Ngopi Neng Warung

Ditawari Jadi Presiden, Kyai Hasyim Asy’ari Justru Menyerahkan ke Soekarno

Ditawari Jadi Presiden, Kyai Hasyim Asy’ari Justru Menyerahkan ke Soekarno



Setelah berhasil menduduki bumi Indonesia, Jepang mengambil alih kekuasaan dan segera mendekati para tokoh pribumi. Ihwal ini dibahas oleh Zainul Milal Bizawie, dalam kesempatan diskusi di Islam Nusantara Center (INC), Sabtu (5/8).

Penulis buku “Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad” ini mengatakan “Ketika Belanda kalah, Jepang sudah mengetahui siapa di antara tokoh di Indonesia ini yang paling memiliki pengaruh”.

“Jepang tahu yang paling berpengaruh adalah Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari”, tandas Gus Milal.

Melalui utusannya, Jepang bertandang menemui Hadratus Syaikh. Karena beliau satu-satunya yang bisa memiliki pengaruh sampai akar rumput.

Jepang memilih mendekati kelompok di luar keraton, daripada mendekati  yang lain terutama pihak keraton atau ningrat yang dianggapnya selama ini diberikan fasilitas oleh kolonial Belanda.

“Di sinilah Pesantren dan kiainya dirangkul dan didekati”, ujar Milal yang juga penulis buku “Masterpiece Islam Nusantara” ini.

Beberapa tahun sebelum mengusir kolonial Belanda, jelas Milal, Jepang telah mengirim informannya sehingga tahu kelompok-kelompok mana yang harus didekati.

Namun, sewaktu pemerintahan Jepang, Mbah Hasyim Asy’ari juga pernah dipenjara karena dianggap melawan kebijakan Jepang. Meskipun demikian, ketika dalam Perang Dunia II  Jepang mengetahui hampir kalah, Jepang sempat bertanya, “siapa yang pantas jadi Presiden memimpin Indonesia? Dari berbagai masukan, disimpulkan yang paling pantas dan mendapat dukungan  luas menjadi Presiden memimpin Indonesia ini adalah KH. Hasyim Asy’ari”, terang Milal.

Kemudian Jepang mengirim seorang tokoh pergerakan bernama Maruto, seorang tokoh Murba, untuk menemui Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari. Menurut putranya, Maruto menyampaikan pesan dari seorang Jenderal bahwa Jepang menginginkan Mbah Hasyim Asy’ari untuk menjadi Presiden. Tapi mbah Hasyim menolak. Dan setelah beberapa kali utusan tersebut datang, mbah Hasyim mengatakan “yang pantas memimpin Indonesia ini, bukan saya tapi Soekarno”. Apalagi, Mbah Hasyim meyakini bahwa kemerdekaan RI bukan pemberian Jepang, melainkan perjuangan sendiri.

“Karena itu, dengan dukungan Mbah Hasyim Asy’ari, Soekarno memperoleh pengaruh kuat dalam lingkungan pesantren dan kelompok Islam.” pungkas milal. Itulah kenegarawanan dan keikhlasan Mbah Hasyim dan dunia pesantren, mempercayakan NKRI ini dipimpin oleh Soekarno. Inilah sejarah bangsa yang jangan sampai dilupakan.

Kenyataan ini menunjukkan bagaimana jaringan dan pengaruh kuat Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ar serta peran beliau dalam menegakkan Republik ini. (Aditia).
Www.jagatngopi.com

NU DAN MD, Mbah Hasyim yang WASKITO

🇮🇩NU Dan MD adalah seperti kakak dan adik di ormas islam indonesia. Dalam pergerakan awalnya MD mengambil arah moderat yg mana di sektor ini belum tergarap oleh ulama' 2 NU secara maksimal karena NU lebih konsen pada pilar tradisional yg memiliki akar budaya kuat melekat bagi rakyat indonesia. NU secara histori memang berdiri sejak tahun 1926 namun secara hakekatnya NU ada sejak awal da'wah islam yg dibawak oleh para sunan wali songo. Beliaunya Hadrotis Syeh Mbah Hasyim berupaya mengorganisir kekuatan islam tradisional yang ada lewat sebuah ormas yang bernama NU tujuan utamanya agar dakwah Islam yang indah warisan leluhur Bangsa Indonesia  seperti  wali songo dan habaib serta ulama' punden tidak tergerus oleh pola dakwah ekstrem ala wahabi yang dikenal sangat masiv dalam memberangus nilai2 budaya dan warisan sejarah.
 Terbukti begitu rezim saud berkuasa seluruh situs sejarah rasul baik di makkah dan di madinah diberangus.

 Beliau mbah hasyim memang sosok yang waskito (KASYAF).  Dan ternyata benar apa yang jadi prediksi beliau munculnya faham2 radikal dan ekstrem ini bersumber dari Dinasty Assaud.

 Alhamdulilillah Indonesia ada NU dan Muhammadiyah sehingga mampu menjawab tuduhan bahwa Islam agama yang tegak dengan pedang dan darah pada dunia dengan dakwah islam rahmatan lil alamin bernuansa nusantara.
Ini wajib kita syukuri.
semoga NU dan MD selalu jalan seiring seperti seiringnya mbah hasyim dan mbah dahlan.ilahi amin

Habib Mustafa  Alhasani

Daftar 50 orang Indonesia, bukan karena maen WA

*Daftar 50 orang Indonesia*
*terkaya setelah Tax-Amnesty*
Melansir Globe Asia 20/3/17

*50● Osbert Lyman*
Lyman Group: Property, plantations
US$ 898 juta
*49● Jusuf Kalla dan keluarga*
Kalla Group
899 juta
*48● Boenjamin Setiawan & keluarga*
Kalbe Farma
US$ 899,3 juta
*47● Sandiaga Uno*
Saratoga, Recapital : Private equity, investment
US$ 900 juta
*46● Alexander Tedja & Melinda Tedja*
Pakuwon Group
US$ 902 juta
*45● Benny Subianto*
Persada Capital Group
US$ 905 juta
*44● Hashim Djojohadikusumo*
Arsari Group
US$ 1,030 miliar
*43● Tomy Winata*
Artha Graha Group
US$ 1,1 miliar
*42● Luntungan Honoris*
Modern Group
US$ 1,15 miliar
*41● Johan Lensa*
J Resources
US$ 1,26 miliar
*40● Gunawan Jusuf*
Sugar Group Companies
US$ 1,3 miliar
*39● Handojo Santoso*
Japfa Comfeed Group
US$ 1,52 miliar
*38● Sugianto Kusuma (Aguan)*
Agung Sedayu, Bank Artha Graha
US$ 1,53 miliar
*37● Martias & Tjiliandra Fangiono*
First Resources
US$ 1,55 miliar
*36● Mu’min Ali Gunawan*
Panin Group
US$ 1,57  miliar
*35● Husein Djojonegoro*
ABC, Orang Tua Group
US$ 1,61 miliar
*34● Teddy Thohir dan Garibaldi Thohir*
TNT Group
US $1,642 miliar
*33● Rusdi Kirana*
Lion Air Group
US$ 1,65 miliar
*32● Dato Low Tuck Kwong*
Bayan Resources
US$ 1,68  miliar
*31● Hartadi Angkosubroto dan Husodo Angkosubroto*
Gunung Sewu Group
US$ 1,75 miliar
*30. Murdaya Poo dan Siti Hartati Murdaya*
Central Cipta Murdaya
US$ 1,78 miliar
*29● Kartini Muljadi dan Handojo S Muljadi*
Tempo Scan Group
US$ 1,85 miliar
*28● Suryadi Darmadi*
Duta Palma Nusantara Group
US$ 1,88 miliar
*27● Benjamin Jiaravanon dan Jialipto Jiaravanon*
Charoen Pokphand Indonesia
US$ 1,92 miliar
*26● Lim Hariyanto Wijaya Sarwono*
Harita Group
US$ 1,93 miliar
*25● The Nin King*
Argo Manunggal Group
US$ 1.95  miliar
*24● Djoko Susanto*
Sumber Alfaria Trijaya
US$ 1,985 miliar
*23●  Aksa Mahmud*
Bosowa Corporation
US$ 2,1 miliar
*22● Ciputra*
Ciputra Group
US$ 2,2 miliar
*21● Jakob Oetama dan Lilik Oetama*
Kompas Gramedia Group
US$ 2,3 miliar
*20● Haryanto Adikoesoemo AKR Corporindo*
US$ 2,48 miliar
*19● Hary Tanoesoedibjo*
MNC Group
US$ 2,56 miliar
*18● Eddy Sariaatmadja dan Fofo Sariaatmadja*
Elang Mahkota Teknologi
US$ 2,72 miliar
*17● Edwin Soeryadjaya*
Saratoga, Recapital, Plantation BB
US$ 3,6miliar
*16● Martua Sitorus*
Wilmar International
US$ 3,8 miliar
*15● Tahir*
Mayapada Group
US$ 3,85 miliar
*14● Peter Sondakh*
Rajawali Group
US$ 3,87 miliar
*13● Sjamsul Nursalim*
Gajah Tunggal Group
US$ 3,88 miliar
*12● Theodore P Rachmat* Triputra Group, Adaro
US$ 3,9 miliar
*11● Mochtar Riady*
Lippo Group
US$ 4,2 miliar
*10● Sukanto Tanoto*
Royal Golden Eagle
US$ 4,8 miliar
*9● Eddy William Katuari*
Wings Group
US$ 4,85 miliar
*8● Aburizal Bakrie*
Bakrie Group
US$ 4,86 miliar
*7● Putera Sampoerna*
Sampoerna Strategic
US$ 4,865 miliar
*6● Sri Prakash Lohia* Indorama Group
US$ 4,87 miliar
*5● Chairul Tanjung*
CT Corp
US$ 5,7 miliar
*4● Susilo Wonowidjojo*
Gudang Garam
US$ 7,3miliar
*3● Eka Tjipta Widjaja*
Sinar Mas Group
US$8,6 miliar
*2● Anthoni Salim*
Salim Group, First Pacific
US$ 10,2 miliar
*1● Robert Hartono & Michael Hartono*
Djarum Group BCA
US$ 10,5 miliar
___________________
*Mohon maaf apabila  nama Anda belum terdaftar. Bisa jadi Anda belum maksimal dalam berusaha. Atau, bisa jadi juga Anda terlalu banyak WA-an.*
🙏😁

Mbah Siddiq, Kyai Pedagang yang Mengislamkan Jember

Mbah Siddiq, Kyai Pedagang yang Mengislamkan Jember
Di Jember yang gelap, banyak hutan dan menyeramkan ini, Kyai Shiddiq diperintah gurunya (Kyai Cholil Bangkalan) untuk berdakwah. Penduduk Jember pada saat itu masih sedikit, selain telah ada agama Hindu dan Budha, Islam ketika itu sangat sedikit. Selain itu, penduduk Jember banyak yang melakukan perjudian, perampok, berzina, dan lain-lain.
Selain berdakwah, Kyai Shiddiq juga berprofesi sebagai pedagang kain, sarung, alat-alat pertanian, kitab, dan lair-lain. Seringkali la berdagang keliling di Jember, Rambipuji, Kencong, Balung dan Ambulu. Barang dagangan Kyai Shiddiq cukup laris, karena beliau terkenal jujur dan berperilaku simpatik. Sebagai Da'i, Beliau ajarkan agama pada murid-muridnya di pasar. Ketika ada pembeli, aktivitas mengajar dihentikan sejenak untuk melayani pembeli. Setelah selesai, ia teruskan kembali aktivitas mengajamya. Akhimya, banyak orang menghadap Kyai Shiddiq untuk belajar agama, karena orang tertarik pada pribadinya yang jujur, sopan, baik dan simpatik Keteladanan pribadi beliau mencontoh keteladanan Rasulullah Saw.
Syahadatain. Fatihah, Tahiyyati, Fasholatan dan Al Qur'an. Dengan sabar ia ajarkan satu-persatu, dan secara praktis ia ajarkan pula akhlaq dan aqidah. Cara Kyai Shiddiq mengajar agidah dan akhlaq adalah bercerita. Tentu saja metode bercerita ini, mudah ditangkap bagi muri d-muridnya. Ketika muridnya tidak datang, dihabiskan waktunya dengan membaca Al Quran dan dalailul khairat. Bila sudah terasa banyak ngaji Qur'an, lalu la pindah ngaji dalail. Dan hampir setiap malamnya, waktu Kyai Shiddiq sering digunakan untuk beruzlah (menyepi) di makam hibah Cholifah. Makam Waliyullah Mbah Cholifah yang terletak di Tempean. Menurut riwayat, Mbah Cholifah adalah ulama dan tentara pasukan Pangeran Diponegoro yang melarikan diri ke Jember.
Setiap hari habis berdagang dan pulang ke Gebang, Kyai Shiddiq selalu mengendarai dokar. Banyak orang Jember yang faham dokar kesukaan beliau, yakni dokar yang tertutup rapat di samping dan belakangnya. Mengapa?, karena di dalamnya Nyai Shiddiq ikut. Kyai Shiddiq sendiri, lebih suka duduk sendirian di depan bersama kusir dokar, bahkan seringkali harus menambah ongkos dokarnya setengah rupiah, hanya agar bisa duduk sendiri.
Ternyata, beliau lakukan itu semata-mata agar bisa tenang membaca dan menghafal Al-Qur'an. Tentu saja, kusir dan orang lain yang menumpang menjadi segan mengajaknya ngobrol Walhasil, dengan membaca dan menghafalkan setiap harinya tercapailah cita-cita Kyai Shiddiq. Beliau hafal Al-Qur'an dalam tempo ± 4 tahun dari atas dokar.
Ternyata, berdakwah yang dilakukan di tengah-tengah keramaian pasar dan juga berkeliling ke daerah-daerah di sekitar Jember adalah strategis. Dengan berdakwah di tengah-tengah keramaian, justru banyak orang yang mengetahui dan tertarik untuk mengikutinya. Dan Kyai Shiddiq, tidak hanya dikenal di Jember saja. Di daerah Ambulu. Rambipuji, Kencong, Balung dan lain-lain banyak mengenalnya sebagai "Kyai Pedagang".
Setelah dirasa tidak memungkinkan bagi beliau untuk berdakwah sambil berdagang, karena dianggap kurang efektif. maka Kyai Shiddiq merencanakan membangun musholla di sebelah rumahnya di Gebang. la ingin mewujudkan cita-citanya sejak mondok, yaitu mendirikan pondok pesantren. Tujuan Kyai Shiddiq mendirikan pondok pesantren yang masih berupa lang-gar ini adalah:
1. Menyiarkan dan mewariskan ilmu.
2. Tempat pendidikan anak dalam rangka mengangkat derajat ummat islam
3. Usaha untuk menyiapkan ulama atau muslim yang bertaqwa.
Masyarakat banyak berdatangan ke langgar Kyai Shiddiq untuk mengaji. Mereka umumnya adalah santri yang pemah diajar beliau di berbagai tempat.
Syarat-syarat menjadi santrinya Kyai Shiddiq antara lain:
1. Berjanji "menata niat mengaji" hanyalah semata-mata untuk beribadah. Seandainya niatnya untuk mencari ilmu saja, maka ditolak.
2. Tidak boleh ngaji lain sebelum bagus bacaan Qiro'atus Syahadati, Usholliyani, Fatihahi, Tahiyyati, Adzan dan Igomah serta Qiro'atul Qur'annya.
3. Wajib patuh pada peraturan pondok, karena beliau menginginkan mencetak kader-kader Islam yang tangguh.
Dalam mendidik santri, Kyai Shiddiq lebih menfokuskan pada kader (santri) yang berorientasi pada amal (kelakuan) dari pada tingginya ilmu semata yang didapatkan. Ini sangat logis, sebab masyarakat saat itu dalam taraf kebodohan dan kejahatan moral. Mereka akan mudah menerima ajakan/da'wah dari orang-orang yang bisa di contoh kelakuannya yang baik (uswatun hasanah). Mereka masih belum sampai pada taraf/ukuran konflik pendapat dalam hujjah agama. Masyarakat mudah di bimbing dengan praktek yang sederhana dan contoh nyata.
Praktek-praktek ibadah yang dilakukan secara istigomah di terapkan langsung oleh beliau. Beliau bimbing dan diawasi ketat praktek sholat berjama' ahnya, ketepatan waktu adzan, dziqir, dan lain-lain. Bila sudah jadi -artinya santri yang siap diterjunkan ke masyarakat- santri ditempatkan di daerah-daerah yang strategis.
Daerah-daerah strategis dalam berdakwah adalah
1. Masjid-masjid yang banyak dirintis oleh beliau.
2. Kampung-kampung yang ramai penduduk.
3. Daerah-daerah hitam (sarang kejahatan)
Santri yang mula-mula ngaji di langgar Gebang antara lain Dahlan dari Kaliwungu Jawa Tengah - kemudian menjadi Kyai di Jenggawah, dan Ali dari Angsana Mumbulsari. Kemudian disusul oleh santri-santri dari daerah lain, sehingga langgar itu penuh santri ngaji. Keinginan Kyai Shiddiq adalah membuat pondokan santri yang mengelilingi langgar. Tetapi keinginan itu sulit terealisir karena posisi langgar berhimpitan dengan rumah-rumah penduduk di Gebang.
Kyai Shiddiq berikhtiar mencari tanah yang lebih luas untuk mewujudkan cita-citanya itu, membangun pesantren dengan pondok-pondok santri yang mengelilinginya Berdasarkan hasil istikharah, Kyai Shiddiq temukan tanah idamannya itu di daerah Talangsari (di tanah wagaf Kyai Shiddiq sekarang). Tanah yang luasnya ± ½ hekktar itu masih berupa tanah sawah. Kemudian pada tahun 1915, Kyai Shiddiq pindah rumah ke Talangsari. Dan tentu saja semua santrinya ikut pindah. Rumah di Gebang kemudian ditempati oleh KH Mahmud (putranya) yang sekaligus Kyai Mahmud melanjutkan pengajaran agama di Musholla Gebang itu.
Musholla dan rumah baru di Talangsari dibangun, beliau dibantu oleh H. Alwi dan Bang Abd. Rachman, H. Alwi banyak sekali menyumbangkan dana untuk kepentingan pembangunan rumah kyai dan musholla di tanah waqaf Jadilah tanah idaman itu sebagai pesantren yang dicita-citakan sejak du1u. Pesantren itu tidak ada namanya. Hanya orang Jember mengenalnya sebagai Pesantren KH. Shiddiq. Dan ndalem Kyai di Talangsari ada 2, yaitu: (1) Ndalem utara musholla (sekarang rumah Drs KH Nazir Muhammad MA) adalah ndalem Nyai Maryam dan (2) Ndalem selatan Musholla (sekarang rumah Gus Eri ) adalah ndalem Nyai Mardliyah.
Santri yang sudah dianggap cukup menimba ilmu pada Kyai tihiddiq dan merencanakan pamit, Kya’i Shiddiq selalu menasehati sebagai berikut:
1. Dirikanlah musholla, walaupun sederhana dan kecil. Dengan mendirikan musholla, maka tidak mungkin santri lupa pada sholat berjamaah. Disamping itu, menuntut santri tersebut mengamalkan ilmu di masyarakat. Mengamalkan ilmu agama khususnya tentang sholatwudlu, terutama pada anak-anak. Dengan mengajarkan anak-anak ilmu agama maka sedini mungkin sudah menyiapkan generasi masyarakat yang iman dan taqwa.
2. Santri hendaknya merintis berdirinya masjid. Untuk daerah yang belum terlaksana sholat Jum'at. Atau santri hendak ikut mengisi kegiatan masjid, seperti khotbah, pengajian lain-lain.
3. Pada hari raya `Idul Fitri dan `Idul `Adha, para santri hendaklah mengajak masyarakat untuk meramaikannya dengan cara bertakbir, membersihkan dan memperindah lingkungan. Pagar rumah dan dinding dikapur dan ruangan rumah ditata terkesan istimewa (lain dari biasanya).
Ketiga pesan yang sederhana itu, dilakukan dengan istigomah (sungguh-sungguh). Kyai Shiddiq sendiri sering mengunjungi para santrinya di tengah-tengah kesibukan berdagangnya. Beliau selalu mengingatkan tentang "musholla, mengajar dan sholat jum'at dengan mencek: Apakah si santri sudah mendirikan musholla/langgar?, Apakah si santri mengamalkan ilmunya (mengajar dan Apakah di daerahnya (kampung si santri) sudah melaksanan sholat Jum' at?
Hasilnya ternyata sangat nampak, banyak musholla yang didirikan di desa-desa. Dan para santri diwajibkan untuk mengajar masyarakat, khususnya anak-anak Begitu pula daerah-daerah yang belum ada masjidnya, maka beliau memprakarsainya sebagaimana pondirian musholla-musholla, seperti: Di Baratan, Pak Bardak (tokoh masyarakat Baratan dan santri Talangsari) ketika berinisiatif mendirikan masjid, tetapi la tidak memiliki dana. "Kyai, nopo njenengan ngersahaken teng mriki ? "(Kyai, apakah Kyai menghendaki tanah di sini?
Maksudnya adalah menanwarkan tanah untuk kegiatan da'wah) ", tanya Pak Bardak "lyo, tapi, gawehen masjid. Aku Insya Allah khotbah ning masjid kene..." (Iya, Tapi buatlah masjid. Dan aku insya Allah khotbah (di masjid sini) ", jawab Kyai Shiddiq.
Kemudian beliau kumpulkan masyarakat Baratan untuk niusyawarah. Dan diputuskan untuk bergotong-royong membangun masjid di atas tanah jariyah Pak Bardak tersebut. Ada yang menyumbang dana, , dan ada yang menyediakan material dan ada pula yang menyediakan tenaganya.
Masjid-masjid yang didirikan beliau atau diprakarsai berdiri oleh beliau antara lain
1. Masjid Jamik Jember (Masjid Al-Baitul Amin)
2. Masjid Talangsari (Masjid Sunan Nur)
3. Masjid Kebonsari (Masjid Rachmat)
4. Masjid Angsana Mumbulsari.
5. Masjid Sukosari Sukowono.
6. Masjid Subojatian, Pakusari.
7. Masjid Bangsalsari.
8. Masjid Sumber Pinang - Kalisat.
9. Masjid Baratan Patrang.
10. Masjid Bintaro Patrang.
11. Masjid Klompangan, Jenggawah.
12. Masjid Pace, Silo.
13. Masjid Bunder, Sukowono.
Kyai Shiddiq mengisi khotbah Jum'at di masjid-masjid tersebut secara bergiliran. Dalam khotbahnya menggunakan bahasa Arab (tidak diterjemahkan). Ternyata dalam strategi mendirikan masjid, musholla dan mengajarkan ilmu tersebut adalah da'wah yang berhasil. Fungsi masjid dan musholla sebagai tempat beribadah sholat dan tabligh (menyampai agama) telah menyebarkan Islam secara merata di daerah Jember.
Putera-putranya yang sejak usia muda telah menjadi Kyai antara lain: KH. Mansur, KH. Achmad Qusyairi, KH Machmudz, KH. Mahfudz Shiddiq, KH. Abdul Halim Shiddiq, KH. Abdullah dan KH. Achmad Shiddiq. Para menantu antara lain: KH. Abdullah bin KH. Umar, KH. Muhammad, KH. Hasyim dan KH. Dhofir Salam. Keberhasilan tersebut tentu dipengaruhi pula oleh pola kehidupan sehari-hari dimasa hayatnya. Mungkin kita bertanya, bagaimana pola kehidupan Kya’i Shiddiq sehingga Allah memberinya taqdir dengan dikaruniainya keturunan yang selanjutnya menjadi ibarat mutiara-mutiara.
Ternyata, Kya’i Shiddiq adalah sosok yang sangat "istiqamah", yaitu: tekun, telaten, ajeg, terus-menerus dengan tidak bosan-bosan dan mengamalkan apa saja yang dapat diamalkan. Hampir setiap hari Kyai Shiddiq selalu bangun pada jam 3 malam untuk sholat sunnat tahajjud, riyadhah maupun sholat-¬sholat sunnah lainnya. Menjelang subuh kyai keliling pondok mcmbangunkan santri. Beliau keliling sambil membawa tongkat penjalin, damar ublik (obor) dan teko berisi air. Dengan tongkatnya beliau ketok pintu-pintu pondok para santri.
Terkadang kyai membangunkan santri dengan cara menabuh blek gembreng, sehingga bersuara gaduh dan memekakkan telinga. Bahkan setiap santri yang terlelap tidurnya, pasti aka menjadi sasaran guyuran air ceret yang selalu dibawanya. Sesudah adzan (santri bernama Ilyas yang ditugaskan sebagagai Mu'adzin), kyai sendiri selalu memimpin pujian (dzikir sebelum sholat subuh, setelah sebelumnya kyai melaksanakan sholat Qobliyah terlebih dahulu. Setelah berzikir/pujian kemudian melakukan sholat jamaah Subuh.
Pada umumnya, wiridan baru akan selesai sampai surya muncul agak tinggi. baru kemudian kyai masuk ke "kamar khusus" di sebelah utara tempat imam di musholla. Di kamar khusus" itulah tempat Kyai Shiddiq menyepi, beribadah sholat sunnat dan lain-lain. Santri tak seorangpun yang berani masuk kamar tersebut. Karena dalam "kamar khusus" itu Kyai Shidang melakukan sholat Dluha dan sholat-sholat sunnah lainnya Selesai sholat Kya’i biasanya melanjutkan dengan mengaji Al-Qur'an dan membaca dalailul khairot. Selain sebagai seorang hafidz, Kyai Shiddiq sangat istiqamah menghatamkan Alquran ; setiap minggu.
Secara runtut, batas-batas bacaan Al-Qur' an dalam seminggu sebagai berikut:
1. Hari Jum'at membaca Al Fatihah s.d Al -Maa'idah
2. Hari Sabtu membaca Al-An'am s.d At-Taubah
3. Hari Ahad membaca Yunus s. d Maryam
4. Hari Senin membaca Thaha s. d Al-Qashash
5. Hari Selasa membaca Al-Ankabut s.d Shaad
6. Hari Rabu membaca Az-Zumar s.d Ar-Rakhman
7. Hari Kamis membaca Waqi' ah s. d An-Naas
Sekitar pukul 08.00 sampai jam 09.00 pagi. Kyai mengajar Fasholatan dan Al-Qur'an. Kitab Fasholatan yang diajarkan adalah hasil karangan beliau sendiri. Biasanya ketika mengajar Fasholatan dan Al-Qur'an banyak menggunakan cara-cara sorogan. Usai sorogan Fasholatan dan AI-Qur' an, barulab Kyai masuk ke ndalem untuk sarapan pagi. Setelah itu, Kyai masih meneruskan kembali sholat-sholat sunnah, mengaji Al-Qur'an dan membaca Dalail.
Baru pada sekitar jam 10.00 sampai jam 12.00 siang Kyai Shiddiq mengajar ngaji kitab kuning. Dalam pengajian kitab kuning ini, Kyai Shiddiq banyak menggunakan cara weton/bandongan. Cara Weton adalah cara pengajian kitab yang berasal dari istilah jawa, karena pada umumnya waktu pengajian disesuaikan dengan waktu-waktu tertentu seperti usai waktu sholat, dan sebagainya/ Secara teknis dalam pengajian cara weton ini Kyai membaca dan menerangkan kitab yang diperuntukkan secara massal. para santrinya memperhatikan kitabnya sendiri sambil membuat catatan-catatan (tentang arti maupun keterangan dari kyai).
Selesainya pengajian, Kyai Shiddiq makan siang bersama-sama keluarga dan khaddamnya. Kemudian mengerjakan sholat Dzuhur secara berjama'ah. Sebelum sholat dzuhur, bersama - sama melakukan dzikir/pujian dan sholat sunnah Qobliyah.
Selesai sholat, lalu wiridan yang bacaannya lebih pendek dari dzikir ba'da subuh. Disambung dengan sholat sunnah Ba'dliyah dzuhur dan mengajar ngaji Al-Qur'an dan Fasholatan. Santri yang dibolehkan ngaji Al-qur'an adalah yang sudah lulus (fasih/tartil bacaan) Syahadati, Fatihati, Tahiyyati Sholati, adzan dan igamah. Bila bacaan masih belum tartil tetap masih harus mengaji Fasholatan saja. Selesai mengajar, barulah Kyai Shiddiq istirahat (tidur) sebentar. Begitu bangun, Kyai Shiddiq melakukan sholat sunnah berkali-kali, mengaji Al¬qur'an dan membaca dalail. Amalan sholat sunnah yang istiqamah dilakukannya 100 rakaat dalam sehari-semalam serta mengkhatam dalail sehari sekali.
Waktu ashar tiba, beliau sholat sunnah berkali-kali dan para santri membaca syi'ir "Aqidatul 'Awam". Lalu sholat jama'ah Ashar dan Dzikir. Dzikir ba'da sholat Ashar sama dengan dzikir ba'da sholat subuh. Kemudian dilanjutkan dengan pengajian kitab Ihya 'Ulu¬widdin dan Shohih Buchori ". Selesai mengajar, Kyai masuk dalem melanjutkan mengaji Al-Qur'an dan dalail sampai masuk waktu Maghrib. Sebelum sholat jama'ah Maghrib.
Dzikir ba'da sholat Maghrib sama dengan dzikir ba'da subuh. Selesai berdzikir dilanjutkan sholat sunnah Ba'diyah dan ngaji. Pengajian ba'da sholat Maghrib adalah Al-Qur'an dan F'asholatan yang teknisnya diatur sebagai berikut:
1. Santri dewasa dan tartil bacaannya harus membaca Qur' an 1 juz, sehingga dalam sebulan sudah harus hatam. Tempat mereka di dalam musholla.
2. Santri bocah harus ngaji Al-Qur'an dan Fasholatan di luar langgar. Mereka diajar Badal Kyai yaitu Haji Baidlowi (lurah pondok asal Madura) dan Abdul Azis.
Selesai ngaji (tanpa turun dari langgar) lalu bersama-sama pujian gobliyah sholat Isya' dan sholat sunnah rawatib. Kemudian melaksanakan sholat Isya' berjama'ah dan dilanjutkan dengan wiridan dan sholat sunnat rowatib. Wiri¬dannya sama dengan wirid ba'da sholat `Ashar. Di ndalem Kyai Shiddiq melakukan sholat sunnat berkali-kali, ngaji Qur'an dan dalail sampai "sare" (tidur). Khusus pada malam Jum'at ba'dal maghrib, kyai Shiddiq memimpin bacaan Barzanji. Dan pada malam Senin ba'da Maghrib, membaca Diba'. Semula pemba¬caan Diba' dilakukan malam Jum'at dan Barzanji pada malam Senin.
Suatu saat ketika sedang memimpin pembacaan (pada malam Senin) itu, tiba-tiba Kyai Shiddiq melihat kehadiran Rasulullah Saw hadir dan berdiri di pintu. Spontan, Kyai Shiddiq merobah bacaannya dengan Diba'. Maka sejak peristiwa inilah, pembacaan Diba' dilakukan setiap malam Senin dan malam Jum'at untuk Barzanji. Kemudian dilanjutkan dengan membaca Rotibul Haddad (Rotib Sayyid Abdullah Alawi Al-Haddad).
Aktivitas mengajar Kya’i Shiddiq yang sangat padat itu dilakukan tatkala telah banyak santri yang ngaji pada beliau. Sebelumnya, Kyai Shiddiq membagi waktunya dengan berda¬gang sebagai ma'isahnya (mata pencahariannya hidupnya). Kegiatan mengajar yang full tersebut membuat Kyai Shiddiq harus mengalihkan perhatian dari aktivitas berdagang pada santrinya dan putra-putranya.
Nampaknya, Kyai Shiddiq terus dijaga oleh Allah Swt. dari makanan hasil perbuatan haram karena sifat wiro'i beliau. Wiro'i adalah sikap yang selalu menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela, seperti makruh dan subhat (tidak jelas, apakah dibolehkan oleh agama atau tidak), terlebih lagi haram yang jelas dilarang. Mbah Siddiq tidak berkenan mengajar kitab menggunakan papan tulis, sebab ayat-ayat Al Quran yang ditulis papan yang kemudian dihapus, berjatuhan. ini kan sama dengan menelantarkan lembaran Mushaf yang robek.
Mbah Sidiq dan NU
Setelah NU berdiri, KH. Hasyim Asy'ari mengutus KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Masykur untuk sowan kepada Mbah Sidiq. Tujuannya adalah meminta dukungan kepada beliau dan memintanya agar sudi masuk dalam struktur pengurus. Dalam pertemuan itu beliau tidak langsung menjawab. Beliau meminta waktu barang semalam untuk meminta petunjuk. Pada keesokan harinya beliau baru memberikan jawaban. Isi dari jawabanya adalah beliau sangat respek dengan lahirnya NU.
Akan tetapi, beliau keberatan apabila ikut masuk dalam jajaran
pengurus. Alasannya adalah beliau ingin berkonsentrasi mengurus para santri. Dalam kesempatan itu beliau mengatakan bahwa anak cucunyalah yang akan ikut mengurus NU.
Sesuai dengan jawabannya pada waktu itu, di kemudian hari anak cucunya mendarmabaktikan hidupnya untuk kebesaran NU.
Banyak dari mereka duduk dalam pengurus teras NU. Tercatat KH. Mahfudz Sidiq sebagai Ketua Umum PBNU, KH. Abdullah Sidiq sebagai Ketua PWNU Jawa Timur, KH. Achmad Sidiq sebagai Rais Am PBNU. Mereka adalah putra-putra Mbah Sidiq. Dari golongan cucu tercatat KH. Abdul Hamid Pasuruan, sang Waliyullah, KH. Ali Mansur, pencipta Salawat Badar, H.
A Hamid Wijaya sebagai Ketua PP GP Ansor yang pertama dan Katib Am PBNU, dan Hizbullah Huda sebagai Ketua PW GP Ansor Jatim.
Mbah Sidiq wafat pada hari Ahad Paing, 9 Desember 1934 M dalam usia 80 tahun. Beliau meninggalkan beberapa karya tulis, di antaranya adalah nadzam kitab Safinah dan meninggalkan keturunan yang mayoritas hafal Al-Qur’an dan menjadi pengasuh pesantren. Keturunan yang berkah ini termasuk dari buah yang didapat dari lakon riyadhah beliau.
Beliau selalu menyempatkan waktu disela-sela berdagang untuk menghafal Al-Qur’an. Begitu juga ketika perjalanan pergi-pulang ke pasar. Sehingga dalam waktu empat tahun beliau dinyatakan sebagai hafidz Al-Qur’an. Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga di Turbah Condro, Jember, Jawa Timur.
Salah satu keturunan beliau juga mempunyai karya yang mendapat apresiasi dari ulama internasional. beliau adalah KH. Ahmad Sidiq. Karya beliau juga berupa nadzam atas kitab Safinah. Dari nadzam tersebut ada seorang ulama bermadzhab Maliki yang tertarik untuk memberi syarah. Judul karyanya tersebut bernama Inârat ad-Duja bi Tanwîr al-Hija bi Nadzmi Safînah an-Naja.
Lahumul Fatihah...
Like Fanpage ULAMA & KIAI Nusantara

JANGANLAH MENJADI PEBISNIS AGAMA

JANGANLAH MENJADI PEBISNIS AGAMA
Adalah KH Aziz Manshur yang pernah dawuh: "santri iku kudu wani melarat (santri itu harus siap hidup miskin)!"
Mbah Yai juga sering dawuh hampir ditiap akhirus sanah: "nak wes nang omah kudu obah senajan dodol pentol, ojo sampe ngedol agomone..!" (kalau sudah kembali ke rumah, harus berupaya, meski sekedar jualan penthol, jangan sampai menjual agamanya)
"Kudu wani melarat" disini bukan berarti kita tidak boleh kaya. Dalam dawuhnya tidak ada kalimat yang bermakna larangan untuk kaya, yang ada kalimat perintah untuk berani melarat. Ini antisipasi agar jiwa para santri sudah siap ketika nasib kurang beruntung. Bila dikaitkan dengan gaya hidup ulama' terdahulu, yang dilarang oleh Mbah Yai adalah hanya zuhud secara lahir tapi batin tidak. Kaya tapi zuhud secara batin itu lebih baik dari pada miskin tapi batinnya tidak zuhud atau batinnya masih suka duniawi.
Kesimpulan ini tersirat dalam dawuh "kudu obah senajan dodol pentol, ojo sampai ngedol agomone..!". Dawuh ini juga mengisyaratkan larangan menjadikan agama sebagai modal menjadi kaya. Yang diharapkan dari Beliau adalah boleh kaya tapi dengan usaha, bukan dengan atribut agamanya. Isyarat ini tersirat dalam gaya hidup Beliau. Beliau dilingkari dengan harta, tapi Beliau tidak kumantil dengan hartanya. Harta Beliau yang ada juga bukan dari hasil kegiatan keagamaanya, tapi hasil usaha.
Bila dipikir lebih jauh, andai santri menjadi tokoh dan kaya karena kegamaannya di kampung halamannya sedang hatinya masih cinta pada dunia, maka sebenarnya penduduk kampungnya bukan sedang dibimbing olehnya, tapi mereka sedang melakukan transaksi jual beli dengan santri. Ini yang sangat dikhawatirkan oleh Mbah Yai. Jadi, santri itu harus punya jiwa wirausaha tapi hatinya tidak cinta pada hasil wirausahanya.
Bila disimpulkan: "LEBIH BAIK KERJA (USAHA) DIJADIKAN IBADAH, dari pada IBADAH DIJADIKAN KERJA (USAHA).
Berat...? Ya memang berat. Tapi semoga kita terlepas dari menjadi PEBISINS AGAMA dan menjadi PEBISNIS BERAGAMA. Amiin...
Dumateng mbah KH Aziz Manshur (Lirboyo) lahul faatihah...

MENOLAK IDE KHILAFAH

MENOLAK IDE KHILAFAH
=====================
Oleh: Moh. Mahfud MD
"Buktikan bahwa sistem politik dan ketatanegaraan Islam itu tidak ada. Islam itu lengkap dan sempurna, semua diatur di dalamnya, termasuk khilafah sebagai sistem pemerintahan”. Pernyataan dengan nada agak marah itu diberondongkan kepada saya oleh seorang aktivis ormas Islam asal Blitar saat saya mengisi halaqah di dalam pertemuan Muhammadiyah se-Jawa Timur ketika saya masih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi.
Saat itu, teman saya, Prof Zainuri yang juga dosen di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, mengundang saya untuk menjadi narasumber dalam forum tersebut dan saya diminta berbicara seputar ”Konstitusi bagi Umat Islam Indonesia”.
Pada saat itu saya mengatakan, umat Islam Indonesia harus menerima sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sistem negara Pancasila yang berbasis pluralisme, Bhinneka Tunggal Ika, sudah kompatibel dengan realitas keberagaman dari bangsa Indonesia.
Saya mengatakan pula, di dalam sumber primer ajaran Islam, Al Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW, tidak ada ajaran sistem politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan yang baku. Di dalam Islam memang ada ajaran hidup bernegara dan istilah khilafah, tetapi sistem dan strukturisasinya tidak diatur di dalam Al Quran dan Sunah, melainkan diserahkan kepada kaum Muslimin sesuai dengan tuntutan tempat dan zaman.
SISTEM NEGARA PANCASILA
Khilafah sebagai sistem pemerintahan adalah ciptaan manusia yang isinya bisa bermacam-macam dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Di dalam Islam tidak ada sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang baku.
Umat Islam Indonesia boleh mempunyai sistem pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan realitas masyarakat Indonesia sendiri. Para ulama yang ikut mendirikan dan membangun Indonesia menyatakan, negara Pancasila merupakan pilihan final dan tidak bertentangan dengan syariah sehingga harus diterima sebagai mietsaaqon ghaliedzaa atau kesepakatan luhur bangsa.
Penjelasan saya yang seperti itulah yang memicu pernyataan aktivis ormas Islam dari Blitar itu dengan meminta saya untuk bertanggung jawab dan membuktikan bahwa di dalam sumber primer Islam tidak ada sistem politik dan ketatanegaraan. Atas pernyataannya itu, saya mengajukan pernyataan balik. Saya tak perlu membuktikan apa-apa bahwa sistem pemerintahan Islam seperti khilafah itu tidak ada yang baku karena memang tidak ada.
Justru yang harus membuktikan adalah orang yang mengatakan, ada sistem ketatanegaraan atau sistem politik yang baku dalam Islam. ”Kalau Saudara mengatakan bahwa ada sistem baku di dalam Islam, coba sekarang Saudara buktikan, bagaimana sistemnya dan di mana itu adanya,” kata saya.
Ternyata dia tidak bisa menunjuk bagaimana sistem khilafah yang baku itu. Kepadanya saya tegaskan lagi, tidak ada dalam sumber primer Islam sistem yang baku. Semua terserah pada umatnya sesuai dengan keadaan masyarakat dan perkembangan zaman.
Buktinya, di dunia Islam sendiri sistem pemerintahannya berbeda-beda. Ada yang memakai sistem mamlakah (kerajaan), ada yang memakai sistem emirat (keamiran), ada yang memakai sistem sulthaniyyah (kesultanan), ada yang memakai jumhuriyyah (republik), dan sebagainya.
Bahwa di kalangan kaum Muslimin sendiri implementasi sistem pemerintahan itu berbeda-beda sudahlah menjadi bukti nyata bahwa di dalam Islam tidak ada ajaran baku tentang khilafah. Istilah fikihnya, sudah ada ijma’ sukuti (persetujuan tanpa diumumkan) di kalangan para ulama bahwa sistem pemerintahan itu bisa dibuat sendiri-sendiri asal sesuai dengan maksud syar’i (maqaashid al sya’iy).
Kalaulah yang dimaksud sistem khilafah itu adalah sistem kekhalifahan yang banyak tumbuh setelah Nabi wafat, maka itu pun tidak ada sistemnya yang baku.
Di antara empat khalifah rasyidah atau Khulafa’ al-Rasyidin saja sistemnya juga berbeda-beda. Tampilnya Abu Bakar sebagai khalifah memakai cara pemilihan, Umar ibn Khaththab ditunjuk oleh Abu Bakar, Utsman ibn Affan dipilih oleh formatur beranggotakan enam orang yang dibentuk oleh Umar.
Begitu juga Ali ibn Abi Thalib yang keterpilihannya disusul dengan perpecahan yang melahirkan khilafah Bani Umayyah. Setelah Bani Umayyah lahir pula khilafah Bani Abbasiyah, khilafah Turki Utsmany (Ottoman) dan lain-lain yang juga berbeda-beda.
Yang mana sistem khilafah yang baku? Tidak ada, kan? Yang ada hanyalah produk ijtihad yang berbeda-beda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Ini berbeda dengan sistem negara Pancasila yang sudah baku sampai pada pelembagaannya. Ia merupakan produk ijtihad yang dibangun berdasar realitas masyarakat Indonesia yang majemuk, sama dengan ketika Nabi membangun Negara Madinah.
BERBAHAYA
Para pendukung sistem khilafah sering mengatakan, sistem negara Pancasila telah gagal membangun kesejahteraan dan keadilan. Kalau itu masalahnya, maka dari sejarah khilafah yang panjang dan beragam (sehingga tak jelas yang mana yang benar) itu banyak juga yang gagal dan malah kejam dan sewenang-wenang terhadap warganya sendiri.
Semua sistem khilafah, selain pernah melahirkan penguasa yang bagus, sering pula melahirkan pemerintah yang korup dan sewenang-wenang. Kalaulah dikatakan bahwa di dalam sistem khilafah ada substansi ajaran moral dan etika pemerintahan yang tinggi, maka di dalam sistem Pancasila pun ada nilai-nilai moral dan etika yang luhur. Masalahnya, kan, soal implementasi saja. Yang penting sebenarnya adalah bagaimana kita mengimplementasikannya
Maaf, sejak Konferensi Internasional Hizbut Tahrir tanggal 12 Agustus 2007 di Jakarta yang menyatakan ”demokrasi haram” dan Hizbut Tahrir akan memperjuangkan berdirinya negara khilafah transnasional dari Asia Tenggara sampai Australia, saya mengatakan bahwa gerakan itu berbahaya bagi Indonesia. Kalau ide itu, misalnya, diterus-teruskan, yang terancam perpecahan bukan hanya bangsa Indonesia, melainkan juga di internal umat Islam sendiri.
Mengapa? Kalau ide khilafah diterima, di internal umat Islam sendiri akan muncul banyak alternatif yang tidak jelas karena tidak ada sistemnya yang baku berdasar Al Quran dan Sunah. Situasinya bisa saling klaim kebenaran dari ide khilafah yang berbeda-beda itu. Potensi kaos sangat besar di dalamnya.
Oleh karena itu, bersatu dalam keberagaman di dalam negara Pancasila yang sistemnya sudah jelas dituangkan di dalam konstitusi menjadi suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia. Ini yang harus diperkokoh sebagai mietsaaqon ghaliedzaa (kesepakatan luhur) seluruh bangsa Indonesia. Para ulama dan intelektual Muslim Indonesia sudah lama menyimpulkan demikian.
MOH MAHFUD MD
Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN); Ketua Mahkamah Konstitusi RI Periode 2008-2013.

UPACARA MAPAG DEWI SRI

UPACARA MAPAG DEWI SRI
ADAT BERSENDI SYARIAT, SYARIAT BERSENDI KITABULLAH

Sebenarnya apa yang didhawuhkan oleh Guru Mulia KH Said Aqil Siroj tentang upacara Mapag Dewi Sri bukanlah hal baru, dan sudah lazim dilakukan sejak jaman dulu kala, ketika awalul muslimin menginjakkan kakinya di tanah Jawa.

Mapag Dewi Sri bukanlah ajaran Mbah Said seperti yang ditudingkan. Beliau hanya menjelaskan atas apa yang telah dipraktekkan secara turun temurun, telah berjalan sekian puluh generasi selama ratusan tahun.

Lalu bagaimana Islam menyikapi hal ini? Pendekatan paling gampang penjelasannya ialah apa yang telah dipraktekkan sendiri oleh Sayyidina Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Yang Mulia tidak memberangus tradisi jahiliyah yang ada, melainkan memeliharanya dan memasukkan nafas-nafas Islam di dalamnya.

Sebagai contoh: Thowaf. Jaman jahiliyah, orang mengelilingi Ka'bah dengan telanjang. Oleh Kanjeng Nabi, kegiatan tersebut dibiarkan tetapi jangan sampai telanjang. Maka diramulah tradisi jahiliyah itu menjadi Islami. Bahkan Ka'bah itu sendiri, bentuknya berubah ukuran karena pembangunan yang kurang dana ketika beliau usia 35 tahun hingga diangkat sebagai Rosul.

Artinya, beliau tahu persis sejarah, hingga bentuk Ka'bah sesuai aslinya. Namun hingga akhir hayat tidak pernah sedikitpun mengubahnya. Dibiarkan bentuk tersebut apa adanya sesuai dengan kemampuan bangsa Quraisy ketika memperbaikinya. Padahal, Ka'bah adalah Baitullah, dan menjadi arah kiblat bagi seluruh kaum Muslim sedunia.

Begitupun dengan Aqiqah. Jauh sebelum Kanjeng Nabi terlahir, tradisi keagamaan lokal sudah melakukannya. Caranya dengan menyembelih binatang tertentu, entah singa gurun atau kuda perang, atau onta pilihan, kemudian darahnya dimandikan anak yang diaqiqahi.

Oleh Kanjeng Nabi, aqiqah tetap diperbolehkan, tetapi yang disembelih cukup kambing saja. Darahnya dibuang, dagingnya bisa dinikmati oleh keluarga dan handaitolan. Tentu diberikan juga doa-doa terbaik untuk anak yang diaqiqahi. Sangat indah, bukan?

Ketika Islam hadir di Nusantara, terutama di Jawa, bangsa ini bukanlah bangsa primitif, terbelakang dan bodoh. Bangsa Jawa telah mengenal peradaban sangat maju dalam segala bidang. Salah satunya ialah adanya kepercayaan bahwa penjaga padi adalah Mbok Dewi Sri.

Oleh Para Wali, kegiatan tersebut ditelaah. Dalam tradisi Jawa, Mbok Dewi Sri dipercaya sebagai Dewi Kesuburan, menjaga padi. Ketika akan panen (sebenarnya ritualnya sejak akan menggarap sawah, bukan hanya panen saja) maka masyarakat akan mengadakan upacara berterimakasih, sekaligus mohon ijin kepada Dewi Sri untuk memindahkan padi dari sawah ke lumbung padi.

Lalu dibuatlah sesaji, nasi tumpeng, bunga, bakar menyan dan berbagai perlengkapannya. Setelah dibacakan berbagai japa mantra, maka persembahan tersebut ditinggalkan di sawah, dan keesokan harinya panen raya dilaksanakan.

Dalam konsep Islam, Gusti Allah SWT menugaskan Malaikat Mikail AS untuk menjaga kelangsungan makhluk bumi. Artinya, memang Gusti Allah menjadikan wasilah Malaikat dalam hal ini. Umat Islam juga diwajibkan bersyukur atas segala nikmat yang dianugerahkan.

Adapun segala bentuk sesaji tidak ada ada yang bertentangan dengan syariat Islam. Justru para wali-lah yang mengajarkan, supaya perlengkapannya tidak hanya satu, tapi berjumlah tujuh. Tujuh dalam bahasa Jawa disebut pitu. Dengan harapan, supaya kita senantiasa memperoleh pituduh (petunjuk yang benar), pitutur (nasehat yang baik), dan pitulungan (pertolongan). Jika panen raya secara bersama-sama, sesaji berjumlah jauh lebih banyak lagi.

Japa mantra diganti dengan doa-doa sesuai syariat Islam. Sesaji yang ditinggal di sawah dalam Islam adalah sebuah kemubadziran, karena itu dibuat lebih banyak. Setelah selesai didoakan, bisa dimakan bersama-sama. Diniati syukuran dan shodaqoh. Setelah itu keesokan harinya diadakan panen raya.

Akhirnya, panen berjalan dengan lancar, syariat Islam tidak ada yang dilanggar, syiar berjalan, dan Islam diterima mayoritas masyarakat Jawa. Masalah nama tidak perlu dipertentangkan. Setelah masyarakat Jawa menjadi Islam, pastinya sudah faham bahwa Dewi Sri adalah dongeng dan tidak ada masalah jika namanya tidak diganti. Tetap dengan sebutan Mapag Dewi Sri.

Yang jelas, doanya tetap kepada Gusti Allah, diiringi dengan sholawat, istighotsah, dan shodaqoh. Demikian pula dengan acara Sedekah Bumi, Nyadran dan berbagai acara adat lainnya. Maka jadilah kekuatan dahsyat dalam Islam Nusantara: adat bersendi syariat, syariat bersendi Kitabullah. Hingga kini tidak bisa ditembus dan dipecah belah.

Jadi, tidak ada yang salah dari dhawuh Guru Mulia KH Said. Beliau hanya menyambungkan apa yang telah diajarkan oleh para wali terdahulu. Saatnya kita bergandengan, bersatu padu mengambil hikmah dari semua tuduhan yang dihujamkan kepada amaliyah NU, Ulama NU dan organisasi NU.

Salah satu hikmahnya ialah: supaya Santri dan Kyai tidak berpangku tangan,  apalagi menjadikan Kitab-Kitab mahakarya para Ulama Mushonnif Al Mukhlashin sebagai pajangan semata. Tapi sudah mulai membuka kembali peninggalan berlian-berlian terindah yang masih kita warisi tersebut.

Shuniyya Ruhama
Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah-Weleri Kab. Kendal

USAHA PENTING, TETAPI BUKAN SEGALA-GALANYA

USAHA PENTING, TETAPI BUKAN SEGALA-GALANYA

Syekh Ibn Atailllah berkata: Min ‘alamat al-i’timad ‘ala al-‘amal, nuqshan al-raja’ ‘inda wujud al-zalal.

Terjemahan: Tanda seseorang bergantung pada amal dan karyanya adalah bahwa dia akan cenderung pesimis, kurang harapan manakala dia mengalami kegagalan atau terpeleset.

Ini kebijaksanaan yang mendalam. Bisa dipahami dalam pengertian “khusus” menurut para ahli mistik/tasawwuf. Atau dipahami secara awam.

Pengertian awam. Saya akan mulai dengan pemahaman yang awam dulu. Pemahaman orang-orang biasa. Seorang yang beriman seharusnya memiliki kesadaran bahwa ia bisa mencapai sesuatu bukan semata-mata karena pekerjaannya.

Kita berusaha, lalu berhasil. Kita bekerja, lalu sukses. Kita berdagang, lalu untung. Kita belajar, lalu menjadi orang pintar. Dan seterusnya. Semua hasil itu jangan semata-mata kita pandang sebagai melulu berkat usaha dan pekerjaan kita.

Kita harus menyisakan sedikit “ruang” bahwa keberhasilan kita ini jangan-jangan tidak seluruhnya karena faktor usaha kita, tetapi juga karena ada fakor X yang kita tidak tahu. Kehidupan manusia adalah sangat kompleks. Kita tidak bisa mengontrol seluruh faktor yang berpengaruh dalam tindakan sosial kita.

Ada faktor-faktor yang luput dari perhitungan dan kontrol kita. Faktor ini bisa membuat usaha kita sukses, bisa juga membuatnya gagal. Sebagai seorang beriman, kita percaya bahwa hanya Tuhan yang berkuasa atas faktor-faktor “misterius” semacam ini. Kalau Anda ateispun, Anda tetap bisa memahami logic di balik kata-kata bijak Ibn Ataillah ini.

Manfaat dari sikap semacam ini adalah: Anda tidak langsung pesimis dan putus asa saat gagal mencapai suatu hasil. Jika Anda berpikir bahwa usaha Anda adalah satu-satunya faktor penentu, saat Anda gagal, Anda boleh jadi akan “ngenes” dan sedih: Saya sudah bekerja keras, kenapa tetap gagal?

Ajaran ini mau memberi tahu kita agar kita rendah hati.

Pengertian khusus/mistik. Ada tiga jenis pekerjaan atau amal: amal syariat, amal thariqat, dan amal haqiqat.

Amal syariat adalah ketika Anda menyembah Tuhan sesuai dengan peraturan dan hukum agama. Amal thariqat adalah kesadaran bahwa saat Anda menyembah Tuhan, Anda tidak sekedar menyembah. Melainkan Anda sedang “on the journey”, sedang dalam petualangan dan perjalanan menuju Tuhan. Amal haqiqat adalah pengalaman spiritual yang disebut dengan “syuhud” atau “vision”.

Apa itu syuhud? Yakni: pengalaman mistik/spiritual yang hanya bisa dialami oleh seseorang yang sungguh-sungguh menjalani dua amal sebelumnya. Dalam pengalaman itu, Anda merasa seolah-olah berjumpa, menyaksikan (vision) Tuhan. Tentu bukan penyaksian dengan indera lahir. Melainkan dengan indera batin.

Jangan sekali-kali Anda mengira bahwa amal syariat dan thariqat bisa langsung, secara otomatis, membawa Anda kepada pengalaman haqiqat. Amal syariat dan thariqat adalah jalan atau wasilah menuju ke sana. Anda harus melalui jalan itu. Tetapi Anda sampai ke puncak haqiqat atau tidak, itu bukan sepenuhnya ditentukan oleh usaha kita sendiri, melainkan karena kemurahan (fadl) Tuhan.

Seorang yang bijak pernah berkata: Ketika seseorang telah sampai pada hakikat Islam, dia tak mampu berhenti berusaha/ beramal baik. Ketika seseorang memahami hakikat iman, dia tak akan mampu beramal/bekerja tanpa disertai Tuhan. Ketika seseorang sampai kepada hakikat ihsan (kebaikan), dia tak mampu berpaling kepada selain Tuhan.

Apa pelajaran yang dapat kita peroleh dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini?

Pertama, kita diajarkan agar tidak merasa paling alim sendiri, saleh sendiri, Islami sendiri, karena amalan kita. Sombong dan tinggi hati bukanlah perangai orang beriman.

Kedua, kita juga diajarkan untuk rendah hati, jangan merasa sok bahwa usaha kita menentukan segala-galanya. Sebab perasaan sombong semacam itulah yang akan menjerembabkan kita kepada perasaan  mudah putus asa, patah hati, pesimis.

Orang beriman harus optimis terus, tak peduli keadaan apapun yang sedang mengerubuti kita!

- Pesan Habib Ali Al-Jifri terkait meninggalnya Stephen Hawking

- Pesan Habib Ali Al-Jifri terkait meninggalnya Stephen Hawking

"Ketika seorang yang terkenal meninggal dunia, banyak diskusi dan perdebatan di kalangan kita tentang mengenang dan menghormati/menghargai kematian orang-orang non-muslim yang kembali mengemuka.

Banyak non-muslim yang hidup semasa Nabi Muhammad SAW dan tidak beriman kepadanya. Sebaliknya, mereka tetap pada agamanya atau tradisinya sendiri, dan meninggal tetap dalam keadaan demikian. Hal ini tidak menghalangi Nabi SAW untuk memuji karakter yang baik dan kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan. Al Mut'im bin Udday adalah salah satu dari orang yang seperti demikian itu. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda bahwa jika Al-Mut'im masih hidup dan meminta agar tawanan perang badar dibebaskan, maka Nabi akan melakukannya. Bahkan Nabi mengizinkan Hassan bin Tsabit Radiyallahu 'Anhu menulis beberapa sya'ir atau puisi untuk mengenang kebaikan peringai, karakter, dan kebaikan-kebaikan Al-Mut'im.

Begitu pula hari ini kita bersikap pada Stephen Hawking. Dia seharusnya dipuji dan dikenang atas tekadnya dalam menghadapi kondisi kesehatannya agar tidak menjadi penghalang dalam mengejar cita-citanya, pengetahuannya, dan manfaat yang ia sampaikan untuk kemanusiaan melalui kontribusinya untuk sains. Mengenai pandangannya soal hal-hal yang utama, kepercayaan, filosofi, itu semua bisa secara konstruktif dihadapi dengan prinsip penalaran yang masuk akal dan kritik yang intelektual.

Untuk perkara iman, tidak beriman, dan tempat terakhir seorang itu di surga atau neraka, hal-hal demikian itu adalah perkara yang hanya bisa diputuskan oleh Allah sendiri. Allah yang menciptakannya, ia Maha Tahu apa yang ada di hatinya, dan dalam keadaan apa ia meninggal. Petunjuk Nabi adalah obat untuk penyakit hati, fikiran, dan tubuh kita."

Demikianlah pendapat Habib Ali Al-Jifri yang saya terjemahkan ke Bahasa Indonesia meski mungkin terjemahan saya agak kurang di sana sini. Saya pribadi amat sangat setuju dengan cara pandang seperti ini, dengan sudut pandang seperti ini kita menjadi seorang yang beragama dan sekaligus memanusiakan manusia, melihat manusia dengan kacamata rahmat dan kasih sayang. Karena bagaimanapun kemanusiaan itu adalah wadah dari keberagamaan. Saya berharap dan berdoa semoga lebih banyak para 'alim ulama' yang menyerukan perdamaian seperti Habib Ali Al Jifri ini, meskipun saya tahu resikonya pastilah sangat besar, akan ada yang menuduh kafir, menuduh sesat, bahkan mungkin sampai pada ancaman jiwa.

Bertemanlah Dengan Gus

Bertemanlah Dengan Gus

Memiliki lingkungan yang baik sangatlah penting. Memiliki teman baik sangatlah penting. Dengan siapa kita berteman, akan menenukan nasib kita sekarang maupun masa depan.

Menurut pengalaman saya, paling enak itu punya teman Gus (jamaknya boleh Gawagis, boleh Agagis). Gus bisa merupakan putra kyai atau kyai muda, atau santri hebat yang beranjak menjadi kyai, atau bahkan kyai sepuh yang masih tetap dipanggil Gus.

Rata-rata Gus itu rejekinya gampang, dan mereka pasti loman alias dermawan. Jadi, jika kumpul dengan Gus, percayalah Anda tidak akan kelaparan. Lha wong misal si Gus ga punya uang, dia rela meminjam uang ke orang lain demi bisa berbuat kebaikan.

Jika Anda sedang berlatih dagang, misal masih kesulitan memasarkan barang, hubungi saja Gus, saya jamin pasti akan dibeli. Tawarkan apapun dagangan Anda, asal tidak menipu dan memang barang itu bisa diambil manfaatnya, pasti akan dibeli oleh Gus. Percayalah, Gus-Gus itu pembeli yang potensial.

Tak hanya berkaitan dengan soal duit dan materi begini. Soal yang berhubungan dengan kesusahan atau permintaan, Gus-Gus pasti ringan tangan memberikan bantuan. Jangankan misal Anda minta didoakan, andai minta dicarikan istri atau suami pun, sangat mudah Anda dapatkan.

Pada pokoknya, mereka itu dalam ajaran lama bisa disebut sebagai orang yang memiliki jiwa Brahmana sekaligus Jiwa Satria. Yakni jiwa selalu memberi, ikhlas demi mengharap ridho Tuhannya, sekaligus jiwa ingin memberi manfaat dan menjadi pelayan bagi umat.

Semangat para Gus itu seperti kaum Ansor kepada kaum Muhajirin. Masih ingat kisah kaum Ansor kan?
Penduduk Madinah yang sampai memberikan separuh hartanya untuk penduduk Mekkah yang hijrah bersama Rasulullah. Banyak diantara mereka yang memberikan istrinya untuk diperistri kaum muhajirin. Banyak riwayat tentang orang Ansor beristri lebih dari satu, menceraikan salah satu istrinya untuk diberikan, bahkan menanggung kebutuhan hidup saudaranya itu.

Pendek kata, Gus-Gus itu memang ditakdirkan Gusti Allah untuk menjadi pemberi suaka ekonomi maupun suaka politik, suaka lahir batin bagi makhluk lainnya.

Untuk semua Gus, mari kita bacakan ummul kitab Alfatihah.

Note: Gus dalam status ini berlaku juga untuk Ning/Neng/Nyai

Kepribadian ala lék Timin Berdasarkan Tanggal Lahir

Kepribadian ala lék Timin
Berdasarkan Tanggal Lahir
(percoyo sitik ae)

Lahir Tanggal 01, 10, 18, 19, 27 dan 28
Bersemangat, Bergairah
Berkesempatan Menjadi Pemimpin
Senang Menolong
Menggapai Cita-Cita dengan Sangat

Lahir Tanggal 02, 06, 07, 11, 20
Ber-Empati
Pelindung
Gemar Berteman
Nalarnya Tinggi
Logikanya Dipakai
Memahami

Lahir Tanggal 04, 05, 14, 16, 23 dan 25
Jiwanya Petualang
Suka Meng-Explore
Selalu Mencoba
Sifatnya Mengajak hal Baru

Lahir Tanggal 08, 13, 18, 17, 22, 24, 26 dan 31
Priorotas Keluarga
Sahabat itu Keluarga
Senang Menyendiri
Birahinya Tinggi

Lahir Tanggal 03, 09, 13, 15, 21, 29 dan 30
Kreatif
Berseni
Gemar Budaya
Berwawasan Luas

NU, role model Islam Moderat

Organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama (NU) menjadi role model Islam moderat yang mampu mewadahi berbagai kepentingan umat di Indonesia.

Salah satu organisasi paling pantas disebut mampu menjembatani perbedaan dan konflik horisontal adalah Nahdlatul Ulama. Tak terkecuali di tengah gonjang-ganjing Pilkada DKI Jakarta yang memang memiliki taraf kegaduhan setara Pilpres.

Organisasi yang acap disebut NU saja oleh masyarakat luas itu, bukan organisasi yang gemar kehebohan. Namun mereka kerap kali mampu menjadi penengah di tengah-tengah apa saja yang dihebohkan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan Indonesia sebagai negara dan Islam sebagai agama.

Ada banyak organisasi lain yang mengklaim sebagai organisasi Islam. Tapi tak sedikit yang diam-diam menjadikan pemberontak DI/TII sebagai referensi mereka. Dalam diam-diam itu juga, mereka bekerja bukan untuk menjaga Indonesia karena dinilai tidak lebih penting dari agama. Bahkan ada di antaranya yang ingin menggesernya dan menjadikannya sebagai negara Islam.

NU tidak begitu. Beragama bagi organisasi ini tak berarti Anda harus meremehkan peran agama. Keberadaan Anda sebagai pemeluk agama mayoritas tak serta merta bahwa Anda harus selalu jadi prioritas dan berada di tempat teratas dan mengangkangi pemeluk agama lainnya.

Itulah yang selalu dijaga organisasi tersebut.

Itu juga yang mereka wariskan pada penerus mereka, pada intelektual-intelektual muslim yang diarahkan untuk “think globally, act locally”. Anda dapat mencari ilmu dan menganut pola pikir ala belahan dunia manapun berdasarkan tempat terjauh yang mampu Anda jangkau untuk mencari ilmu, namun jangan lupa bertingkah laku secara membumi.

Sepanjang yang saya simak,  itu menjadi titik tekan organisasi tersebut. Bahwa Islam datang bukan untuk merusak yang telah ada, melainkan memperbaiki. Dan, memperbaiki tak selalu menuntut untuk merusak yang ada.

Bijak. Itulah yang ditanamkan oleh para sesepuh NU dan diajarkan pada kalangan Nahdliyyin. Untuk bijak tentu saja tak hanya mengandalkan kecerdasan saja, tapi juga berhati-hati pada efek-efek atau dampak dari kecerdasan.

Apalagi memang terbukti, tak sedikit yang susah payah mencari ilmu, namun alih-alih menunjukkan ilmu itu selayaknya sinar, mereka justru mendatangkan kegelapan.

Bagaimana tidak, betapa banyak orang yang berburu ilmu hingga keluar negeri namun saat kembali, ia justru membuat banyak hal menjadi gelap. Kedatangan mereka tak membuat umat menjadi mampu berpikir terang benderang, melainkan digelapkan oleh kebencian, dendam, kemarahan, dan hawa untuk merusak.

Baca Juga:  Pesan Positif Kunjungan Raja Salman ke Indonesia

Sekali lagi, NU tidak begitu. Karena organisasi ini membuktikan lewat penerus mereka, dari mendiang Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hingga Kyai Mustafa Bisri (Gus Mus), Emha Ainun Najib (Cak Nun), dan sederet nama lainnya menjadi bukti “jihad” a la organisasi tersebut untuk menjadikan negeri ini selamat dari kegelapan.

Mereka tidak mengajarkan dendam atau kemarahan. Maka itu, kalangan yang bernafsu meluapkan jiwa kebinatangan berupa insting marah dan keinginan memangsa apa saja, kerap jengkel pada mereka. Tak heran jika kalangan ini sering kali menuduh para penerus NU dengan berbagai label-label menistakan.

Teranyar, Nusron Wahid, yang juga terkenal sebagai salah satu generasi muda NU pun, tak luput dari pelabelan tadi. Saat ia muncul dengan lantang melawan politisasi ayat suci Al Quran, justru dia dituding bekerja hanya untuk jabatan, popularitas, dan menggadaikan agama.

Yang dialami Nusron tentu bukan cerita baru.Toh kita yang pernah menyaksikan sepak terjang Gus Dur di eranya pun tak lepas dari berbagai tudingan miring dan dihujani fitnah. Alih-alih membakar ghirah pengikutnya untuk membalas para pemfitnahnya, Gus Dur memilih terus menularkan pemikiran-pemikirannya, dan sesekali dia mengenalkan lelucon-lelucon abadi yang menyindir kebebalan umat di negerinya.

Bagi Gus Dur, hidup itu bisa dibawa ke arah yang baik dengan pemikiran yang baik; tak hanya baik untuk diri sendiri atau menguntungkan diri sendiri dan kalangan sendiri, melainkan juga baik ke orang lain dan kalangan lain. Tak heran jika sepeninggal beliau, anak-anak negeri ini yang berasal dari agama lain pun merasa sangat kehilangan.

Kontras dengan kalangan yang seagama dengannya. Bahkan ada yang menghinanya, “Matanya saja buta, bagaimana dia dapat melihat kebenaran?” Seperti itulah salah satu tokoh yang biasa bersorban dan gemar berteriak takeber pernah menghina beliau. Tokoh ini hanya dielu-elukan pengikutnya saja, dan dikutuk oleh banyak orang dari yan seagama hingga yang tak beragama.

Baca Juga:  Perbedaan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang dan Olimpiade Munich

Sementara Gus Dur, dari alam kuburnya pun masih memancarkan wangi. Jangan bayangkan atau menyandingkan dengan eau de cologne atau parfum termahal yang Anda punya, yang bisa hilang lantaran dicuci. Nama Gus Dur wangi, lantaran ia di masa hidupnya berusaha menunjukkan Islam bukanlah agama perusak dan penghancur, melainkan berwajah damai dan teduh hingga menenangkan hingga ke yang berbeda agama.

UINSA PADAMKAN BARA SYURIA

UINSA PADAMKAN BARA SYURIA

“Senang sekali mendengarkan nasyid yang berisi pesan-pesan sembilan ulama (walisongo) yang berdakwah dengan hikmah bijaksana,” kata Prof. Dr. Syarif Adnan Al Shawaf, rektor Universitas Kaftaru Damaskus Syiria memulai pidatonya setelah menyimak angklung reliji yang ditampilkan sebelumnya oleh mahasiswa FDK UNISA. Ia datang ke kampus ini untuk seminar internasional sekaligus menandatangani kerjasama dengan UINSA dalam bidang pengembangan keilmuan.

“Kiprah dakwah walisongo itu mengingatkan saya kisah pendek dakwah seorang ulama di tengah masyarakat pengembala kambing di sebuah pedalaman Arab. Sang ulama mengajari mereka tujuh ayat surat Al Fatihah dengan “metode kambing.” Para pengembala diminta untuk membawa tujuh kambing. Masing-masing kambing diberi nama oleh ulama itu dengan masing-masing ayat dari surat Al Fatihah. Esok harinya, mereka dites, “Kambing apakah ini?“ “Ini kambing alhamdulillahi rabbil alamin,” jawab mereka serentak. Nah, pada hari berikutnya, mereka hanya menghafal enam ayat, karena kambing yang bernama “Maliki yaumiddin” dimakan srigala,” kisahnya sambil sedikit menahan senyum dan disambut gerr oleh dosen dan mahasiswa yang memadati ruangan terindah dan tercanggih di lantai tiga gedung Twin Towers yang dibangun oleh Islamic Develompemnt Bank empat tahun silam itu. “Itulah dakwah bil hikmah, dakwah perangsang peradaban,” simpulnya.

“Perhatikan, mengapa ada ajaran zakat untuk ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan). Luar biasa, inilah Islam yang mengdepankan peradaban.” Ia melanjutkan, “Mengapa Nabi menganjurkan orang untuk tiga jenis investasi kebaikan yang diharapkan bisa mengalirkan pahala untuk pelakunya setelah meninggal dunia? Tidak lain adalah untuk kemajuan peradaban: kepedulian sosial, transfer ilmu pengetahuan dan generasi berakhlak mulia,” jelasnya yang disambut antusis oleh hadirin.

“Itulah Islam sejati. Wajah Islam adalah “basmalah” yang berisi ajaran kasih itu. Bukan wajah bengis dan haus darah. Tapi, sayang, pikiran masyarakat dunia sudah terpateri dengan pandangan negatif tentang wajah Islam tersebut. Dan, itulah hasil yang dilakukan sejumlah orang jahat yang menguasai media-media besar dunia. Ada orang-orang bayaran yang diajari bertakbir sambil menyembelih manusia dengan tangan mengibarkan bendera bertuliskan kalimat tauhid,” jelasnya ketika memulai ceramah pada sesi kedua setelah penampilan bintang nasyid yang terkenal tampan dan suaranya yang merdu dari Syiria untuk bersenandung shalawat bersama. “Ya ini, penyanyi top Syiria pak, dan sengaja dipilihkan shalawat-shalawat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia,” kata ketua pehimpunan alumni Syiria kepada saya. “sedangkan syekh yang rektor ini termasuk keturunan Nabi SAW melalui jalur cucunda Hasan,” tambahnya.

“Cukup, cukup. Jangan teruskan pengajaran Islam yang tidak kaffah (komprehensif), sehingga menghasilkan muslim pengejar kesuksesan akhirat, dengan kemiskinan serta keterbelakangan dunia. Mereka tertipu seperti yang dialami oleh penjual lampu aladin. “Ijinkan saya berkisah pendek yang kedua kalinya,” katanya sambil menoleh ke saya. “Suatu saat, orang terkaya melintasi padang sahara dengan kendaraan termahalnya. Ketika kehabisan air, ia menjumpai orang yang memegang kendi dengan persediaan macam-macam es, kopi hangat, dan buah-buahan segar. “Ini kendi istimewa tuan. Setiap saya minta makanan dan minuman jenis apapun, saya tinggal mengosok-gosoknya sedikit, lalu jin keluar dan menghidangkannya.” “Jika tuan berminta, silakan menukar kendi ini dengan mobil tuan,” kata pemilik aladin meyakinkan. Setelah terjadi transaksi, milyarder tersebut pulang dengan girangnya menggendong kendi aladin. Sesampai di rumah, ia meminta kendi ajaib itu agar membuatkan untuknya istana di tepi pantai, taman yang indah dan istri yang cantik-cantik pula. Ketika digosok-gosok, jin besar benar-benar keluar dari kendi, tapi ia mengatakan, “Maaf tuan, saya hanya bisa menyediakan makanan dan minuman. Saya sama sekali tidak bisa mendatangkan selain itu, apalagi istana, taman indah dan wanita-wanita jelita,” kisah sang profesor yang disambut tepuk tangan dan gerr yang lebih seru dari sebelumnya.

“Sampailah sekarang sesi tanya jawab,” kata Dr. Agus Santoso yang menjadi moderator seminar. Ketika ditanya, mengapa terjadi pembunuhan terhadap ulama-ulama Syira, termasuk ulama internasional dan kharismatik Syekh Ramadhan Al Buthy, ia menjelaskan, “Benar ia dibunuh bersama 40 santrinya di dalam sebuah masjid ketika sedang mengajarkan kitab tafsir Al Qur’an. Kitab-kitabnya juga dibakar karena ditulis oleh orang yang dipandang telah murtad dan kafir. Beliau meninggal sebagai syahid sebelum terlaksana memenuhi undangan para ulama Indonesia yang sudah lama terjadwal. Inilah tindakan takfir (mengkafirkan orang) yang dilakukan oleh sesama muslim yang kemudian merenggut satu persatu ulama, dan pelakunya tanpa merasa berdosa sedikitpun.

Pada awal-awal kerusuhan, 2013, hampir setiap jam bom berjatuhan. Sudah hampir satu juta orang meninggal dunia. Semua orang asing keluar Syiria, termasuk para pelajar dari berbagai negara, kecuali pelajar Indonesia. “Kami hanya keluar, jika syekh keluar,” kata para pelajar Indonesia untuk meyakinkan kesetiaan mereka kepada rektor sekaligus guru mereka. Penerjemah dari KBRI di Syiria yang duduk bersebalahan dengan beliau mengatakan, pelajar Indonesia tersebut menolak untuk kembali ke Indonesia, meskipun KBRI telah menyediakan angkutan pulang secara gratis. “Nahnu abna-us Syam (kami adalah anak kandung Syiria), “ kata mereka, lalu disambut oleh syekh, “Wa nahnu abna-u Indonesia (kami juga anak kandung Indonesia)” katanya sambil mengepalkan tangan, dan gemuruhlah ruangan seminar dengan tepuk tangan hadirin, termasuk para mahasiswa yang harus duduk di lantai karena kehabisan kursi.

“Percayalah, percayalah, orang-orang jahat telah bersekutu menghancurkan negara kami, tapi Allah telah mengatur dengan caranya sendiri untuk menyelamatkan kami,” katanya sambil mengutip salah satu ayat dalam surat Ali Imran. Percayalah, doa Nabi pasti dikabulkan Allah. Inilah doa yang pernah beliau panjatkan, “Allahumma baarik lana fii Syaaminaa” (wahi Allah berkahilah kami melalui negeri Syiria ini)”.

Mahasiswa kedua bertanya, “Apa yang harus kami lakukan untuk Syiria?” Syekh menjawab, “Doa, doa, dan doa. Doakan kami, karena doa itulah yang melahirkan keajaiban.” Jika ada dana, maka salurkan melalui lembaga yang resmi dan terpercaya. Jika tidak, dana Anda justru memperparah keadaan, bagaikan menyiram bensin pada api yang sudah berkobar,” pintanya.

Mengapa banyak orang jahat bersemangat menghancurkan Syiria? Sebab, Syiria adalah satu-satunya negara Arab yang menolak membuka hubungan dengan Israil . Kedua, ia juga negara yang mendukung sepenuhnya pasukan pembebas Palestina untuk berkuasa di Quds. Mengapa baru sekarang sebuah negara memindahkan kantor kedubesnya ke Quds? Ya, karena dipandang inilah waktu yang tepat setelah negara-negara kuat Arab sudah terseok-seok. Tidak hanya itu, sebagian dari negara-negara itu bahkan mendukungnya.

“Negara kami, adalah negara multikultural. Ada penganut mazhab Syafii, Maliki, Hanbali dan Hanafi. Juga ada syiah dan kristen. Tapi, sejak lama kami bersatu, bahkan anak-anak orang syiah diberi nama Abu Bakar, Aisyah, Umar dan sebagainya. Anak-nak orang Sunni juga diberi nama Ali, Haidar dan sebagainya yang berbau Syiah. Kami benar-benar saling menghormati pilihan keyakinan masing-masing. Nah, sejak takfir menjadi senjata murah itulah gelombang pembunuhan secara masif terjadi.“

“Saya tegaskan kembali, kami siap memberi beasiswa tiga orang mahasiswa UINSA untuk kuliah S1 dan S2 di Universitas Kaftaru. Kami memiliki sejumlah kesamaan dengan Sunni Indonesia, yaitu bermadzhab Syafi’i, dan berakidah Al Asy’ari, sebagaimana faham syekh-syekh kita, Syekh Wahbah Az Zuhaili, Romadhan Al Buthy dan sebagainya,” tawarnya sebelum menutup dengan doa yang diamini oleh semua hadirin untuk memadamkan bara Syira, “Allahumma baarik lanaa fii Syaminaa.”

Kembali hadirin gerr ketika pada sesi berforto, saya mengelus jenggot sang syekh, dan ia membalasnya dengan mengelus jenggot saya. Hadirin bertambah gerr ketika sang syekh sekaligus rektor itu mengelus jenggot Prof. Dr. Ali Mufradi, tapi sayang wakil rektor 3 itu ternyata tak berjenggot sedikitpun. “Makna elusan jenggot berbeda bagi masyarakat Syiria dan Indonesia, dan itulah bagian dari materi matakuliah Komunikasi Multikultural yang saya ajarkan pada semester genap 2018 ini di PPS UINSA,” kata saya kepada seorang mahasiswa yang bertanya mengapa saya berkali-kali melakukannya.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10211299108770032&id=1129461501

ISLAM LOKAL, PURITANISME AGAMA DAN KAPITALISME

Muhasabah Kebangsaan

ISLAM LOKAL, PURITANISME AGAMA DAN KAPITALISME
Ngatawi el Zastrouw
( Universitas NU Indonesia )

Ada tradisi unik di kalangan masyarakat Gowa, Sulawesi Selatan. Tradisi tersebut adalah berhaji di puncak Gunung Bawakaraeng. Tradisi ini dilaksanakan bertepatan dengan perayaan Idul Adha pada 10 sd 13 Dzulhijjah. Orang-orang yang datang ke gunung Bawakareang kemudian melaksanakan shalat dan berkurban di tempat tersebut maka dianggap sudah seperti melaksanakan ibadah haji.

Dalam tesis Mustaqim Pabajjah (2010) yang berjudul "Medan Kontestasi Masyarakat Lokal: Kajian Terhadap Keberadaan Komunitas Haji Bawakaraeng di Sulsel" disebutkan bahwa tradisi haji Bawakaraeng merupakan bentuk perlawanan  terhadap agama resmi (Islam) yang dominan. Karena menurut Mustaqim, tradisi ini sudah ada jauh sebelum Islam masuk ke daerah Gowa.

Dalam kata lain Mustaqim menyebut bahwa tradisi haji Bawakaraeng merupakan bentuk adaptasi tradisi lokal terhadap ritual Islam (Haji). Ini dibuktikan dengan adanya asumsi di kalangan masyarakat pelaku tradisi tersebut bahwa kehajian mereka sudah diwakili oleh syech Yusuf al-Makassari, seorang ulama besar penyebar Islam di kawasan Sulawesi Selatan. Asumsi ini membuktikan bahwa para pelaku tradisi tersebut adalah kaum muslimin karena percaya pada ulama dan mau melaksanakan ibadah haji sebagai rukun Islam

Berdasar data penelitian Mustaqim ini  bisa dilihat sebenarnya tradisi ini lebih tepat disebut sebagai adaptasi dan resistensi kultural yang membentuk affinitas budaya antara tradisi lokal dengan ritual Islam (haji). Ini bisa terjadi karena kearifan dan kecerdasan para ulama penyebar Islam yang mampu membaca dan  menangkap realitas sosial dengan konstruksi tradisi yang berlaku di daerah tersebut. Para ulama pada saat itu tidak memberangus tradisi yang sudah ada tetapi menjadikannya sebagai sarana (wasilah) dan metode (manhaj) dalam menyejabarkan dan mengajarkan Islam. Metode ini sama dengan proses menetapan ritual haji yang juga berasal dari tradisi jahiliyah yg sdh ada sebelumnya kemudian diadopsi menjadi bagian dari ritual Islam.

Pada saat itu, hampir mustahil orang pegunungan yang berada di pedalaman  Sulsel bisa naik haji, karena keterbatasan sarana dan prasarana. Atas kondisi yang demikian maka untuk menjaga perasaan dan spirit keimanan orang2 Islam,  para ulama berpendapat bahwa ibadah shalat dan qurban yang dilakukan di Bawakaraeng pada hari Idul Adha sudah sama dengan ibadah haji. Ini dilakukan agar ummat Islam di sana merasa sudah menjadi Islam yang sempurna karena sudah melaksanakan rukun Islam yang lima.

Apa yang dilakukan oleh para penyebar Islam di Gowa ini bukan untuk mengubah ajaran Islam, tetapi sebagai bentuk strategi budaya yang kreatif dan efektif. Melalui strategi ini para ulama berhasil memberikan solusi kreatif atas hambatan pelaksanaan ibadah haji karena keterbatasan sarana dan prasarana.

Pengakuan bahwa ibadah di Bawakaraeng sama dengan ibadah haji ini lebih bersifat substantif spiritual, bukan bersifat legal formal. Kejadian ini sama persis dengan kisah orang yang mau berangkat haji tapi batal karena biaya naik hajinya diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Meski secara  ritual formal dan fisik orang yersebut gagal pergi haji tapi tetap saja dianggap sudah melaksanakan ibadah haji. Artinya apa yang dilakukan orang yersebut sama dengan ibadah haji. Jelas di sini terlihat Tak ada ajaran dan ritual Islam yang diubah melalui tradisi ini, karena secara formal para ulama tetap mengakui pelaksanaan ritual haji di Makkah.

Tradisi haji Bawakaraeng ini merupakan bentuk dari Islam lokal. Yaitu ekspresi keislaman melalui tradisi dan budaya lokal yang khas. Suatu proses dialog antara Islam dengan tradisi lokal yang kreatif dan cerdas. Melalui strategi ini ajaran Islam bisa diterima dan dipahami secara mudah serta diamalkan dengan penuh suka cita sehingga  Islam yang shoheh fi kulli zamaanin wa makanin benar2 bisa diwujudkan dan dijalankan secara nyata. Inilah kehebatan ulama masa lalu yang mampu menyebarkan Islam dengan penuh hikmah, tanpa menimbulkan kegaduhan, ketakutan dan kebencian pada kelompok lain.

Sayangnya cara pandang yang penuh kearifan ini tidak dipahami konteks dan maknanya oleh kaum puritan yang sudah terjebak pada simbolisme dan formalisme agama. Akibatnya mereka dengan gampang menganggap tradisi ini sebagai bentuk penyimpangan ajaran Islam dan menuduhnya sebagai ajaran sesat. Ini merupakan bentuk arogansi iman  dan egoisme beragama. Karena merasa Imannya sdh kuat dan pemahaman agamanya yang paling benar maka mereka menista pemahaman orang lain dengan cara memberangus tradisi dan budaya lokal yang sebenarnya merupakan ekapresi religiusitas keislaman.

Pahaman keislaman yang simbolik formal tekstual yang modern dan anti tradisi ini tidak saja bisa menggerus tradisi lokal tetapi juga rentan tergelincir dalam ideologi kapitalisme. Ketika kesalehan hanya diukur dari  model pakaian dan tampilan fisik, ketika ajaran agama hanya diukur dengan ritual formal maka akan memunculkan berbagai peluang bisnis yang bisa mendatangkan keuntungan material.

Misalnya, dengan adanya standarisasi jilbab  syar"i yang lebih banyak memerlukan kain dari pada jilbab biasa, berapa keuntungan dunia fashion dg munculnya issu tersebut. Kitka pergi haji dan umrah  menjadi yang faktual dan fisik menjadi trend unt mengukur kesalehan,  maka banyak bermunculan biro travel  dan hotel  untuk memenuhi kebutuhan beribadah haji dan umrah. Saat ini muncul berbagai bentuk industri religi untuk memenuhi kebutuhan ritual ibadah formal simbolik ummat beragama yang banyak mendatangkan keuntungan material. Dan  rata-rata bisnis tersebut dikuasai oleh kaum kapitalis.

Dari sini terlihat bahwa kebaragamaan yang piritan, simbolik dan formal paling rentan ditunggangi dan dimanfaatkan kapitalisme. Demikian sebaliknya, sikap keberagamaan yang kuktural dan tradisional, yang lebih menekankan aspek substansial akan lebih sulit dimasuki kapitalisme. Atas dasar ini bisa dipahami kalau puritanisme dan kapitalisme berupaya melindas berbagai bentuk tradisi Islam lokal karena dianggap.menggangu kepentingan masing-masing.

Menghadapi arogansi kalitalisme yang rakus dan kuatnya tarikan puritanisme dan formalisme agama yang bisa mempersempit dan mendangkalkan spirit keislaman ada baiknya kita kembali melihat berbagai bentuk ekspresi Islam lokal. Karena di sana tidak hanya menyediakan kearifan yang melimpah tetapi juga merupakan sumber mata air peradaban yang bisa membuat agama menjadi indah dan membahagiakan bagi siapa saja.

Sanad Keilmuan dan Warisan Nabi

Sanad Keilmuan dan Warisan Nabi

Dulu aku sering diajak oleh Syeikh Maula Yusuf Kurdi mengunjungj Syeikh Muhamad Said Ramadhan al-Buthy, biasanya untuk urusan bisnis, lalu dilanjutkan dengan diskusi dan debat mencerahkan dari dua ulama kurdi bermazhab syafii ini, biasanya aku mah terpesona aja, melihat dua lautan ilmu beradu, seolah aku tenggelam ke dalam arus laut itu. Syukurlah candaan tentang lelucon orang kurdi mereka, sering menyelamatkanku agar tidak jadi tenggelam dalam arus lautan ilmu itu.

Suatu kali Syeikh al-Buthy bertanya kepadaku, fauzan kamu baca apa sama Maula Yusuf? Aku katakan, fiqh syafii, ushul fiqh, dan syamail muhammadiyah. Beliau "Teruslah baca seperti itu, karena begitulah ilmu didapat, setiap huruf dari kitab harus didengarkan penjelasannya dari guru agar memahaminya dengan benar, dan kami dulu seperti itu belajar kepada guru kami, dan guru kami juga belajar kepada gurunya seperti itu, begitu sampai kepada pengarang kitab. Para pengarang kitab ini mewarisi ilmunya dari gurunya dengan cara yang sama sampai kepada rasulullah".

Nah inilah yang dinamakan sanad, jangan dianggap sanad hanya didapatkan dari ijazah dan memahami apa yang diijazahkan, itu sama sekali bukan sanad yang diperintahkan untuk didapatkan, jadi bagaimana?

Malaikat Jibril turun membawa risalah dari tuhan, lalu Nabi Muhammad SAW belajar kepada jibril setiap detail risalah tuhan, duduk dihadapan jibril sampai kedua lututnya beradu dengan lututnya jibril. Kemudian para sahabat belajar kepada nabi Muhammad dengan cara yang sama, siang malam mereka habiskan dengan nabi Muhammad, makan bareng, becanda bareng, jalan-jalan bareng, belajar bareng jadi apa yang dipikirkan nabi dalam memahami risalah tuhan benar-benar dipahami para sahabat dengan cara yang benar.

Para sahabat junior seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Hasan bin Ali, Abdullah bin Zubair, Abdullah ibn Amru bin Ash belajar kepada senior mereka seperti Ali, Umar, Usman, Abdullah bin Mas'ud, Ubay, Zaid, dan lainnya. Mereka menghabiskan masa muda mereka untuk barengan dengan murid senior Rasulullah, membuat mereka paham betul bagaimana pemahaman rasul kepada risalah tuhan dan apa yang diajarkan rasul kepada sahabat. Ilmu itulah yang diturunkan kepada generasi selanjutnya.

Untuk memahami bagaimana memahami risalah ilahi dengan benar, sesuai dengan yang dipahami nabi, dan para sahabat, Hal yang sama juga dilakukan para tabiin yang menjadi murid para sahabat nabi, tabiin makkah kepada sayidina abdullah ibn abbas, tabiin madinah kepada abdullah ibn umar, tabiin syam kepada abu darda, tabiin iraq kepada anas bin malik, mereka mengahabiskan waktu mereka bersama para sahabat, tak jarang diantara mereka dianggap sebagai maula (tangan kanan/pelayan) guru-guru mereka, kebersamaan mereka membuat mereka memahami bagaimana pemahaman yang benar terhadap syariah seperti yang diinginkan nabi muhammad karena mereka mengambil pemahaman itu dari orang yang memahaminya, yaitu murid rasulullah.

Nah tradisi ini terus diturunkan, sehingga muncul mazhab-mazhab besar yang namanya dinisbatkan kepada madrasah para pemilik sanad, dan yang bertahan sampai sekarang adalah 4 mazhab fiqh besar yang sanadnya jelas, adapun mazhab zahiri rantai sanadnya terputus sehingga hanya ada buku adapun bagaimana memahaminya tidak ada yang mewarisi, mazhab lainnya malah sama sekali tidak ada buku yang membahas dari bab taharah sampai bab perbudakan masalah fiqh makanya mazhabnya punah, belum lagi bagaimana memahami fatwa yang tidak diwariskan.

Nah pemahaman terhadap islam yang diwariskan inilah yang dinamai sanad keilmuan, dan seperti inilah pemahaman ilmu islam diwariskan, begitu juga cara mereka mengambil ilmu dari para pendahulunya , kebersamaan dalam waktu yang panjang bersama guru, belajar dari mulut kemulut yang bersambung kepada rasulullah, canda bareng, makan bareng, diskusi bareng, sampai seorang murid dianggap keluarga sendiri dari sang guru, begitulah cara mendapatkan warisan ilmu dari ulama. Nah jika ada pendapat yang kontroversi dan aneh-aneh dan menyalahi 4 mazhab yang pokok, patur kita tanyakan darimana sanad keilmuan kalian? Zaman ini? Jangan heran jika banyak pendapat yang aneh-aneh, dan memahami agama dengan cara yang mengerikan. Kebanyakan karena budaya mendapatkan warisan sanad keilmuan ditinggalkan. Sanad keilmuan inilah yang membuat ulama dijuluki pewaris para nabi, karena mereka adalah yang paling memahami bagaimana nabi memahami risalah ilahi, warisan keilmuan ribuan tahun terus di diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Apakah itu semua cukup? Tidak!!! Disana ada hal lain yanh harus diperhatikan, kita harus mengambil ilmu dari orang yang tidak berbohong ini yang disebut adil. Pinter, punya sanad, adil, apakah cukup? Tidak!! Disyaratkan juga tidak beda sendiri, ini yang dinamakan tidak syaz. Seperti inilah kemurnian agama dijaga.

Status Ustadz Fauzan Inzaghi

Like Fanpage ULAMA & KIAI Nusantara

NU adalah think tank (dapur pemikiran) dari para pendiri Bangsa.

NU adalah think tank (dapur pemikiran) dari para pendiri Bangsa.

Nahdlatul Ulama organisasi terbesar, benarkah? Pada masa Gus Dur pernah diadakan survey oleh beberapa lembaga termasuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mempresentasekan data warga NU di Indonesia sebanyak 42% sedangkan Muhammadiyah 15%. Apa makna semua ini?


Penulis bermaksud meletupkan kembali bahwa NU bukan organisasi sembarang, NU memiliki aset besar dan tanggung jawab yang sangat besar juga bagi NKRI dan Bangsa ini. Sejak berdirinya NU 31 Januari 1926, NU tergolong organisasi muda yang lahir setelah Muhammadiyah dan Persatuan Islam (PERSIS), tapi hebatnya NU mampu memiliki massa yang lebih banyak dari pada yang lainnya.


Sikap Ulama NU yang akomodatif dan selalu menyerukan Islam Wasathiyah (moderasi Islam) mampu membawa bahtera Nahdlatul Ulama di tengah kerumunan bangsa, dari kalangan elit sampai kalangan alit NU mempunyai aset-aset penting, meskipun berpuluh-puluh tahun ditindas pada masa Orde Baru.


NU ini besar karena lahir atas respon internasional, semangat para pendiri NU untuk menjaga tradisi dan khazanah keislaman yang teramat fundamental ini, membangun mindset warga NU agar senantiasa menjaga agama, dan bangsa. Kenapa NU dikatakan lahir atas respon internasional? Lha iya, andaikan saja waktu itu Ibn Saud tidak menaklukan Hijaz (Makkah dan Madinah) tidak mungkin akan berdirinya NU.


Apa hubungan Ibn Saud dan NU? Ibn Saud adalah Raja Nejed (Najdi) yang berpaham konservatif, gagasannya adalah purifikasi Islam (pemurnian ajaran). Pemahaman ini yang menjadi sebuah knowledge yang dilegitimasi oleh regime of truth (rezim kebenaran) Kerajaan Saud. Implikasi dari ini, terjadi genosida besar-besaran pembantaian ulama-ulama Ahlus Sunnah dan eksodus para Ulama yang menetap di Haramain untuk kembali ke negaranya masing-masing termasuk Indonesia.


Kejadian yang memperihatinkan tersebut terjadi pada tahun 1924-1925. Yang penulis heran, kemana negara-negara muslim waktu itu, apakah telah ditaklukan oleh imperium Britania dengan kekuatan Inggris pada masa itu, kita ketahuai pada tahun 1922, Imperium Britania mencakup populasi sekitar 458 juta orang, kurang lebih seperlima populasi dunia pada waktu itu dan ini dikatakan sebagai imperium paling besar.


Indonesia waktu itu masih dalam kondisi terjajah, namun Indonesia berani membentuk komite Hijaz (panitia kecil) yang dipimpin oleh organisatoris ulung KH. Abdul Wahab Chasbullah, untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Ibn Saud agar Makam Rasulullah dan Para Sahabat tidak dibongkar hanya dengan alasa Bid’ah, Churafat.


Sudah sejak dulu NU berdakwah dengan cara halus, tidak perlu frontal, sporadis, dan anarkis, gejolak besar yang merugikan ummat Islam saja NU lalui dengan hubungan diplomatik, dan ini terjadi ketika Gus Dur jadi Presiden ingin menjalin hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel, tujuan Gus Dur hanya satu menghilangkan penjajahan di atas dunia dengan cara yang halus.


Seiring kurun waktu berjalan, hari ini usia Nahdlatul Ulama hampir menuju satu Abad, di umur yang cukup tua 92th ini, kiprah NU untuk bangsa tidak bisa disepelekan bahkan tidak bisa digantikan dengan material apa pun, dan yang paling penting dari NU adalah menyerahkan dirinya untuk bangsa, berkonsisten sampai hari kiamat untuk menjaga kebhinekaan dan kesatuan.


Ketika kita bicara NU, bukan bicara teori Barat tentang Islam, bukan juga bicara gerakan Islam di Timur Tengah, tapi bicara NU adalah bicara think tank (dapur pemikiran) dari para pendiri Bangsa. Islam selalu diasumsikan sebagai pemahaman yang menyatukan agama dan negara seperti dalam definisi umum (al-Din wa al-Daulah)Islam dan Negara, Islam adalah Negara. Saya kira, seorang Profesor Yahudi Inggris-Amerika bernama Bernard Lewis telah keliru mengasumsikan negara yang berdaulat dan masyarakatnya mayoritas muslim, di situ lah Islam sebagai Negara, terkecuali Republik Turki. Asumsi seperti ini, kiranya keliru betul bagi seorang Profesor Lewis. Profesor tidak melihat Indonesia dan kebhinekaannya.


NU dan Islam Kultural


Menjadi “lebih Palestina” ketibang Palestina yang dibelanya. Menimbulkan kesan kejiwaan yang neurotik, seakan menutup diri bahwa ada pihak lainnya yang tebahak-bahak memanfaatkan kondisi tersebut.

Di Indonesia, Islam tidak dijadikan kesatuan  homogen din (agama) yang meliputi semuadaulah, bahkan semua suku, bahasa, budaya, dan lainnya terakomodasi oleh masyarkat Islam itu sendiri. Muncul lahthink tank tadi bahwa Islam bukan hanyadin al-syari’ah (agama hukum), din al-‘aqidah(agama akidah), din al-daulah (agama negara), din al-siyasah (agama politik), tapi Islam di Indonesia adalah din al-‘ilmi (agama ilmu), din al-tsaqafah (agama budaya), dandin al-hadlarah (agama peradaban). Alhasil Islam hadir di Indonesia dengan wajah sumringah, relaks dan penuh senyuman, selalu berinovasi demi kebaikan dan kemajuan bangsa.


Wajah Islam Indonesia saat ini terasa begitu menegangkan. Sebagian dari kita, negeri ini, saudara kita menjadi begitu radikal, memberangus sesamanya, memberangus keluarganya, memberangus sesama anak bangsa. Menjadi “lebih Palestina” ketibang Palestina yang dibelanya. Menimbulkan kesan kejiwaan yang neurotik, seakan menutup diri bahwa ada pihak lainnya yang tebahak-bahak memanfaatkan kondisi tersebut.


Gangguan kejiwaan ini, dihadapi oleh Nahdlatul Ulama dengan relaks, mampu mengatur ritme permainan, alon-alon tapi pasti. Kelekatan Islam kultural dalam tubuh NU selalu menampilkan Islam dengan pendekatan-pendekatan budaya, tidak dengan kekuasaan, kekuatan, represi, tipuan, atau koersi senjata. Dalam kasus Indonesia, itulah Islam yang menerobosdunia Jawa, Minang, Melayu, Makassar, dan seterusnya. Yang diterima karena ia (Islam) mendekati kita dengan menggunakan bahasa, etika, moral, serta simbol-simbol yang juga kita punya.


Srategi dakwah NU ini memiliki objektif merebut hati dan simpati, bukan merebut kuasa dalam arti kedudukan, uang, senjata, dan melulu politik. NU dulu, kini, dan esok akan tetap sama. Bukan kah, dengan Islam sebagai agama dan ekspresi budaya lebih indah?.


Rikal Dikri Muthahhari (Kader NU)