Ngopi Neng Warung

Jenggot identik dengan kebijaksanaan dan kedunguan

JENGGOT İDENTİK DENGAN KEBİJAKSANAAN SEKALİGUS İDENTİK DENGAN KEDUNGUAN..

Terlepas dari respon orang-orang itu, ada beberapa hal yang telah jamak diketahui kaum muslimin jenggot berdasarkan berbagai hadis Nabi dan atsar (perkataan sahabat), yakni:
1. Jenggot adalah fitrah bagi laki-laki.
2. Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar seorang muslim membiarkan jenggotnya
3. Jenggot sebagai identitas keislaman yang membedakan dari orang Yahudi
4. Jenggot yang panjangnya melebihi segenggaman tangan sebaiknya dipotong dan dirapikan
5. Nabi Muhammad SAW memotong jenggotnya, sisi panjang dan lebarnya.

Saya tak akan membahas hal-hal di atas panjang lebar karena sudah jamak diketahui, meskipun ada sedikit perdebatan tentang masing-masing poin di atas dari kalangan muslim yang tak suka berjenggot. Yang tak banyak diketahui oleh kaum muslim pada umumnya, sebenarnya isu jenggot sebagai tanda kebodohan ini adalah “isu lama” yang banyak sekali dibahas dalam berbagai kitab referensi kaum muslimin, mulai dari kitab sastra hingga kitab-kitab hadis. Beberapa orang menjadikannya sebagai pembelaan atas pernyataan tokoh yang saya singgung di awal tulisan ini dan mulai juga ramai di media sosial. Melalui tulisan santai ini saya ingin mengajak untuk melihat masalah ini secara objektif dan mendudukkan inti persoalannya pada tempatnya. Pernyataan tokoh itu, kita bahas setelah ini.

Di masa lalu, ada yang namanya Ilmu Firasat yang salah satunya membahas tentang kaitan antara satu kondisi tubuh dengan suatu sifat tertentu, misalnya kaitan antara tahi lalat, bentuk hidung dengan sifat atau peristiwa tertentu, dan begitu seterusnya. Tentu saja tidak ada prosedur ilmiah dalam penarikan kesimpulannya karena apa yang sekarang kita kenal sebagai prosedur ilmiah belumlah dikenal di masa itu. Banyak orang di masa lalu menjadikan materi ilmu firasat ini sebagai “kebenaran umum” yang diterima luas karena memang sifat kritis ilmiah belum membudaya. Sebagian dari materi “kebenaran umum” itu adalah hubungan antara panjang jenggot (ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ) dan kedunguan (ﺍﻟﺤﻤﻖ ).
Berikut ini beberapa pernyataan para ulama terkemuka perihal jenggot dan kebodohan sesuai dengan ilmu firasat yang ada pada masa itu:
1. Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, ulama besar Mazhab Hanbali, beliau yang nampaknya paling terkenal dalam topik ini karena beliau menulis panjang lebar dengan menyertakan banyak kutipan dari para tokoh islam dalam kitabnya yang berjudul
Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin tentang sifat-sifat orang dungu yang dua halaman darinya menyebutkan bahwa di antara ciri-ciri orang dungu adalah jenggotnya panjang. Berikut ini adalah sedikit pernyataan beliau:
ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺘﻰ ﻻ ﺗﺨﻄﻰﺀ ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ﻓﺎﻥ ﺻﺎﺣﺒﻬﺎ ﻻ ﻳﺨﻠﻮ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻤﻖ . ﻭﻗﺪ ﺭﻭﻱ ﺍﻧﻪ ﻣﻜﺘﻮﺏ ﻓﻰ ﺍﻟﺘﻮﺭﺍﺓ ﺇﻥ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ﻣﺨﺮﺟﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻣﺎﻍ ﻓﻤﻦ ﺃﻓﺮﻁ ﻋﻠﻴﻪ ﻃﻮﻟﻬﺎ ﻗﻞ ﺩﻣﺎﻏﻪ ﻭﻣﻦ ﻗﻞ ﺩﻣﺎﻏﻪ ﻗﻞ ﻋﻘﻠﻪ ﻭﻣﻦ ﻗﻞ ﻋﻘﻠﻪ ﻛﺎﻥ ﺃﺣﻤﻖ ‏[ 2
Termasuk tanda-tanta yang tidak salah lagi, yaitu panjangnya jenggot. Sesungguhnya pemiliknya tidaklah absen dari kedunguan. Telah diriwayatkan bahwa tertulis di Taurat bahwa sesungguhnya jenggot asal mulanya keluar dari saraf otak, siapa yang berlebihan memanjangkannya maka sedikit otaknya dan siapa yang sedikit otaknya maka sedikit akalnya dan siapa yang sedikit akalnya berarti dungu.
2. Ibrahim al-Nakha’i, beliau adalah seorang imam periwayat hadis terkemuka. Ia berkata
ﻋﺠﺒﺖ ﻟﻠﻌﺎﻗﻞ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﻴﺠﻌﻠﻬﺎ ﺑﻴﻦ ﻟﺤﻴﺘﻴﻦ، ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺘﻮﺳﻂ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ ﺣﺴﻦ ‏[ 3
Aku heran terhadap orang berakal yang tidak memangkas jenggotnya dan menjadikannya antara pendek dan terlalu panjang. Sesungguhnya bersikap moderat dalam segala sesuatu itu baik.
3. Ibnu Nujaim al-Hanafi, seorang ulama besar mazhab Hanafi yang melahirkan banyak karya yang dirujuk hingga kini. Ia berkata:
ﻭﻳﺴﺘﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺻﻔﺘﻪ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ : ﺑﻄﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ؛ ﻷﻥ ﻣﺨﺮﺟﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻣﺎﻍ، ﻓﻤﻦ ﺃﻓﺮﻁ ﻃﻮﻝ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻗﻞ ﺩﻣﺎﻏﻪ، ﻭﻣﻦ ﻗﻞ ﺩﻣﺎﻏﻪ ﻗﻞ ﻋﻘﻠﻪ، ﻭﻣﻦ ﻗﻞ ﻋﻘﻠﻪ ﻓﻬﻮ ﺃﺧﻒ ‏[ 4
Dan yang dibuat dalil bagi sifat kedunguan dari segi rupa adalah panjangnya jenggot karena keluarnya dari saraf otak, siapa yang berlebihan panjang jenggotnya maka sedikit otaknya dan siapa yang sedikit otaknya maka sedikit akalnya dan siapa yang sedikit akalnya maka ia lebih remeh.
4. Abu Hayyan al-Tauhidi, ia adalah salah seorang tokoh serba bisa: filsuf, sastrawan, sufi dan konon beraliran fikih Syafi’i. Beberapa ulama menyebutnya sesat karena ada pemikirannya yang sulit mereka terima (sebagaimana kebanyakan filsuf-sufi islam lain) sedangkan Imam as-Subki memasukkannya dalam deretan ulama Syafi’iyah dan menegaskan bahwa ia berakidah benar. Tentang masalah jenggot, Abu Hayyan berkata:
ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﻃﺒﺎﺀ : ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﻌﻘﻞ ﺍﻟﺪﻣﺎﻍ ﻭﻃﺮﻳﻖ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﺍﻷﻧﻒ ﻭﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﺮﻋﻮﻧﺔ ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ‏[ 5
Beberapa tabib mengatakan: Tempat akal adalah otak dan jalah ruh adalah hidung dan tempat ketololan adalah panjangnya jenggot.
5. Ibnu Abidin al-Hanafi, salah satu Imam besar dari mazhab Hanafiyah. Ia menulis dalam karya besarnya Radd al-Mukhtar
sebagai berikut:
ﺭﻭﻯ ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﻓﻌﻪ } ﻣﻦ ﺳﻌﺎﺩﺓ ﺍﻟﻤﺮﺀ ﺧﻔﺔ ﻟﺤﻴﺘﻪ { ﻭﺍﺷﺘُﻬﺮ ﺃﻥ ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺧﻔﺔ ﺍﻟﻌﻘﻞ . ‏[ 6
Al-Tabari meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan ia menyandarkannya pada Nabi: Termasuk kebahagiaan seseorang adalah keringanan jenggotnya.
6. Ali Haidar al-Hanafi, seorang ulama sekaligus pejabat dalam Dinasti Utsmaniyah, ia berkata dalam karyanya yang terkenal, Durar al-Hukkam sebagai berikut:
ﻭﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻤﻖ ﻫﻲ ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ‏[ 7
Tanda-tanda yang menunjukkan kedunguan adalah panjangnya jenggot
7. Al-Hasan bin al-Mutsanna, cucu Sayyidina Ali bin Abi Thalib, ia berkata:
ﺇﺫﺍ ﺭﺃﻳﺖ ﺭﺟﻼ ﻟﻪ ﻟﺤﻴﺔ ﻃﻮﻳﻠﺔ، ﻭﻟﻢ ﻳﺘﺨﺬ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﺑﻴﻦ ﻟﺤﻴﺘﻴﻦ : ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﻋﻘﻠﻪ ﺷﻲﺀ ‏[ 8
Bila engkau lihat seorang laki-laki panjang jenggotnya dan ia tidak memangkasnya antara terlalu pendek dan terlalu panjang, maka ada sesuatu di akalnya.

Dan masih banyak pernyataan ulama yang lain. Tapi kadar di atas rasanya sudah cukup untuk membuktikan adanya anggapan di masa lalu yang mengaitkan antara panjang jenggot dengan kedunguan. Cerita-cerita lucu pun tentang ini juga mudah dijumpai di kitab-kitab klasik, misalnya saja di kitab hadis Faidl al-Qadir
karya al-Munawi ketika menerangkan hadis habi ﻛﺎﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻣﻦ ﻋﺮﺿﻬﺎ ﻭﻃﻮﻟﻬﺎ (Nabi memangkas jenggotnya dari sisi lebar dan panjangnya). Ia menceritakan obrolan Khalifah al-Makmun dengan para sahabatnya yang suatu saat menyinggung soal kebodohan orang-orang yang berjenggot panjang. Tak lama kemudian hadirlah seseorang yang berjenggot panjang tetapi dengan penampilan yang baik dan pakaian yang indah. Al-Makmun kemudian bertanya kepada para sahabatnya tentang orang tersebut, mereka menjawab: “orang pandai”. Kemudian al-Makmun memanggilnya dan bertanya beberapa hal padanya, ternyata jawaban-jawabanorang itu sedikit error yang menyebabkan hadirin tertawa. Saking lucunya, al-Makmun sampai terpingkal-pingkal kemudian mengucap sebuah syair berikut ini yang di kemudian hari menjadi amat populer karena banyak dikutip:
ﻣﺎ ﺃﺣﺪ ﻃﺎﻟﺖ ﻟﻪ ﻟﺤﻴﺔ # ﻓﺰﺍﺩﺕ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ﻓﻲ ﻫﻴﺌﺘﻪ
Tak seorang pun yang panjang jenggotnya hingga jenggot itu menambah penampilannya
ﺇﻻ ﻭﻣﺎ ﻳﻨﻘﺺ ﻣﻦ ﻋﻘﻠﻪ # ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻤﺎ ﺯﺍﺩ ﻓﻲ ﻟﺤﻴﺘﻪ
Kecuali berkurang akalnya lebih banyak dari bertambahnya panjang jenggotnya
Silakan anda baca sendiri kisah al-Makmun itu bila berkenan, sengaja tidak saya tulis lengkap di sini J.
Satu hal yang perlu diingat, ketika orang Arab menyifati sebuah jenggot sebagai “panjang”, itu berbeda dengan standar orang Indonesia. Orang Arab sudah biasa berjenggot sedangkan orang Indonesia tidak, sehingga tolok ukur “panjang” itu berbeda jauh. Jenggot panjang menurut standar orang Indonesia seringkali masih pendek dalam standar orang Arab. Sama seperti ketika seorang nelayan menyebut “ikan kecil”, belum tentu itu dianggap kecil oleh orang pegunungan. Jadi ketika orang Arab mengatakan bahwa jenggot panjang adalah pertanda kebodohan, maka yang dimaksud adalah yang sangat panjang menurut standar orang Indonesia, bukan sama sekali tak berjenggot atau berjenggot hanya beberapa centimeter saja. Jenggot yang panjangnya hingga segenggaman tangan, dalam standar Arab adalah ukuran yang wajar tapi sudah panjang sekali dalam standar orang Indonesia.

Dari berbagai uraian di atas, bisa ditarik dua kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada kaitan antara panjang jenggot dengan kedunguan (dalam perspektif ilmu firasat)
2. Jenggot yang terlalu panjang hingga tidak wajar adalah tanda kedunguan

No comments:

Post a Comment