Ngopi Neng Warung

KEDANAN, SUPAYA KEBAGIAN

Sulit sekali bikin judul yang mewakili isi tulisan ini. Tidak semudah menjelaskan makna kedanan itu sendiri. Kedanan berasal dari Bahasa Jawa, “edan” yang bermakna gila, gendeng, sakit jiwa, lupa diri. Ditambah imbuhan ’ke’ didepannya, menjadi ”kedanan” yang berarti senang berlebihan, mencintai melebihi dosis atau gandrung (istilah apa lagi ini... he. He he..). Memang kalau gak keturunan raja-raja jawa kuno, agak susah memahami bahasa ini.
Meski kita lahir, hidup dan bergaul di tanah jawa, kita lebih fasih Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris atau Bahasa Arab. Saking fasih-nya, kalau gak mengucapkan : OK, FB, OL,ML, CD, CD, PC, NB kita ketinggalan jaman alias kuno bin rombeng.
Sudahlah, gak perlu membahas tema itu. Gak ada yang bayar. Mending kita bahas judul diatas. Sudah lama ada istilah : jaman edan, kalau gak edan ora keduman. Meski begitu, apakah yang membuat istilah itu pernah edan ? apalagi yang ikut aliran itu. Setelah lama saya hidup dan mengamati keadaan sekitar, kadang muncul pertanyaan yang mendasar. Siapa sebenarnya orang edan itu ?
Apalagi sewaktu ngopi diwarung depan Dinkes Utara plus ngobrol ngetan ngulon sama Dian dan Endro. Bisa-bisa pikiran tambah munyeng. Aku penasaran juga. Mereka berdua itu kategori mana ya. Coba bantu aku menganalisa mereka berdua.
Kita lihat Dian dulu. Sosok pejuang dari timur ini memang sudah teruji ketangguhan dan daya tahan tubuhnya. Tidak mudah sakit, tidak mudah mengantuk, tidak mudah menangis, tidak mudah marah, tidak mudah tidur, tidak mudah lelah. Sebaliknya, Dian mudah kalau diajak makan diwarung, mudah merokok, mudah minum kopi, mudah ditanya komputer. Dimanapun dan kapanpun ada kerusakan komputer, dian selalu ready. masalah internet, jaringan, Komputer, printer, dll pasti dijawabnya. Entah itu benar atau salah, aku manggut-manggut saja. aku penasaran, apa dian kedanan ? kalau ya, dia kedanan apa ? masak komputer bisa bikin edan.
Satu lagi si Endro, sosok satu ini sudah terkenal dalam dunia telematika. Meskipun, dari kacamata media kurang popular dibanding Roy Suryo-no (mantri puskesmas tanjung). …he he …jangan marah om, cuma nyubit. Tapi dari teori, penalaran, logika, kesabaran, kejelian dan dedikasi patut diacungi jempul (kaki). Bagaimana tidak …!!! Simpus yang berasal dari ngawi, bisa rubah total seakan-akan Simpus asli Pacitan.
Bahkan orang Ngawi (Pak Sipur dan Pak Sanusi) sampai lupa. Padahal gurunya sangat mahir dan jago dan tidak menurunkan semua ilmunya pada Endro. Kalau mau jujur, salah satu murid teladan ya Endro ini. Melebihi kemampuan mahagurunya. Kalau di persentase, 99 % Simpus Pacitan itu modifikasi Endro, sisanya 1 % warisan yang gak bisa dirubah dari Ngawi. Memang aneh Pak Sanusi, sebagai guru kok tega-teganya menyembunyikan satu password sehingga Simpus Pacitan kalau dirubah jadi simpus nama lain (contoh=’ngayogyokarto’) tidak mau jalan. Gak apa-apalah, namanya guru biasanya selangkah lebih maju.
Ini bukti ke-ampuh-an Endro. Penggabungan simpus di puskesmas, laporan puskesmas, MTBS, menu riwayat penyakit dan penggabungan simpus di tingkat kabupaten, bisa dipastikan lebih sempurna dari Simpus Ngawi (sory Pak Pur dan Pak Sanusi, maksudnya paling sesuai kebutuhan Pacitan). Endro ini juga aku ragukan, apa termasuk kedanan. Soalnya, setiap aku minta perubahan simpus, selalu bisa dipenuhi dengan cepat dan tepat. Kapan dia tidurnya ya… ?
Kita sudahi saja membahas dua manusia itu. Takut menggangu privasi dan proyek pribadi. Kita mulai pengembaraan ini di obyek lain. Kedanan ini mungkin juga menjangkiti senior dan juniorku. Ada satu kisah menarik. Oknum ini sudah mau pensiun, sudah baranak cucu, sudah beruban, sudah gemetar jika melihat Syahrini. Tapi sejak punya hp baru dan sudah menguasainya, dia hampir tiap hari menelepon dan ditelepon. Tidak pernah sekalipun menerima dan mengirim sms ( karena memang tidak bisa !!).
Jadi, pagi-pagi sekali dikantor sudah pegang telpon di tangan kiri dan dipasang ditelinga kiri sambil menulis laporan. Beberapa jam kemudian keluar di parkiran, tidak lupa menelepon sambil pegang stir sepeda motor. Setelah itu keliling desa. Pulang dari desa, di parkiran menerima telpon, bicara sendiri entah dengan siapa telpon. Setelah itu sambil membereskan tas dan buku, tetap memegang telpon dan bicara sendiri. Sesekali nyletuk dan bicara dengan temannya, tanpa memutus telponnya. Agak siang, sewaktu temannya mau pulang, dengan tetap menelepon, dia mengunci pintu dan mengembalikan kunci. Itu berlangsung berhari-hari bahkan berbulan bulan. Sampai-sampai ada yang bertanya, dengan siapa dia menelepon. Tentu saja tidak dijawab dengan jujur. Cuma senyum kecil plus jawaban standar. Tapi begitu, ada istilah : meskipun ora, tetep wae diarani. (artinya = meskiupun tidak melakukan apa-apa atau kesalahan, tetap saja di tuduh atau didakwa). Jadi temennya tetap saja menganggap dia punya selingkuhan.
Ada lagi yang kedanan mobil. Setelah membeli mobil untuk pertama kali, ada yang rela tidur di mobil karena kedanan dan senang sekali. Ada juga yang rela panas dan hujan membuat kandang ayam. Ada yang rela malam hari badminton meskipun istrinya tidur sendirian.
Meskipun dari fenomena itu kelihatan wajar dan menyenangkan, tapi ada sisi aneh juga. Contohnya, cowok ini sudah mapan dan bahagia. Masih muda pula. Punya anak dan istri. Uang menumpuk dan bisnis OK. Ilmu dan pengalaman OK. Tidak ada masalah yang berarti. Tiba-tiba, dia kedanan cewek lain yang statusnya gak jauh beda. Apapun diberikan, kapanpun dilayani dan berapapun harganya dibayar (bukan jual beli lo…). Aku piker, kalau ini kategorinya apa ya… kedananan atau pura-pura waras ?
Setelah aku jelajahi internet dan buku-buku membahas orang besar dan sukses, rata-rata mereka memang ‘gila’. Bahkan Purdi E Chandra sampai menulis buku tentang “Cara Gila Jadi Pengusaha”. Ternyata kedanan ini bikin orang tidak suka tidur, bikin kreatif, bikin semangat, bikin orang berani, menemukan jalan keluar dan ujung-ujungnya bikin orang “sukses”. Maksudnya sukses dalam arti sebenarnya maupun sukses “berantakan”.
Trus, apa ke-waras-an (tidak kedanan) tidak bikin orang sukses ? tentu saja tidak demikian. Dalam dunia ketidak pastian ini, selalu ada pengecualian. Jadi, orang yang kuat adalah yang bisa menyesuaikan diri. Termasuk bisa kedanan atau kewarasan. Cuma, mayoritas (kira-kira 99% kedanan menyumbang sukses terbanyak). Sekarang tinggal kita sebagai manusia lumrah, wajib memilih supaya tidak dipilihkan orang lain. Kalau kita yang milih, meskipun salah, kita tetap bangga. Ya gak ? (….menyesal kemudian / urusan belakangan ..)

MASIHKAH KITA PERCAYA KOMPUTER ?

Kalau judul diatas diganti “Masihkah Kita Percaya Manusia ?”, kita masih bisa menjawab fifty-fifty alias imbang tanpa gol. Karena manusia memang dibekali Tuhan sifat baik dan sifat jahat. Tapi kalau diganti “Masihkah Kita Percaya Manusia Indonesia ?”, kita butuh waktu berjam-jam bahkan mungkin minta perpanjangan waktu untuk bersuara jujur. Tapi, jangan berani mengganti judul menjadi “Masihkah Kita Percaya Pada Diri Kita Sendiri ?”. Mengapa ? Karena kita mewarisi sifat mudah tersinggung, merasa benar sendiri, merasa pintar sendiri, sukar mendengar nasehat dan pintar bicara. Apalagi mencari alasan, kita punya sejuta alasan untuk lari dari tanggung jawab.
Lupakan sejenak ganti-mengganti judul diatas. Kita kaji di lain waktu ya ? (emangnya punya waktu, apa hanya alasan karena gak mampu). Lebih relaks dan tidak menyinggung bangsa manusia, kita gak ganti judulnya. Oke ?. ”Pintar, ...memang kadang kita mesti nuruti kemauan orang supaya kemauan kita nanti juga keturutan”, ini wasiat suci mbah doel, pemilik ’waralaba’ warung di Ponorogo yang omzet per tahun miliaran rupiah (semua). Jadi judulya : Masihkah kita percaya komputer ?
Sejak ditemukan oleh penemunya (jangan GR, bukan Pak De mu), perkembangan teknology komputer sangat pesat melebihi ramalan wajar akal manusia. Dari komputer tua berukuran raksasan sampai microcomputer sekarang, tiap detik ada kemajuan dan perubahan. Kadang-kadang saya juga heran, ini yang pinter manusia yang bikin komputer atau memang dasar komputernya yang hebat. Sampai-sampai sekarang ada usaha menyambungkan kemauan manusia di otak melalui syaraf motorik ke tangan buatan manusia. Dan relatif berhasil. Ada lagi yang aneh-aneh, robot pembantu atau robot wanita cantik. (Nah..ini baru menarik, karena robot manut, nurut gak banyak nuntut). Awas...! Kita membicarakan bangsa komputer, bukan bangsa kita. Jadi jangan tersinggung.
Anehnya, tidak pernah kita mimpi dan ramalkan, ternyata komputer membanjiri kehidupan kita seperti tsunami kecil yang gak bahaya. Sedikit demi sedikit kita dituntut menyentuh keyboard komputer. Mata kita dipaksa mlototin (artinya=membuka mata lebar-lebar biar jelas) layar datar komputer. Kita dipaksa membuat laporan dengan komputer. Bahkan, baru-baru ini, dengan bangga Dinas Kesehatan Pacitan membuat kebijakan ’Laporan Puskesmas bisa melalui email’.
Kalau mendengar berita ini siapa yang gak semaput (pingsan). Itu ide gila (kata Purdi E Chandra, Pendiri Primagama) atau mimpi siang bolong ?. Jangankan tahu email, lha wong istilah komputer, printer, simpus, jaringan, sistem operasi atau istilah rumit bagi orang puskesmas di pacitan belum sepenuhnya mudeng (paham). Apalagi yang kemarin masih ada masalah jaringan dan simpus yang jalan ditempat, gak kuat dan gak tahan kalau diajak mikir yang lain. Tapi itulah hidup. Memang diluar dugaan. Seperti kekalahan ’menyakitkan’ Indonesia dengan saudara ’nakal’ nya Malaysia. (skor gak perlu disebut ya, gak sopan). Belum selesai satu masalah, daftar tunggu masalah lain juga antri untuk kita selesaikan. Bisa runyam jika masalah itu gak manut jadwal, bisa seperti antrean beli tike final AFF di Gelora Bung Karno. (mengapa sifat-sifat ini tidak jauh beda dengan kita ya, menurut anda wajar gak ?)
Mau laporan lewat email, lewat CD, lewat tulisan tangan atau lewat udara gak masalah. (kecuali kita bikin masalah). Semuanya bisa dipesan dan diatur. Yang penting kan laporan benar, tepat waktu, murah dan mudah. Kita kadang banyak debat gak karuan, padahal intinya kita itu malas berubah dan takut kemajuan ( takut kita gak bisa mengikuti ). Kalau urusan dana atau anggaran, masih pantaskah negara kaya ini gak mampu membiayai proyek kecil itu ?.
Yang mau kita dalami adalah apakah komputer itu bisa dipercaya ?. ”Emangnya kenapa mas ?” tanya Adit tiap dia pengen tahu. Aku juga pusing jika Adit bertanya. Mengapa dia tanya padaku. Mengapa tidak tanya pada rumput yang bergoyang ?. Apa yang harus aku jawab. Apa setiap pertanyaan harus ada jawabannya ?. (Sorry Dit....., cuma iseng. Biar kelihatan mikir). Aku baru sadar sekarang. Sifat Adit yang suka bertanya padaku adalah hukum karma bagiku. Lho... apa hubungannya kek ? ( KEK adalah panggilan ’mesra’ temanku di Ponorogo, khususnya Toriq di RSU Darmayu . Kek dipopulerkan sejak muda sewaktu sama-sama ’mondok’ di Jl. Kalimantan. Kalau ketemu teman, kita selalu menyebut KEK, seperti istilah MAS, DOEL, BOS, CAH,dll ). Sewaktu aku ’kedanan’ komputer waktu dulu, aku juga rajin bertanya pada ’pakar’ komputer bernama Imron, anak Pandeglang.
”Lanjut gak ?” Ok, kita lanjutkan.
Ternyata setelah mengenal komputer khususnya simpus sejak 2 tahun lalu, kita telah mengalami banyak kejadian, yang baik maupun buruk, yang menyenangkan maupun menyedihkan, maupun kejadian yang tidak kita ketahui. (kebanyakan kita cuek karena tidak menambah uang dapur dan merepotkan). Semua kejadian itu bagi yang mau berfikir akan diambil pelajaran untuk melangkah masa depan. ”Mantap Mas ”, kata Adit again. (mengapa Adit selalu muncul, kenapa gak yang lain ?). Sebenarnya saya mau menyebut yang lain, cuma belum dapat ijin dan takutnya nanti minta royalty.
Kalau kejadian baik, itu kurang menarik dipelajari oleh para kritikus termasuk yang nulis ini. (he.... he... he..... akhirnya ngaku juga). Yang menarik adalah bencana yang datang bertubi-tubi di puskesmas setelah simpus diterapkan. Memang sih, gak jauh dari budaya bangsa kita, sedang panen bencana. Mulai dari tagihan listrik mendadak naik, jaringan gak konek, server mati, PC Net rusak, kabel dimakan tikus, mouse gak jalan, lupa pasword, printer ngadat atau berjuta masalah lain. Kemudian internet belum jalan, modem gak jalan, gak ada sinyal, gak ada speedy, bayar internet mahal dan akses internet lambat. Alhamdulillah, sudah banyak masalah kita hadapi dengan tegar dan sabar.
Dibalik semua itu, ada menu simpus yang menarik. Yaitu menu : Laporan. Berbagai macam kebutuhan dan laporan sudah ada disitu. Ada laporan bulanan, harian, berdasarkan cara bayar atau wilayah. Secara umum sudah komplit. Cuma ada perbaikan untuk memenuhi kebutuhan laporan yang selalu berkembang. Yang bikin saya tenang, mas Indro selalu siap memperbaiki menu tersebut.
Jika kita amati, inti dari persoalannya adalah data komputer ini bisa dipercaya gak ? Apakah angka-angka yang muncul ini sudah benar ? Apakah data dikomputer ini tidak hilang ? Apa data bisa berubah ?. Pertanyaan ini tentu baik, cuma jawabannya bisa beragam. Kita juga bebas memilih dari beberapa jawaban yang cocok dengan kita.
Kalau komputer secara fisik rusak, tidak ada yang bisa menjawab kapan rusaknya. Bisa besok atau tahun depan. Tidak bisa diramal. Yang bisa kita upayakan adalah menjaga komputer itu awet dan dapat digunakan selama mungkin. Berbagai cara bisa kita lakukan, seperti pasokan listrik yang stabil, dibelikan trafo motor, pasang UPS dan pemasangan kabel yang benar. (Lebih jelasnya bisa konsultasi Mas Dian, Pakar Hardware dan Software.
Sedangkan kerusakan program dan sofware simpus, tetap juga kita gak mampu meramal kapan rusak. Soalnya, akhir-akhir ini virus dan penyakit lain semakin ganas. Tetap saja kita cuma bisa melakukan langkah tepat untuk menjaga agar software aman. Misalnya dengan melakukan dengan benar prosedur menjalankan program, tidak meng-install program tidak jelas dan menggunakan komputer secara bijak. (jangan dipaksa buat maen game terus yo..).
Jika kedua hal itu aman, kita masih ada tugas lain. Yaitu menjaga data simpus tetap aman dan benar. Dengan backup data di hardisk komputer lain dan selalu meneliti database simpus, Insya Allah cukup aman jika sewaktu-waktu meletus (rusak). Namun demikian, setiap usaha harus dibarengi doa dan hati yang ikhlas menerima simpus. Karena apa, ternyata energi positif kita berpengaruh juga pada kinerja komputer. Seperti ngopeni pitik, jika kita senang dan sabar, ayam kita banyak telurnya. (sama sekali gak nyambung ya...).
Setelah muter-muter gak karuan, kita masuki tema besar kita. Kepercayaan kita pada komputer. Apalagi secara hukum, apakah data komputer ini dapat dipertanggung jawabkan ? Apakah rekam medis simpus sudah diakui dalam hukum positif ? Kalau kita rajin dan mau membuka diri, ternyata jawabanya = Ya. Jangankan simpus, rekaman kamera, rekaman CCTV, VIDEO, Photo atau data lain bisa dijadikan alat bukti kepolisian untuk suatu kasus. Mengapa kita masih bimbang dan ragu ?.
Jika kita tidak percaya pada komputer, mengapa kepolisian dan KPK menggunakan alat bukti dari rekaman dan data komputer ? Saya sengaja tidak menunjukkan pasal dan ayatnya, supaya kita mau mencari sendiri. Jaman telah berubah, kejahatan juga berubah. Alangkah ruginya jika kita tidak berubah.

KOPI BERBAHAYA BAGI KESEHATAN ?

Bagi petualang dan orang ’warungan’, satu-satunya minuman paling dicari adalah kopi. Biasanya di daftar menu minuman, selalu ditaruh di atas sendiri. Kecuali pemiliknya punya penyakit darah tinggi, pastinya disembunyikan dibawah. Kalau gak menyediakan kopi, dipastikan warung itu gak bertahan lama (he...he...he.., gak mengancam, cuma maniak kopi pasti demo besar-besaran. Kopi dengan berbagai jenisnya tidak asing bagi lidah kita.
Dulu, memang suguhan favorit bagi tamu atau acara resmi biasanya memang kopi. Apakah itu kenduri, sholawatan, takbiran, ruwatan, sunatan, mantenan atau rapat. Setelah budaya minum air putih dalam kemasan menjadi trend, minum kopi mulai tidak ada di acara resmi, tetapi masih dilestarikan di lingkungan rumah dan warung. Mungkin karena ribet kalau bikin kopi, harus pakai air panas dan perlu gelas, sehingga orang sekarang pengennya mudah dan cepat. Padahal, kalau acara rapat dari pagi sampai sore, minumannya cuma air putih, apa tahan mata kita melek terus. Apalagi otak kita, pastinya gak fresh dan cenut-cenut.
Hal itu diperparah dengan nasehat para dokter kepada mbahe yang kena darah tinggi, nama baik kopi mulai menurun. “ mbah, apapun boleh minum kecuali kopi“, begitu pesan yang selalu diterima pasien darah tinggi. Orang kesehatan memang sering melakukan penelitian efek minum kopi dan menghubungkannya pada penyakit darah tinggi. Memang, mayoritas mengungkapkan minum kopi bisa meningkatkan tekanan darah. Dari sini, apa memang kopi memang berbahaya.
Tidak juga. Itu pendapat saya lho.....soalnya ada penelitian ’tandingan’, bahwa minum kopi rasa senang dan nyaman, meningkatkan semangat, mengurangi resiko batu pankreas. Trus bagaimana dong ? mana yang benar pendapatnya ?
Semuanya benar, bagi yang membenarkannya. Intinya adalah keseimbangan. Kalaupun minum kopi, ya jangan kebanyakan. Masak minum kopi 5 kali sehari, seperti mandi saja. (Bisa bikin kulit jadi hitam kali.....!). Atau jangan terlalu sedikit. Masa cuma sekali setahun. Boleh saja minum satu atau dua gelas sehari, yang penting jangan egois. Kalau minum kopi harus ada teman ngobrolnya. Kalau gak punya teman yang cocok dirumah, ya pergi ke warung..... dijamin pikiran padang. Ditambah bayarin teman yang minum kopi,tentu tambah padang dompet kita.
Tenang saja, belum ada dalil haram minum kopi. Karena memang tidak memabukkan. Kita perlu ingat pesan pakar kopi; minumlah sebelum haus dan berhentilah sebelum kenyang.

Teknologi membingungkan dan bikin stress.

Masih ingat Pak Djuair kan ? Mantri Senior Spesialis Bedah di Puskesmas Kebonagung yang pernah diulas di www/sayappacitan.com itu lho... Memang beliau tidak habisnya bikin pusing ( tertawa) cucu-cucunya di puskesmas. Kalau dulu kita bisa lihat bagaimana kerja keras Pak Djuair menundukkan Simpustronik, sekarang kita lihat bagaimana stress nya Pak Djuair menundukkan teknologi handphone / HP.

Perlu diketahui, Pak Djuair sejak dahulu kala mempunyai HP Nokia lawas (type nya gak pantas disebutkan) dan nomor simpati yang selalu setia menemani. Godaan teman teman supaya Pak Djuair mau beli HP atau ganti nomor baru selalu ditolaknya. Entah karena HP dan nomor warisan, pokoke Pak Djuair gak mau mengganti.

” Ris, arep tak wenehi HP bandem kirik”, kata Pak Djuair tiap memamerkan HP kunonya. “. ”Mau saja, asal tambahi bonus 100 ribu "jawabku tanpa merasa bersalah. “Yo Ris, Adit saja giloooo lihat HP ini. Payu di dol (jual) piro Ris, jale ”. Tanya Pak Djuair. Aku menjawab dengan sungguh-sungguh“ Paling 25 ewu”. Karena terlalu murah, rugi juga Pak Djuair menjual HP-nya.

Aku terkejut bukan maen sewaktu masuk ruang imunisasi, disitu Pak Djuair tersenyum sipu sambil memegang HP putih. “Hebat, sekarang Pak Djuair wis sugih” candaku. Dengan kacamata tebal dengan rantai baja, Pak Djuair sibuk mencet tombol HP dengan tidak lupa senyum simpulnya. Tak kiro blackberry, ternyata gadungan. Tapi gak apa apa yang penting ada kemajuan.

“Piye ris iki carane mijet, kok angel banget ki, aku mumet” kata Pak Djuair. Biasanya memang dia gaptek. Jangankan HP baru, komputer dan Simpus saja sampai sekarang sering lupa. Meskipun sudah bikin catatan, setiap bulan mau laporan, tetap saja minta ditemani didepan komputer. Katanya kurang afdol jika tanpa saya.

“Mau apa pak, mau telpon, buka sms atau mau lihat Cut Ttari” candaku. Soalnya Pak Djuair sepertinya nol besar jika harus belajar HP generasi baru. ”Gini caranya buka Luna Maya”, candaku biar Pak Djuair biar semangat. Mulai menerima telepon, membuat sms, membalas sms, menelepon, dll aku ajari. Tidak lupa, Pak Djuair selalu mencatat setiap kata yang kuucapkan. Perlu keberanian dan kesabaran ekstra untuk mengajari Pak Djuair.

Setelah puas mengajari, biasanya aku mengajak Pak Djuair makan sate kambing muda plus gulai hangat di Pacitan. ”Piye Ris, kolesterol ku tinggi. Apa gak makan pecel saja ?” pinta Pak Djuair. ”Tenang saja Pak, kan di puskesmas ada obatnya. Kenapa mesti takut ?”. Pak Djuair Cuma manggut-manggut saja, mungkin benar juga yang kuucapkan.
Sejak punya HP generasi baru, Pak Djuair berubah total. Semakin percaya diri, tambah semangat, tambah rajin bekerja, berangkat lebih pagi. Selain itu tentunya semakin rajin bertanya, semakin rajin mencari saya. Anehnya, semakin banyak yang miss call Pak Djuair. Gak tau siapa yang menggoda, mungkin jin yang iseng.
Ternyata simpus dan HP baru bagi Pak Djuair gak beda jauh. Asal semangat dan kerja keras, pasti bisa dikuasai.

Warung, kunci sukses dan bahagia

“Apa gak salah judul itu ? Bukannya malah boros dan gak ada gunanya pergi ke warung ?” Aku gak mau membantah. Aku gak mau menjawab pertanyaan ini.

Warung memang banyak jenisnya, ada warung kopi, warung nasi, warung makan, warung ayam, warung sate, warung kaki lima, warung tempat praktek (pasien), warung besar / restoran atau waralaba. Tapi yang saya maksud adalah benar-benar warung asli jowo. Cirinya warungnya kecil, biasanya pinggir jalan (ya jelas,,,, kalau ditengah jalan pasti kamu tabrak ), sudah kuno / kurang terawat bangunannya, lantai bukan keramik, tidak ada plafon. Itu baru dari segi bangunan. (rumit amat !)
Meja kursi biasanya dari kayu dan gak pernah di lap. Lantai gak pernah disapu. (bukannya tidak pernah sama sekali, Cuma kelihatannya saja dan menurut pengamatanku).
Dari segi menunya gak rumit lho, Cuma kopi, teh, es teh, Eks....J..., Hema.... Jre...,( biar gak promosi) atau jahe, susu kalau ada. (juga bukan susu asli). Ada gorengan, gedang goreng, telo goreng, tempe goreng, tahu goreng. Ditambah nasi bungkus ringan (sego kucing, nasi hiks) atau nasi dengan menu pecel, sayur daun ketela, soto, atau mie rebus. Tidak pula sambel pedas dan krupuk. O.... ya.... gak pernah lupa tu rokok, terutama eceran. (yang ini menu wajib).
Kadang ada pesawat TV yang udah gak jelas gambarnya. (yang pasti gak ada pesawat telpon). Ada juga radio, permainan catur, kartu, karambol. Jangan harap ada karaoke.
Biasanya warung buka dari pagi sampai subuh (24 jam). Kalau di Ponorogo, gak sulit cari warung ini. Coba cari warung mbah doel di kidul lampu merah prapatan UNMUH / STAIN Ponorogo. Atau lor pasar legi, kiri jalan sebelum Apotek Puspa, depan RSU Darmayu, atau cari di gang-gang sempit di jalan kota Ponorogo. Gak akan sulit. Cuma, aku gak jamin mereka semua buka 24 jam, tergantung yang punya. Ada juga yang shift pagi saja atau malam saja. (mungkin ada yang kebelet butuh uang ada yang malas-malasan karena udah cukup bahagia).
Kalau di Pacitan, agak susah juga. Disini gak pantes pagi-pagi nongkrong di warung. Dikira gak diopeni bojone. Apalagi siang hari ke warung, bisa dikejar satpol PP karena melanggar jam dinas. Atau kalau malam hari, bakule wis ngantuk. (capek deh ..!) satu-satunya sering sering saya apeli, ya warung di depan Dinkes Utara. Itu karena lokasi strategis, agak tersembunyi, tenang, jauh dari Satpol PP, bisa nyambi ke bengkel atau setor laporan obat.
Harga dari menu makanan maupun minuman harusnya gak melebihi ¼ dolar. Jadi kadang bawa ceban (seribu), gopek (lima ratus) atau lima ribu udah kenyang. Bahkan gak bawa uang pun OK. (kalau gak malu). Kita bisa hutang tanpa jaminan dan prosedur yang rumit. Kalau kita bisa hutang, menurutku itu pertanda kita orang baik. Karena bisa dipercaya penjual warung.
Yang sudi datang ke warung bisa di survey, mayoritas anak sekolah, bapak-bapak tua, anak muda, pengangguran. Kalau di Ponorogo, semua kalangan pernah aku temui, dari PNS, pelajar, anak kuliah, anak kost, pengangguran, pengamen, tukang las, wiraswasta, bos, karyawan, kuli, orang kaya, orang setengah kaya, setengah miskin, pejabat atas maupun pejabat rendah. Jadi multi ras dan multi etnis. Asyik pokoke.
Ciri khas lain, biasanya bakule wis tuwek / tua, baik mbah kakung maupun putri. Jarang (bahkan belum aku jumpai) penjualnya cewek muda, manis, rambut panjang dan putih seperti Lu.... Ma.... Sorry, saya lupa. Pernah beberapa kali diajak temen di Ponorogo, tapi menurutku itu warung belum memenuhi syarat. Karena menunya cemoe dan bukanya malam hari saja. Lokasinya juga aneh gitu. Aku curiga..........(nanti ada yang penasaran)
Jadi kalau kita datang ke warung itu, yang menjadi prioritas kita adalah budaya dan alam ghoibnya. Kalau dari segi menu dan penjualnya, apalagi tempatnya, setan pun ogah mampir. ( sory mbah,,,, nggak ada maksud menghina. Cuma pembaca biar mantap). Kemanapun saya pergi ke suatu kota, pasti mencari tempat yang ideal seperti itu. Kecuali sama rombongan ibu-ibu pengajian atau rombongan kerja. Gak mungkin lah mengajak mereka mampir. Pasti ngajak ke Caref..... Atau plasa lain.
Mungkin sudah garis keturunan warok ponorogo atau salah asuhan, saya sejak muda dan menjelang tua selalu punya kontak dengan warung. Penggemar / teman saya pun biasanya ”kedanan” warung. Masak, sewaktu kerja di Ponorogo, baru bangun pagi sudah diajak ngopi diwarung. Habis itu ketemu teman lain menjelang kerja jam 7.00 wib, juga diajak mampir warung dulu. Sekitar jam 10.00 wib, ada musuh lama ngajak ke warung sebelah. Kalau nolak, mereka bilang aku sombong. (padahal tujuan ngajak, kadang-kadang mereka maunya ditraktir). Selepas jam 2.00 sambil nunggu pulang, di’paksa’ kewarung. Anehnya, malam hari, ada yang nelpon mau membicarakan ’bisnis” di warung. Itu masih jadwal yang resmi, belum kalau ada tamu dari ’luar negeri’ pasti mampir warung. Kecuali temenku yang tidak sealiran, tentu aku ajak ke rumah makan lain.
Setelah hijrah ke Pacitan, budaya itu mulai pupus. Bukan karena apa-apa. Ya karena gak ada warung yang cocok dan gak ada teman saja. Tapi hasrat tetap tinggi. Apalagi saya masih sering ke Ponorogo. Tiap hari temenku tanya kapan ke Ponorogo dan disuruh mampir. Aku jamin, pasti ujung-ujungnya ngajak ke warung. Karena sibuk dan waktu terbatas, kalau di Ponorogo aku njujug warung sendiri. Soalnya, kalau sama temenku bisa 4 jam gak keluar dari warung. Kalau sendiri paling lama setengah jam. (sorry bos.... gak ada maksud meninggalkanmu, Cuma suasana gak kondusif).
Hasrat itu mulai tersalurkan setelah mengenal warung Dinkes Utara ditambah angkringan (hiks) bocah klaten mulai banyak di Pacitan. Tapi kalau diwarung Dinkes Utara gak ada Dian dan Endro, rasa kopinya menjadi lain. Ada sedikit pahit dan getir. Ternyata mbahe bos warung itu pernah jadi tetanggaku. Maksudku pernah tinggal di dekat rumahku sewaktu aku masih di Ponorogo. Meskipun gak sempurna, warung itu lumayan untuk mengobati buntunya jalan pikiranku.
Dari pengamatanku selama menjelajahi dunia warung, orang datang ke warung kadang Cuma beli kopi cangkir kecil seharga 500 perak, satu batang rokok 500 rupiah, 1 gorengan 500 dolar jawa. Tapi, berjam-jam dia nongkrong disitu. Sampai-sampai, parkiran di depan warung penuh sesak. Memang sih kebanyakan yang ke warung itu berkelompok. Jarang sendirian (kecuali aku). Sambil ngobrol ngetan ngidul ngalor ngulon, atau main catur dulu.
Ternyata dari warung itu muncul ide-ide brilian. Banyak kasus yang saya tangani (koyok pengacara hotm... Pari.... saja), saya menemukan jalan keluar, mendapat wahyu, mendapat bisikan sewaktu di warung. Kebanyakan memang suasana warung tenang, aman dan gak masalah jika kita berjam-jam disitu. Gak akan diusir. Coba kita nongkrong Cuma beli es teh di restoran selama berjam-jam. Pasti langsung diusir. Bahkan kalau mau ngrewangi bakule isah-isah, kita gak perlu bayar.
Selain itu, jika kita punya musuh dan diajak ke warung, lama-lama permusuhan itu menjadi kendur dan musuh kita yang bayarin. Atau kalau kita kesepian, bakule akan rela menemani ngobrol. Atau kita menjumpai teman lama kita dari warung itu. Jadi setelah keluar warung, kita seperti keluar dari kamar mandi. Segar dan semangat baru. Jarang orang keluar warung kelihatan murung dan sedih. Biasanya dengan gagah berani, tertawa, membusungkan dada sambil menghisap rokok. (saya tidak merokok, tapi tidak pro perokok. Alias golput. Karena menamam tembakau adalah pekerjaan saya dulu. Hasilnya menguntungkan)
Pergi ke warung kita juga menggerakkan perekonomian negara. Mendukung sektor UMKM, membantu rakyat ’kecil” yang ditindas. Logikanya, kita membeli dagangan mereka, mereka untung, keluarga bisa sekolah dan jadi PNS. Coba gak ada yang mau ke warung, mereka mau disuruh kerja apa. Gak mungkin mengangkat mereka jadi honorer lagi.
Diwarung kita bisa membicarakan bisnis, usaha, pekerjaan, jodoh dan persoalan hidup lainnya. Negosiasi utang juga bisa di warung. Jual beli motor juga bisa dari warung. Mencari kerja juga bisa dari warung. Mengisi waktu libur juga bisa di warung. Pokoke bisa mendukung kesuksesan kita.
Kalau suntuk dan dirundung masalah, jangan takut ke warung. Datang saja, baik sendirian atau dengan teman. Disana akan ditemani banyak orang. Kalau malu curhat, gak usah disampaikan masalahmu. Cukup mendengarkan orang bicara, menikmati kopi, senyum sendiri dan mengamati keadaan. Bersyukurlah kita masih hidup dan ada teman hidup. Lihatlah sekitarnya yang bahagia tanpa syarat apapun. Setelah beberapa jam, keluarlah. Niscaya kamu bahagia.
Semoga pemerintah memperhatikan warung ini, memberi kredit tanpa bunga sehingga saya bisa bon tanpa bunga. Selain itu jangan sampai warung ini kena pajak seperti Pajak Warteg di Jakarta. Mengapa ? karena kalau kena pajak 10%, maka terjadi kenaikan harga. Imbasnya jumlah pembeli akan turun (karena mikir) dan saya juga mengurangi jatah ke warung.
Selain itu, harusnya pemilik warung ini diberi asuransi kesehatan supaya tetap sehat dan kuat bekerja. Kalau mereka sakit-sakitan, tentu menularkan ke pengunjung. Ya... to...!... (nalarmu apik le...). Terakhir, jangan digusur. Kebahagiaan dan kedamaian tidak mesti tinggal di gedung mewah, bagus, rapi, bersih. Kita bisa bahagia karena terpaksa dan gak berkhayal aneh-aneh.