitab dalam perkara yang tidak ada perintahnya. Namun kemudian hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyisiri rambutnya ke arah kanan-kiri kepala beliau”. (HR Bukhari)

Nah, kalau kita memahami teks riwayat di atas secara apa adanya, apa kita berani mengatakan bahwa Rasulullah serupa dengan non-Muslim dan telah menjadi bagian dari mereka hanya karena model sisirannya sama? Yang heboh nanti sobat saya, Kang Maman Suherman, yang plontos itu. Dia akan bingung mau nyisir model apa biar gak dianggap kafir!

Begitu juga soal jenggot dan kumis, kini tidak lagi menjadi satu-satunya pembeda antara identitas Muslim dengan non-Muslim. Banyak selebriti yang sekarang memelihara jenggot dan tidak berkumis, begitu juga para tokoh non-Muslim yang juga seperti itu. Apa mereka menjadi Muslim atau kita yang menjadi kafir gegara punya jenggot?

Sekarang bagaimana dengan perayaan tahun baru? Bagaimana dengan perayaan Valentine? Bagaimana dengan ucapan selamat hari ibu, selamat ulang tahun, selamat atas wisuda, selamat atas promosi jabatan? Bagaimana kalau kita pakai celana jeans, atau dasi dan jas?

Untuk perempuan, tahukah Anda sejarah bra? Zaman Rasul gak ada muslimah yang pakai bra, itu tradisi Eropa abad ke-18. Bolehkah Anda sekarang pakai bra? Untuk yang lelaki, bagaimana kalau kita pakai topi cowboy atau topi ulang tahun, atau topi santa?

Saya sudah jelaskan konteks hadits tasyabuh dan dikaitkan dengan hadits lain serta pemahaman kita akan interaksi berbagai budaya di dunia. Kembali ke contoh awal di tulisan saya ini, apa Anda lantas merasa jadi kafir hanya karena makan dengan sumpit dan menonton atau ikut bermain sepak bola?

Dalam tradisi hukum Islam dikenal kaidahal-‘adah muhakkamah. Tradisi yang tidak bertentangan langsung dengan pokok-pokok akidah itu bisa diakui dan diakomodir dalam praktik maupun ekspresi keislaman kita. Kaidah ini membuat Islam bisa menerima berbagai budaya tanpa harus kehilangan identitas keislaman kita. Itu pula yang dilakukan Walisongo saat mengakomodir budaya dan tradisi Nusantara.

Saya tidak ingin memberi fatwa boleh atau tidaknya merayakan ini dan itu, boleh tidaknya memakai ini dan itu. Anda putuskan sendiri saja. Semoga penjelasan saya ini cukup menjadi bahan pertimbangan Anda. Hidup ini pilihan. Selamat memilih, dan Selamat Tahun Baru 2018!


Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School, Australia.
❤🇮🇩

Sejarah berdirinya NU

DAWUH MAULANA AL-HABIB LUTHFI BIN YAHYA TENTANG BERDIRINYA NAHDLATUL ULAMA (NU).
Dulu saya sering duduk di rumahnya kiyai abdul fattah untuk mengaji. Disitu ada seorang wali, namanya kiyai irfan kertijayan. Kiyai irfan adalah sosok yang nampak hafal keseluruhan kitab ihya ulumiddin, karena kecintaannya yang mendalam pada kitab tersebut. Setiap kali bertemu saya beliau pasti memandang saya, lalu menangis. Disitu ada kiyai abdul fattah dan kiyai abdul adzim.
Lama kelamaan kiyai irfan bertanya, "bib, saya mau bertanya. Cara berpakaian anda kok sukanya sarung putih, baju putih, kopyah putih, persis guru saya.
"Siapa kiyai?". Jawab saya.
"Habib hasyim bin umar". Jawab beliau.
Saya mau ngaku cucunya, tapi kok masih seperti ini, masih belum bisa menjadi orang baik, batinku dalam hati. Mau mengingkari/berbohong, tapi kenyataanya memang benar saya adalah cucunya habib hasyim. Akhirnya kiyai abdul adzim dan kiyai abdul fattah yang menjawab. "lha beliau itu cucunya".
Lalu kiyai irfan merangkul dan mencium saya sembari menangis hebat saking gembiranya. Kemudian beliau berkata, mumpung saya masih hidup, saya mau cerita bin, tolong di tulis.
Cerita apa kiyai? "Jawabku".
“Begini,” kata Kyai Irfan mengawali ceritanya. Mbah Kyai Hasyim Asy’ari setelah beristikharah, bertanya kepada Kyai Kholil Bangkalan, bermula dengan mendirikan Nahdlatut Tujjar dan Nahdlah-nahdlah yang lainnya, beliau merasa kebingungan. Hingga akhirnya beliau ke Mekkah untuk beristikharah di Masjidil Haram. Di sana kemudian beliau mendapat penjelasan dari Kyai Mahfudz at-Turmusi dan Syaikh Ahmad Nahrawi, ulama Jawa yang sangat alim. Kitab-kitab di Mekkah kalau belum di-tahqiq atau ditandatangani oleh Kyai Ahmad Nahrawi maka kitab tersebut tidak akan berani dicetak. Itu pada masa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Mekkah pada waktu itu.
Syaikh Mahfudz at-Turmusi dan Syaikh Ahmad Nahrawi dawuh kepada Kyai Hasyim Asy’ari, “Kamu pulang saja. Ini alamat/pertanda NU bisa berdiri hanya dengan dua orang. Pertama Habib Hasyim bin Umar Bin Yahya Pekalongan, dan kedua Kyai Ahmad Kholil Bangkalan (Madura).”
Maka Kyai Hasyim Asy’ari pun segera bergegas untuk pamit pulang kembali ke Indonesia. Beliau bersama Kyai Asnawi Kudus, Kyai Yasin dan kyai-kyai lainnya langsung menuju ke Simbang Pekalongan untuk bertemu Kyai Muhammad Amir dengan diantar oleh Kyai Irfan dan kemudian langsung diajak bersama menuju kediaman Habib Hasyim bin Umar.
Baru saja sampai di kediaman, Habib Hasyim langsung berkata, “Saya ridha. Segeralah buatkan wadah Ahlussunnah wal Jama’ah. Ya Kyai Hasyim, dirikan, namanya sesuai dengan apa yang diangan-angankan olehmu, Nahdlatul Ulama. Tapi tolong, namaku jangan ditulis.” Jawaban terakhir ini karena wujud ketawadhuan Habib Hasyim.
Kemudian Kyai Hasyim Asy’ari meminta balagh (penyampaian ilmu) kepada Habib Hasyim, “Bib, saya ikut ngaji bab hadits di sini. Sebab Panjenengan punya sanad-sanad yang luar biasa.” Makanya Kyai Hasyim Asy’ari tiap Kamis Wage pasti di Pekalongan bersama Hamengkubuwono ke sembelian yang waktu itu bernama Darojatun, mengaji bersama. Jadi Sultan Hamengkubowono IX itu bukan orang bodoh, beliau orang yang alim dan ahli thariqah.
Setelah dari Pekalongan Kyai Hasyim Asy’ari menuju ke Bangkalan Madura untuk bertemu Kyai Ahmad Kholil Bangkalan. Namun baru saja Kyai Hasyim Asy’ari tiba di halaman depan rumah Kyai Kholil sudah mencegatnya seraya dawuh, “Keputusanku sama seperti Habib Hasyim!” Lha ini dua orang kok bisa kontak-kontakan padahal Pekalongan-Madura dan waktu itu belum ada handphone. Inilah hebatnya.
Akhirnya berdirilah Nahdlatul Ulama. Dan Muktamar NU ke-5 ditempatkan di Pekalongan sebab hormat kepada Habib Hasyim bin Umar. Jadi jika dikatakan Habib Luthfi kenceng (fanatik) kepada NU, karena merasa punya tanggungjawab kepada Nahdlatul Ulama dan semua habaib. Dan ternyata cerita ini disaksikan bukan hanya oleh Kyai Irfan, tapi juga oleh Habib Abdullah Faqih Alattas, ulama yang sangat ahli ilmu fiqih.
Maka dari itu Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alattas dengan Habib Hasyim Bin Yahya tidak bisa terpisahkan. Kalau ada tamu ke Habib Hasyim, pasti disuruh sowan (menghadap) dulu kepada yang lebih sepuh yakni Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alattas. Dan jika tamu tersebut sampai ke Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib maka akan ditanya, “Kamu suka atau tidak kepada adikku Habib Hasyim bin Umar?” dengan maksud agar sowannya ke Habib Hasyim saja. Itulah ulama memberikan contoh kepada kita tidak perlunya saling berebut dan sikut, tapi selalu kompak dan rukun.
Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alattas wafat tahun 1347 Hijriyah bulan Rajab tanggal 14, dan haulnya dilaksanakan tanggal 14 Sya’ban. Tiga tahun setelahnya, tahun 1350 Hijriyah, Habib Hasyim bin Umar Bin Yahya wafat. Setahun kemudian (1351 H) adalah wafatnya Habib Abdullah bin Muhsin Alattas Bogor. Waktu itu banyak para ulama besar seperti Mbah Kyai Adam Krapyak dan Kyai Ubaidah, merupakan para wali Allah dan samudra ke ilmuan.
الحمد لله الذي جعلنا من امة سيد الانبياء والمرسلين وهدانا الي طريق الاولياء و العلماء النهضيين.
اللهمّ صلّ وسلّم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين.
💖💖💖

Wali Nyleneh Gus Ud, Jendral Nasution Dan Pesawat Mogok.

Wali Nyleneh Gus Ud, Jendral Nasution Dan Pesawat Mogok.

Suatu hari Jend. A.H Nasution diantar KH Mahrus Ali Lirboyo sowan ke Gus Ud. Sampai disana diberi segelas air suwuk (air yang sudah didoakan oleh Gus Ud) sambil berucap:

“ombehen lee, kowe ben selamet” 
(minumlah nak, biar kamu selamat). 

Dan terbukti ketika meletus insiden G-30S PKI, Jend. A.H Nasution adalah satu-satunya target yang selamat.

Gus Ud mendapat derajat kewalian sejak masih kecil. Gus Ud sangat nakal dan banyak tingkah hingga membuat ayahnya sering marah kepadanya. Setiap ayahnya mengajar sering terganggu oleh suara-suara teriakan Gus Ud kecil.

Suatu saat ayahnya menegur beliau sambil membentak "Kamu ini banyak tingkahnya, makanya gak bisa ngaji!“ . 

Kemudian si kecil Gus Ud menimpali teguran ayahnya ”Ngajar ngajinya saya ganti ya?“

Ayahnya heran dengan ucapan anaknya yang baru berusia 8 tahunan itu. Gus Ud langsung mengambil kitab kuning ayahnya tersebut dan langsung membacanya. 

Meski kitab itu gundul (tak berharokat), Gus Ud kecil lancar membacanya berikut menjelaskan semua keterangan kitab itu. Ayahnya terheran-heran dan sejak itulah sang ayah membiarkan saja apa yang dilakukan putranya itu.

Saat musim haji, Gus Ud berangkat haji dengan KH Mas Zubeir bin Harits. Ketika pesawat mau berangkat, di dalam pesawat itu Gus Ud membaca marhabanan dengan suara keras dan tidak teratur sambil memukulkan sesuatu yang dipakai untuk musiknya

Semua yang melihat tidak berani melarang karena paham siapa itu Gus Ud. Hanya salah satu awak pesawat lelaki menegur Gus Ud dengan halus,

"maaf pak, pesawat mau berangkat, tolong berhenti dulu “ katanya. 

Lalu Gus Ud berhenti mambaca marhabanan dengan hati yang dongkol. Lalu apa yang terjadi? Sampai beberapa jam mesin pesawat tidak mau hidup!

Setelah diperiksa, ternyata tidak ada masalah. Tapi tetep saja mesinnya tidak bisa hidup. Akhirnya salah satu jama’ah haji ada yang menegur awak pesawat tadi agar minta maaf pada Gus Ud.

Setelah awak pesawat tadi minta maaf, Gus Ud langsung membaca marhabanan seperti tadi dengan suka cita Dan mesin pesawat langsung hidup dan berangkat ke saudi dengan selamat.

#Buat beliau al Fatihah..

Foto: Jendral AH Nasution, Gus Ud dan KH Mahrus

Pemuja Barat dan Arab

Ini perlu dibaca, maaf kl ada yg krg berkenan🙏🏻

Mudah2an kita jadi melek yaa setelah baca tulisan ini
KIRIMAN PROF.SUMANTO AL QURTUBY DOSEN DI KING FAHD UNIVERSITY FOR PETROLEUM AND GAS ARAB SAUDI.......................................................... ****SEPUCUK SURAT DARI TEMAN DI ARAB SAUDI :****
                                     
Warta islami ~ Saya membuat tulisan ini, bukan untuk merendahkan bangsa saya, Indonesia tercinta.

Bukan pula menyerang negara Arab, khususnya Arab Saudi tempat di mana saya berdomisili saat ini.

Tujuan tulisan singkat saya ini untuk *memberikan wawasan / kesadaran* kepada teman-teman, kakak, dan adik-adik saya dan sesama saudara warga negara Indonesia di mana saja berada.

Agar bisa memilih dan memilah, mana yang bisa dijadikan panutan / pedoman, serta mana pula yang harus diwaspadai.

Harapan saya hanya satu :
Semoga Bangsa Indonesia selalu dirahmati oleh Allah Tuhan Alam Semesta, Pencipta langit dan bumi beserta segala isinya, dan anak-anak bangsa ini - termasuk saya - tidak menjadi bangsa yang inferior (rendah diri), tidak mudah kagum, dan tidak mudah menjadi beo.

Begini, saya melihat *hubungan antara Arab ( khususnya Arab Teluk ), Barat ( khususnya Amerika ), dan Indonesia ( khususnya yang mengagumi Arab ) itu unik, menarik, dan lucu !*

Negara-negara Arab, khususnya Teluk itu “sangat Barat” dan jelas2 pro-Amerika (dan Inggris).

Hampir semua produk2 Barat dari ecek-ecek (semacam restoran fast foods) sampai yg berkelas dan bermerk untuk kalangan berduit, semua ada di kawasan ini.

Mall-mall megah dibangun, a.l., untuk menampung produk-produk Barat tadi.

Warga Arab menjadi konsumen setia karena memang mereka hobi shopping
(bahkan terkadang lalai dengan sembahyang).

Orang-orang Barat juga mendapat “perlakuan spesial” disini, khususnya yang bekerja di sektor industri (gaji tinggi, fasilitas melimpah).

Mayoritas orang-orang Arab juga sangat hormat & inferior (rendah diri) terhadap orang-orang Barat.

Saya sering jalan bareng bersama “kolega bule”-ku ke tempat pameran barang-barang branded tsb, dan mereka menganggap saya adalah “jongosnya”.

*Bagi orang2 Arab, non-bule darimanapun asalnya apapun agama mereka adalah “Kelas Buruh”, sementara org bule, sekere & sebego apapun mereka, beragama atau tidak beragama, dianggap “kelas elit”.*

Mereka baru menaruh rasa hormat, kalau sudah tahu “siapa kita”.

Sejumlah universitas2 beken di Amerika juga membuka cabang di Arab Teluk, selain Saudi, (Georgetown, New York Univ, Texas A & M, Carnegie Melon Univ, dll).

Di bawah bendera King Abdullah Scholarship, Saudi telah mengirim lebih dari 150 ribu warganya untuk belajar di kampus-kampus Barat, khususnya Amerika, Kanada & Eropa (jg Aussie).

Tidak ada satu pun yang disuruh belajar ke Indonesia !
Sementara (sebagian) warga Indonesia memimpikan belajar di Arab Saudi.
Lucunya, para fans/penyembah Arab Saudi dan Arab-Arab lainnya di Indonesia, mereka mati-matian men-tuan-kan Arab, sementara Arab sendiri tidak “menggubris” mereka (penyembah Arab).

Para “cheerleaders/pengidola” Arab ini (para fans Arab di Indonesia),
juga mati2an anti-Barat padahal orang-orang Arab mati-matian membela Barat.

Kita bertutur memakai istilah bahasa mereka (akhi, ukhty, antum, dan berbagai istilah arab lainnya, padahal, mereka merendahkan kita). *Kita seolah gagal faham untuk membedakan antara Islam dan Arab.*
Islam menghargai kita sedangkan Arab menganggap kita ini bangsa budak.

Saya bukan anti-Arab atau anti-Barat karena teman-teman baikku banyak sekali dari “dua dunia” ini.

Saya juga bukan pro-Arab atau pro-Barat. Saya adalah saya yang tetap orang kampungan Jawa.

*Daripada “menjadi Arab” atau “menjadi Barat”, akan lebih baik jika kita menjadi “diri kita sendiri” yang tetap menghargai warisan tradisi dan kebudayaan leluhur kita.*

Itulah orang Saudi, mereka menganggap kecil terhadap orang Indonesia, di hotel, di kantor, bahkan mrk menyangka saya cuma tenaga profesional ecek ecek, mereka tanya gaji, disangka CUMA 2 ribu atau 3 ribu Real. (1 real = 3700)

Waktu saya bilang jumlah gaji saya, mereka baru tahu gaji saya sama dengan orang Amerika atau Inggris, dan mereka tanya kok bisa begitu.

Saya bilang, saya pernah training di Inggris dan di Amerika, dan ternyata gaji saya lebih besar dari gaji dokter Saudi.

Itulah kenyataannya, dan yang menggaji saya perusahaan di Abu Dhabi yang tidak menganggap rendah karyawannya berdasarkan kebangsaan atau Nationality profiling.

Mudah-mudahan pemerintah *tidak mengirim lagi TKI atau TKW sehingga mereka tidak menganggap orang Indonesia bangsa budak.*

Tetapi kirim tenaga terdidik, terutama yang menguasai bahasa Inggris.

Sekali lagi :

Saya bukan anti Arab dan juga bukan anti Barat - saya cuma orang Jawa, Indonesia - yang dipercaya sebagai orang yang bekerja sebagai tenaga ahli yang dibayar berdasarkan keahliannya.

Suatu hari, dan ini bukan untuk menyombongkan diri, saya merasa bangga ketika saya keluar dari sebuah hotel di Jeddah, saya dijemput oleh sopir orang Arab berasal dari Thaif.
Itu kebanggaan saya, karena biasanya yg jadi sopir itu orang Indonesia.

*Mudah-mudahan kita tidak jadi bangsa budak dan budak di antara bangsa lain.*

Belum lama ini sy mengadakan survei dg responden para mahasiswaku (sekitar 100 mahasiswa) yg mayoritas beretnik Arab & Saudi. Survei ini bersifat “confidential” dan identitas mahasiswa tdk diketahui. Salah satu pertanyaan dlm survei adl : *"Agar lebih Islami, apakah masyarakat Muslim non-Arab harus meniru* *& mencontoh masyarakat Arab & menjalankan kebudayaan mereka?”* Jawaban mrk, sekitar *60% bilang “tidak”, 12% bilang “ya”, selebihnya “mungkin” & “tidak tahu”.*

Saya tdk tahu secara pasti apakah jawaban mrk itu ada kaitannya dg “doktrin2” pentingnya menghargai pluralitas budaya, agama, & masyarakat yg selama ini sy “ajarkan” di kelas atau mungkin karena pengaruh pendidikan yg semakin meningkat atau gelombang modernisasi & “internetisasi” yg mewabah di kawasan Arab.

Apapun faktor2nya, yg jelas hasil survei ini “sedikit menggembirakan” (setidaknya buatku), meskipun masih banyak tantangan cukup besar menghadang di depan mata. Bukan suatu hal yg mustahal jika kelak kaum Muslim Arab & Saudi khususnya bisa menjadi lebih maju, terbuka, dan toleran. Dan bukan suatu hal yg mustahal pula jika kelak kaum Muslim Indonesia justru “nyungsep” menjadi umat yg bebal, tertutup, dan intoleran.

Di saat masyarakat Arab mulai lelah dg konflik & kekerasan serta mulai menyadari pentingnya keragaman & hidup bertoleransi, sejumlah kaum Muslim di Indonesia justru menjadi umat intoleran dan anti-kemajemukan…🙏🏻

( Sumanto Al Qurtuby, seorang professor WNI, dosen di King Fahd University for Petroleum and Gas, Arab Saudi.)

*silakan share

Kekuasaan dan Oposisi

Kekuasaan dan Oposisi

Rebutan kekuasaan itu alami,  apapun motif dan tujuannya.  Gak ada jenis kelamin,  sama rata sama rasa.

Pemenang,  akan bikin aturan dan hukum untuk bertahan dan berkembang

Yang kalah,  pilihannya patuh,  berontak,  menyepi,  persiapan diri,  protes,  gosip,  dll


Nanti kalau ganti penguasa,  akan berlaku hukum baru

Kalau gak berkuasa,  jangan manja

Jika manja dan rewel,  akan sulit merebut kuasa


Sejak zaman Adam,  zaman sahabat, zaman kedepan,...... pemenang yg bikin aturan

 Yg kalah ya sebaiknya banyak zikir,  tirakat,  persiapan cari momen


Damai itu tetap ada dalam diri orang khusuk,  baik kondisi perang dan normal

Damai tidak terkait eksternal,  tapi sifat dalam diri.. 

Tradisi Khas NU

Monggooo sarapan *sejarah tentang NU*

```Siapa Pencetus Kalimat "wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thoriq ? "```


```Telah menjadi identitas dan tradisi khas tersendiri bagi warga NU, tiap kali memberikan salam penutup dalam surat menyurat maupun ceramah dan diskusi maupun acara-acara resmi, sebelumnya diselingi dengan kalimat wallahul muwafiq ila aqwamith thoriq. Arti harfiahnya kurang lebih “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya”.
Kalimat itu selalu disebut, ditulis dan dibaca dalam tiap kegiatan formal maupun informal yang diadakan oleh warga NU. Namun tak banyak yang tahu, siapa sosok kharismatik di balik kalimat tersebut, hingga salam itu menjadi demikian melekat erat dalam keseluruhan gerak nafas dan aktivitas warga nahdliyin.
Kalimat ini ternyata diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah, seorang pengasuh pondok pesantren Al-Hidayah , sekaligus imam Masjid Besar Kendal. Beliau lahir di kota Kendal pada tahun 1915 M.
Sebelum menciptakan kalimat wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, Kiai Hamid telah menciptakan terlebih dahulu istilah “Billahit taufiq wal-hidayah”. Namun karena kalimat tersebut kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka beliau merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi. Untuk itu diciptakan istilah baru, yakni wallahul muwaffiq ila aqwamit thariiq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU.
Kiprah Kiai Hamid di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah adalah Rais Syuriyah PCNU Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan Katib KH. Sahal Mahfudh), dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU.```

```Ketokohannya tak banyak ditulis di media massa, namanya tak sering disebut dalam panggung-panggung nasional, atau didengungkan di berbagai kajian sejarah ke-NU-an kita, tapi kiprah dan produktivitasnya dalam berkarya tak bisa diremehkan begitu saja.
Sejak tahun 1930-an, Kiai Achmad Abdul Hamid telah terlibat dalam penulisan dan penerbitan majalah Berita NO (Nahdlatoel Oelama-red). Bahkan dalam sebuah tulisan, K.H. Sahal Mahfudz menyebut kiai Achmad Abdul Hamid sebagai sosok yang begitu rapi dalam menyimpan dokumen-dokumen penting NU, salah satu yang sangat rapi disimpannya adalah dokumen-dokumen Buletin LINO (Lailatul Ijtima' Nahdatoel Oelama).
Kecintaannya terhadap dunia tulis menulis juga ditunjukkannya dengan menulis dan menerjemahkan kitab-kitab yang kebanyakan ditulis dengan bahasa Jawa dalam tulisan Arab pegon. Terbilang lebih dari 20 kitab yang telah ditulisnya, meliputi bidang akidah, sejarah Islam, syari'ah, ke-NU-an maupun tuntunan dakwah Islam. Salah satu karyanya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syeikh Hasyim Asy'ari yang diterjemahkannya atas perintah dari Sekretaris Jenderal PBNU kala itu, K.H. Saifudin Zuhri.
Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH. Mahfudz Shiddiq tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta kiai Achmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Achmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama.
Kiai Achmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 (16 Syawal 1418 H).```

_Referensi:_
_-Buku Ulama Besar Indonesia: Biografi dan Karyanya_ _(Pustaka Amanah)_
_-Ensiklopedi NU_

STAY FOOLISH, STAY HUNGRY

STAY FOOLISH, STAY HUNGRY

Saya orang awam, jauh dari kemampuan menjawab masalah fiqh apalagi berfatwa. Saya orang awam, tidak mampu memahami al-Quran dan hadits terlebih pada perkara ahkam (hukum agama) secara langsung tanpa pemahaman ulama. Sudah semestinya hanya mengikut apa kata guru yang alim. Tetapi sungguh ironi, saya seolah-olah ahli tafsir bermodal terjemah al-Quran.

Berlagak pula merasa pandai menilai derajat hadits, padahal hanya bermodal buku kumpulan hadits yang disertai keterangan "Dishohihkan oleh Syaikh", "DIdhoifkan oleh Syaikh" .

Tidak karuannya lagi, tiba-tiba mengkritik pendapat ulama madzhab hanya bermodal satu dua hadits. "Kita tidak boleh taqlid buta"....."Hey hukum dari masalah itu adalah tidak boleh, tidak sah, hadits yang digunakan dhoif. Yang benar adalah ini, haditsnya lebih shohih".

Saya juga merasa menguasai banyak madzhab Fiqh bermodal buku terjemah Perbandingan Fiqh 4 madzhab lalu merasa layak mentarjih, memilih pendapat mana yang paling kuat.

Apabila dibawakan dalil dari pendapat lain, saya berujar dengan prkataan Imam Syafii , "Apabila ada hadits yang shohih, maka itulah pendapatku". Apabila diberi nasihat beserta dalil pendapat ulama mu'tabar, saya mengutip kalimat Imam Malik , "Semua orang bisa ditolak pendapatnya, kecuali yang ada di makam itu (Rasulullah)"

Apabila kapabilitas dan kemampuan ilmu agama saya ditanyakan, maka saya akan menyebutkan "Lihatlah apa yang disampaikan, bukan lihat siapa yang menyampaikan"

Bila saya disuruh diam saja, saya akan berkata, "Sampaikanlah walaupun satu ayat"

Bila saya dikritik, saya akan berucap, "Begitulah dakwah, banyak yang tidak suka, semoga antum diberi hidayah"

Sampai tahap ini, saya tidak tahu bahwa diri saya tidak tahu atau jahil murakkab (kuadrat). Sampai tahap ini, saya seolah-olah belajar padahal tiada seujung kuku pun.

Oleh karena itu salah satu faidah belajar, menuntut ilmu dengan guru bukanlah untuk (merasa) pandai. Tapi tuntutlah ilmu sampai (merasa) bodoh. Stay foolish, stay hungry. Bodoh dan bodoh, karena begitulah hakikat seorang hamba.

Gagal Paham NU

Gagal Paham NU

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi keagamaan yang sangat unik. Sebagai organisasi yang dimotori oleh kiai-kiai di pesantren, NU ternyata sering kali melahirkan pemikiran yang sangat modern dan sepak terjangnya kerap di luar dugaan. Dalam demo berjilid-jilid terkait tuduhan penistaan agama, NU justru menahan diri untuk tidak turut larut dalam gegap gempitanya aksi-aksi  yang dilabeli "Bela Islam".

Keunikan yang dimiliki NU dan sepak terjangnya yang sulit diprediksi itu, membuat banyak kalangan gagal memahami NU. Bahkan tidak sedikit orang yang merasa menjadi bagian dari warga NU, tetapi sesungguhnya ia tidak memahami NU. Sehingga muncul istilah "NU rasa FPI", "NU rasa wahabi" dan sebagainya. Dia merasa sebagai orang NU tapi cara pandangnya seperti FPI, seperti wahabi dan sebagainya.

Bukan cuma itu. Sejumlah kiai dan pesantren tertentu yang aqidah dan amaliahnya sama dengan NU, tapi karena tidak memahami NU, mereka terkesan mengambil jarak dengan NU, malah ada pula yang nyinyir jika bicara soal NU.

Kendati demikian, NU tidak pernah nampak gamang. NU seolah tidak merasa butuh untuk dipahami. NU membiarkan orang untuk mau memahami atau tidak memahaminya.  NU tetap konsisten dalam kemandirian berpikir dan bertindak. Sebab bagi NU sendiri sudah jelas peran apa yang harus dilakoni.

Sebagaimana diketahui, NU didirikan oleh para tokoh ulama Ahlussunah wal Jamaah, dan dibentengi oleh para kiai dari pesantren-pesantren yang tersebar di seluruh Nusantara. Untuk apakah para ulama yang sudah berkiprah di pesantren harus pula membuat organisasi yang kemudian diberi nama Nahdlatul Ulama?

Dari sini sudah jelas, NU bukanlah semacam majelis taklim atau sejenisnya. Sebab jika semata hanya untuk mengurusi persoalan agama dan internal umat Islam, para kiai sudah melakukannya di pesantren-pesantren. Tapi sejak mulanya, ketika masih berupa embrio bernama Komite Hijaz, NU memang sudah dirancang oleh para kiai untuk dipersembahkan kepada Indonesia dengan kebhinekaannya, dengan kemajemukannya, dengan pluralitasnya.

Kalau boleh meminjam perumpamaan yang dibuat Emha Ainun Najib, maka ibarat restoran pesantren adalah dapurnya, sedangkan NU adalah ruang depan tempat masakan disajikan. Pesantren adalah tempat mempelajari Islam, sedangkan NU berperan untuk menampilkan Islam dalam rule of game yang berlaku di Indonesia yang plural.

Peran NU itulah yang sering disalahpahami oleh orang-orang yang hanya mempelajari Islam, tetapi tidak kemudian belajar bagaimana hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia yang bhineka tunggal ika. Sebab mereka hanya mempelajari Islam untuk ruang internal, Islam yang masih berada di 'dapur restoran'. Mereka belum belajar bagaimana 'menyajikan' Islam dalam ruang kebangsaan.

Maka alangkah mubadzir dan membuang-buang energi saja, jika NU harus melayani kenyinyiran mereka yang gagal paham. Lebih baik bersikap seperti yang dikatakan pepatah: "Biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.

Oleh Taufik Fathoni

164 ChannelTV9Aswaja TVNU TVRadio NUMajalah Risalah NU
© 2016 NU Online. All rights reserved. Nahdlatul Ulama
http://www.nu.or.id/post/read/76954/gagal-paham-nu

Merayakan Natal di Timur Tengah

*Merayakan Natal di Timur Tengah*

_Oleh:_ _*Sumanto Al Qurtuby*_

_*Apakah masyarakat di Timur Tengah juga merayakan Natal?*_ _Ya jelas dong. Kepriben sih rika?_ _*Kristen kan asalnya dari Timur Tengah ciiyynn,*_ _bukan dari Ngamerika atau Medan he he. Ya wajarlah kalau Natal juga dirayakan dengan meriah disini._

_*Ucapan*_ _populer_ _*Natal*_ _di kawasan_ _*Arab Timur Tengah*_ _adalah_ _*"Id al-Milad"*_ _yang Bahasa Inggrisnya_ _*("Holiday of the Birth").*_ _Kata_ _*"Al-Milad"*_ _disitu menunjukkan_ _*khusus kelahiran Yesus.*_ _Kalau kelahiran orang lain, mereka menyebutnya_ _*"Id Milad"*_ _tanpa_ _*"al"*_ _atau_ _*"the"*_ _dalam Bahasa Inggris._

_Dewasa ini_ _*diperkirakan ada sekitar 13-14 juta*_ _populasi umat_ _*Kristen*_ _lokal_ _*("pribumi")*_ _di_ _*Timur Tengah*_ _yang tersebar di berbagai negara._ _*Populasi ini belum termasuk kaum migran ("nonpri") Kristen yang seabrek jumlahnya tersebar di berbagai kawasan,*_ _khususnya Arab Teluk (Saudi, Oman, Bahrain, UEA, Kuwait dan Qatar)._

_*Perayaan Natal di Timur Tengah khususnya sangat terasa di kawasan*_ _yang populasi umat Kristen lokalnya cukup besar seperti_ _*Palestina, Libanon, Yordania, Suriah, Irak atau Mesir. Bahkan di sejumlah negara (seperti Yordania, Libanon, dan Irak),*_ _untuk menghargai umat Kristen, Natal dijadikan sebagai hari libur nasional. Khusus di Irak, penetapan hari libur Natal sejak 2008, sementara di Libanon tanggal 6 Januari juga dinyatakan sebagai hari libur Natal untuk menghormati Gereja Armenia._

_Karena_ _*ada sejumlah denominasi dan kongregasi Kristen, perayaan Natal di Timur Tengah bukan hanya dirayakan pada 24/25 Desember saja tetapi juga 6 dan 17 Januari,*_ _tergantung pada keyakinan masing-masing atas kelahiran_ _*Sang Juru Selamat Yesus Kristus.*_  

_Setiap negara memiliki tradisi perayaan Natal yang khas dan unik._ _*Di Palestina misalnya, pusat perayaan Natal terkonsentrasi di kota suci Bethlehem, tempat dimana Yesus dilahirkan. Disini, ritual Natal digelar selama 3 kali dengan 3 bahasa dan di 3 waktu yang berbeda. Umat Kristen Protestan dan Katolik pada 24 Desember, umat Gereja Ortodoks Yunani pada 6 Januari, sedangkan umat Gereja Armenia pada 17 Januari.*_ _Pusat ritual Natal bukan di Church of the Nativity tetapi di Church of St Catherine of Alexandria._

_*Di Irak, perayaan Natal berlangsung sangat khidmat dan khusuk. Mereka biasanya memulai perayaan Natal dengan pembacaan "Manaqib Yesus" atau cerita sejarah tentang Yesus yang dibacakan oleh anak-anak.*_ _Setelah selesai pembacaan kisah Yesus, mereka kemudian membakar api unggun dari dahan, ranting dan duri-duri kering. Menurut kepercayaan umat Kristen Irak, kalau semua bahan api unggun tadi menjadi abu, maka itu pertanda kebaikan dan keberuntungan akan datang di kemudian hari._

_*Di Mesir, Natal dirayakan pada 7 Januari, sesuai dengan kalender umat Kristen Koptik.*_ _Tradisi Natal umat Koptik di Mesir seperti tradisi Lebaran di Indonesia. Setelah menunaikan ibadah Natal, masing-masing keluarga Kristen menyantap_ _*"makanan tradisional Natal"*_ _bernama_ _*"fata"*_ _(campuran roti, daging, nasi) atau kalau di Indonesia semacam opor kupat/lontong lah kira-kira. Mereka kemudian mengunjungi tetangga, sanak-saudara dan menawarkan fata untuk disantap bersama._

_*Tradisi Natal di Suriah lain lagi. Anak-anak harus sabar menanti kedatangan onta muda yang akan membawa tiga orang bijak yang akan mengunjungi tempat Yesus dilahirkan. Tiga orang bijak itu, dalam perjalanan ke Bethlehem, akan membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak*_ _(seperti Sinterklas)._

_*Perayaan Natal paling meriah di Libanon. Maklum, populasi umat Kristen sangat besar disini. Bukan hanya Kristen Maronite saja tetapi juga dari gereja-gereja lain. Seperti di Barat, rumah-rumah, gedung-gedung, kantor dan mall penuh dengan dekorasi pohon Natal dan pernik-pernik lain guna menyambut kelahiran Yesus Kristus.*_ _Bahkan bukan hanya umat Kristen saja yang merayakan, kaum Muslim juga ikut-ikutan bersuka-cita menyambut dan memeriahkan Natal._ _*"Id al-Milad al-Masih".*_

_Jabal Dhahran, Jazirah Arab._  

*#NatalDiTimurTengah*

Segala sesuatu harus ada dalilnya

*SEGALA SESUATUNYA HARUS PUNYA DALIL*

Sekarang ini kan orang Indonesia lagi demen sama ustadz2 yang hobi berdalil.
Lantas banyak yang mengira bahwa urusan berdalil ini hanya bisa diterapkan pada urusan syari'at, padahal urusan berdalil ini kalo di pesantren bisa masuk di arena kehidupan di mana saja.
Contohnya dalam hal hubungan suami istri juga berdalil itu hal yang wajar.  Berpegang pada prinsip *_bil mitsal yattadhih al maqol_*, yang berarti, dengan ilustrasi menjadi jelaslah sebuah teori, saya akan memberi beberapa ilustrasi tentang betapa romantis santri muda ketika berdialog dengan istri mereka sambil ber *_istinbath_* (mengambil hukum dari kaidah-kaidah yang ada dalam ilmu syariah).

*Ilustrasi 1: Contoh Romantis*

Istri: Abi, nggak apa-apa nih aku ganggu walau Abi lagi sibuk banget kerjanya?

Suami: Nggak apa-apa, Mi, karena *_al wajib la yutroku illa li wajib_*. Suatu yang wajib tidak boleh ditinggalkan, kecuali untuk hal yang wajib pula. Bekerja, cari nafkah buat anak istri dalam agama Islam itu wajib hukumnya, *wahai moon of my life.* Tapi, menyenangkan hati kamu, membuat senyum kecil di wajah manismu, itu juga kewajibanku sebagai imammu. _sambil kecup dahi_

Istri: _mencubit gemas suami_

*Ilustrasi 2: Makin Romantis*

Istri: Abi, kata ustadz di radio, qunut Subuh nggak boleh karena hadisnya daif.

Suami: Neng, hadis daif itu hadis lemah, bukan hadis palsu. Hadis daif masih bisa meningkat status hukumnya menjadi hadis hasan alias hadis baik jika bertemu dengan hadis daif lainnya. Hadis daif juga tergantung perawinya. Itu sama halnya dengan aku dan kamu, kita berdua adalah makhluk lemah di mata Allah Taala, tapi dengan kebersamaan kita, aku yakin masa depan kita akan menjadi lebih baik.  Sama juga walaupun kamu daif dimata orang lain, tapi kamu shahih diamata abi _pegang tangan istri_

Istri: Kyaaa!!!

*Ilustrasi 3: Terus Romantis*

Istri: Kok Abi tahu sih aku lagi pengin tas? _sambil buka paket kiriman olshop_

Abi: Lho, kamu lagi sering stalking IG online shop yang jual tas kan?

Istri: Iya, Bi. Tapi hubungannya apa?

Suami: Karena *_al ‘adah muhakkamah_*. Artinya, kebiasaan (adat istiadat) bisa dijadikan sebagai ketetapan. Karena kebiasaan kamu akhir-akhir ini kayak gitu, berarti kamu lagi pengin tas. Ya udah, aku beli satu.

Istri: _lempar tas, peluk suami_

*Ilustrasi 4: Tetap Romantis*

Suami: Eee, Neng, kok belinya sate ayam sih?

Istri: Lho, Abi pas di-WA kan mintanya sate. Biasanya abi doyan sate ayam, jadi aku beli itu. Salah ya?

Suami: Mm, padahal maksudnya sate kambing.

Istri: Yah, maaf ya, Bi. Soalnya Abi nulisnya Cuma sate. Abi nggak marah kan?

Suami: Iya, sayang, nggak apa-apa. Aku nggak marah kok. *_Al hudud tasquth bi syubhat_*, hukuman nggak bisa dilaksanakan jika perkaranya samar-samar. Ini salah aku yang nggak jelas nulisnya.

Istri: _peluk suami_ _acara makan sate bubar_

*Ilustrasi 5: Masih Romantis*

Istri: Abi, aku mau tanya deh, kenapa kalau aku lagi marah-marah, Abi malah diem dan nggak ikutan marah?

Suami: Karena *_adh dhoror la yuzal bi dhoror_*. Suatu kejelekan nggak bisa hilang walau ditutupi kejelekan yang lain. Apalagi kalau sampai Abi mukul Neng, naudzubillah. Padahal *_tashorruf al imam ‘alar ro’iyyah manuth bil mashlahah_*, tindak tanduk seorang imam atas makmumnya harus diarahkan ke arah kebaikan. Apa mau Neng punya imam yang gagal?

Istri: Ngaaak :’(

*Ilustrasi 6: Saatnya Minta Izin*

Suami: Sayang, aku nikah lagi ya?

Istri : Abi! Kok tegaaa!?!

Suami: Eee, bentar, sayang. Kalau itu karena kaidah *_al jam’u awla min at tarjih_* alias menggabungkan dua hal yang tampak bertentangan lebih utama daripada harus mengeliminir salah satunya.

Istri: _lempar tabung gas 3 kilo_ sambil bilang *_"makan tuh dalil"_*

🤣🤣🤣🤣

Unta dan orang pendendam

UNTA DAN ORANG PENDENDAM

Sore itu Gus Dur terlihat bercengkerama dengan beberapa tamu penting yang menemui Beliau di Ciganjur Jakarta Selatan.
Meskipun tamu yang menemuinya adalah orang penting, Gus Dur tidak pernah membedakan secara pelayanan. Semua tamu dari berbagai latar belakang ditemui dan dijamu secara terhormat.
Tidak lupa, Gus Dur selalu membumbui setiap obrolan dengan menyajikan humor-humor segar untuk mencairkan suasana agar menjadi lebih akrab dan hangat.
Pada kesempatan tersebut Gus Dur bercerita tentang hewan unta. Hewan yang banyak hidup di tanah Arab ini menurut Gus Dur termasuk hewan yang panjang ingatan tapi mempunyai sikap pendendam.
“Panjang ingatan unta bisa sampai berapa lama Gus?”
tanya salah seorang tamu polos.
“Bisa sampai 10 tahun,”
jawab Gus Dur.
“Luar biasa hewan ini. Mungkin pengaruh panjangnya perjalanan yang sering mereka lakukan di gurun,”
tukas tamu lain menanggapi.
“Bisa jadi,”
ujar Gus Dur diplomatis.
Gus Dur melanjutkan ceritanya, bila ada seseorang yang memukul unta itu, maka dia akan membalasnya pada kesempatan lain.
“Walaupun kejadiannya sudah 10 tahun,”
sambung Gus Dur.
“Jadi kalau ada manusia yang tidak mau akur dan pendendam setelah 10 tahun berkonflik, maka ia bukan manusia, tapi unta,”
kata Gus Dur disambut gerrr tawa para tamu.

#dari buku “Fatwa dan Canda Gus Dur” karya KH Maman Imanulhaq (2010).

Punya Mobil dan Tidak Beli

Kali ini saya ingin bercerita tentang penting tidaknya memiliki kendaraan roda 4. Saya berpendapat bahwa jauh lebih mudah pergi kemana-mana menggunakan gojek daripada membawa mobil sendiri. Begini ilustrasinya untuk mobil avanza senilai 200juta.
1. Rata-rata biaya maintenance mobil adalah 4% setahun. Bisa menjadi 6% apabila menggunakan asuransi. Biaya ini untuk servis rutin 3 bulanan. Ganti oli, ganti - ganti sparepart rusak lain. Rerata kita ambil kasar 4% saja. kalau bangunan koefisiennya adalah 2%. Maka 4% dari 200juta adalah Rp8.000.000,-
2. Biaya perpanjangan STNK tahunan anggap Rp2.000.000,-
3. Biaya bensin Rp700.000/bulan, maka setahun menjadi 8.4jt kita bulatkan Rp9.000.000,-
4. Biaya parkir 300rb /bulan, setahun maka Rp3.6jt dibulatkan Rp4.000.000,-
Itu belum memasukkan inflasi, harga parkir sekarang tidak lagi 2000, bensin premium sulit didapat, STNK kayanya sekarang tidak lagi 2jt. Dan belum biaya perbaikan jika kecelakaan. Jadi asumsi yang saya berikan adalah asumsi rendah
Total dengan asumsi rendah maka total biaya operasional mobil adalah 8+2+9+4 = Rp23.000.000 / tahun
Dan biaya itu adalah biaya yang pasti keluar setiap tahun dari 1 mobil. Kalau mobilnya 2? kalau menggunakan cicilan? kalau asuransi? makanya jangan heran jika bisa mencapai 30juta pertahun untuk range atas.
Jika kita memakai GOJEK, GRAB, dll. Apakah biaya transportasi kita sampai 20juta? Apakah pernah ngisi Go-Pay 2 juta dan habis?
Kalau pas dekat saya pesan ojek saja. Kalau rada jauhan atau bareng keluarga baru pakai taksi. Enak setiap hari mobil ganti. Ga repot nyuci mobil, antar bengkel, ga perlu cari parkir, cari pom bensin. Waktu kita bisa diganti dengan kebersamaan bareng keluarga.
saya kadang-kadang saat di Indonesia, kalau capek, mobil ditinggal pulang pergi naik GOJEK.
Dari sini saya beranggapan bahwa punya mobil tidak perlu sekali, saat ini sudah ada subtitusinya.
�Tetapi untuk beberapa orang tetap memiliki mobil itu penting. Seperti saya karena kebetulan memiliki toko dibeberapa tempat, memang digunakan untuk antar jemput barang, angkut angkut dari gudang. Dan hal - hal lain.
Lagipula kalau naik taksi selama 40menit bisa kita gunakan untuk buka laptop latihan presentasi, membuat paper, mereview kegiatan hari ini. Dalam setahun 40 menit ini bisa menjadi 14 HARI. Waktu kita lebih banyak 14 hari dari orang lain
Silahkan ini bisa dijadikan pertimbangan

Kenapa Tahlilan ada Berkatnya ?

Kenapa Tahlilan ada Berkatnya?

Berkat atau sedekah makan itu biasanya baru disuguhkan atau dibagikan setelah selesainya doa dalam tahlil, baik untuk dimakan di tempat atau dibawa pulang. Dengan perkataan lain, sedekah itu diberikan setelah “diberkahi” dengan do’a. Makanan yang sudah diberkahi doa tersebut kemudian disebut “berkat”.

Berkat berasal dari bahasa Arab “barkatun”- bentuk jamaknya adalah barakat– yang artinya kebaikan yang bertambah-tambah terus. Penamaan tersebut berdasarkan sabda nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam:

اجْتَمِعُوْا عَلٰى طَعَامِكُمْ ووَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيْهِ
“Berkumpullah pada jamuan makan kamu, dan sebutlah asma Allah ketika hendak makan, niscaya Allah memberkati kamu pada makanan itu.” (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al-Hakim – Kitab Nadhrah an-Nur, II/16)
قَالَ: أَثِيبُوْا أَخَاكُمْ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، في أَيَّ شَيْءٍ نُثِيْبُهُ؟ قَالَ: ” ادْعُوا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا أُكِلَ طَعَامُهُ، وَشُرِبَ شَرَابُهُ، ثُمَّ دُعِيَ لَهُ بِالْبَرَكَةِ فَذَلِكَ ثَوَابُهُ مِنْهُمْ
“Rasulullah bersabda: “Balaslah oleh kalian (kebaikan) saudara kalian”, para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, dengan sesuatu apakah untuk membalasnya?”, Rasulullah menjawab: “Berdo’alah kalian untuknya dengan keberkatan, sebab sesungguhnya seseorang ketika makananya dimakan dan minumannya diminum, kemudian dido’akan untuknya dengan keberkahan, maka itu merupakan balasan untuknya dari kalian”. [Hadits Riwayat al-Baihaqi & Abu Daud]
Hadits ini mengisyaratkan agar apabila kita memakan atau minum dari apa yang diberikan oleh orang lain supaya mendo’akan agar Allah memberikan dengan keberkahan.
Selain diperintahkan untuk memberikan makanan untuk faqir miskin, juga dianjurkan agar makanan kita dimakan oleh orang yang bertakwa baik dengan jalan diantarkan maupun dengan mengundang mereka makan bersama-sama.
Nabi shallallau ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam bersabda :
أَطْعِمُوْا طَعَامَكُمُ الْأَتْقِيَاءَ، وَأَوْلُوْا مَعْرُوْفَكُمُ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Berikanlah makananmu kepada orang-orang yang bertakwa, dan berbuat baiklah kepada orang-orang yang beriman”. [Hadits Riwayat Imam Ibnu Abid Dunya – Kitab al-Fath al-Kabir, Juz I/ hal. 192]
Orang-orang yang diundang untuk baca tahlil adalah orang-orang yang bertakwa di lingkungan shohibul hajah sedangkan pelaksanaan tahlil dipimpin oleh orang yang dihormati sebagai pemimpin keagamaan di masyarakat setempat.
Wallahu a'lam.