Ngopi Neng Warung

SEMUA AKAN ANSOR,BANSER PADA WAKTUNYA

SEMUA AKAN ANSOR,BANSER PADA WAKTUNYA.

Kini Engkau Menjadi Sahabat Kami

Namaku Jonathan, biasa dipanggil Jo, lahir di Muntilan, Magelang, kota kecil tempat Ulama besar lahir,  Kyai Nahrowi Dalhar, atau lebih mashur dipanggil Mbah Yai Dalhar, Watucongol, Muntilan. Waliyullah sekaligus salah satu Mursyid Thariqoh Syadziliyah, cucu dari panglima perang pangeran Dipenogoro, yakni Kyai Abdurrauf.

Aku, Jo kecil lahir dan besar dalam keluarga Kristen, namun keseharianku sangat “NU”, bermain bersama teman-teman muslim dan sering ikut acara-acara Khas NU, seperti tahlilan. Bahkan aku juga aktif di Kesenian Kubro Siswo yang notabene adalah milik NU, yang menceritakan kisah Resolusi Jihad Mbah Yai Hasyim Asy`ari.

Sebuah narasi awal dari sahabat baru kita, kader Banser yang kemarin baru mengikuti Diklat Terpadu Dasar (DTD), sebuah kawah candra dimuka awal bagi kader GP ANSOR dan Banser, sahabat Jo begitu kami biasa memanggilnya, adalah kader baru yang “Tak biasa” dalam perjalannya menjadi seorang Banser.

Lahir dalam keluarga Kristen dan hidup dalam lingkungan Nahdliyin, sahabat Jo sudah akrab dengan Amaliyah tradisi NU, bahkan Ayahnya berteman akrab dengan sahabat Muhammad Asrofudin Budianto, atau yang lebih dikenal dengan Mbah Wongso, Kasatkonas Banser masa khidmat 1997-2000. Bahkan pada suatu kesempatan, Ayah sahabat Jo, hendak ingin bergabung dengan Banser, Mbah Wongso dawuh  pada waktu itu “John (Nama Bapak Sahabat Jo), kowe ora kudu dadi Banser wes Banser kok”. Sebuah nilai luhur persahabatan sejati, faktor akidah yang tak bisa Ayah sahabat Jo untuk bergabung menjadi Banser, dalam legal struktural, namun tetap menjadi sahabat dalam memperjuangkan nilai-nilai luhur Banser, menjaga damai Indonesia, toleransi dan rukun dalam perbedaan keimanan.

Singkat cerita, tahun 2011-2012 (persisnya lupa) jelang Idul Adha aku mengucapkan 2 Kalimat Syahadat, dibimbing oleh Kyai Daerah LDII Sulawesi Tenggara. Sebagai Mualaf dan tanpa adanya pendampingan dari Kyai, tentu merupakan hal yang sangat berat,  tak usah menjalankan Ubudiyah Islam lainnya, untuk menegakkan Sholat saja hal yang teramat sulit.

Belum lagi ketika Sholat berjamaah, rendah diri ini luar biasa karena aku tattoan seluruh tubuh bahkan sampai kelihatan diluar-luar. Aku goyah dan akhirnya skeptis bahkan meninggalkan Sholat dan akhirnya meninggalkan semuanya.

Kita tak bisa menebak hidayahNya akan datang pada siapa, yang jelas, hidayahNya akan diberikan pada manusia yang memang telah dipilihNya, dan sahabat Jo adalah salah satunya, melalui pergolakan batin dan pemikiran, serta jalan hidup yang berliku, keras. Sahabat Jo memutuskan menjadi seorang Muallaf, menjadi Muslim. Berat memang, apalagi tak ada Kyai yang membimbing, tak ada sosok mentor yang membantu dan memberi motivasi serta mengarahkan bagi orang yang baru saja memeluk Islam.

Bahkan pada sebuah keadaan, sahabat Jo pada puncak kebenciannya pada “Islam” saat ada Ormas Islam yang menyerang sebuah diskusi bedah buku yang diikutinya, konsep Islam Rahmatan Lil Alamin , Islam yang damai dan menebar kasih pada semesta, buyar dari harapannya pada cita-cita ber-Islam yang damai, malah bertemu dan dibenturkan pada Islam yang bengis, konservatif dan tak ramah.

Masalah hidup yang pelik saat itu, dan sebuah harapan tentang Islam yang ada dikepalaku hilang sudah. Ada momentum yang menyebabkan aku jadi makin benci dengan “Islam”, ketika aku bersama beberapa teman dikeroyok gerombolan pengapling Surga saat acara bedah buku bersama Irshad Manji di LKiS Jogja. Isunya sama, Irshad Manji pro LGBT dan halal darahnya untuk ditumpahkan. Moment itu adalah titik puncak kebencianku pada Islam.

Dan mulai saat itu, sahabat Jo aktif dalam pendampingan bagi Masyarakat Marjinal, yang hak-haknya baik dalam sisi Ibadah pada tuhannya, atau hak keadilannya yang terampas, mulai dari Ahmadiyah, Syiah dan lain sebgainya, membela minoritas, advokasi pada yang lemah, hingga sampai bertemu dengan Mas Rio Ramabaskara, pengacara yang banyak membantu kaum lemah.

Sejak saat itu yang muncul diotakku adalah harus melawan dan berada disisi masyarakat marjinal yang tertekan dan dipersekusi. Temanku banyak sekali dari komunitas LGBT Ahmadiah dan Syiah di Jogja yang selalu ditekan untuk diusir bahkan diancam akan dibakar. Beberapa aksi melawan mereka itulah yang mempertemukan aku dengan seorang bernama Rio Ramabaskara, pengacara yang aku kagumi ketika mengadvokasi napi cebongan yang dibantai oknum TNI.

Skenario Allah terlalu sempurna untuk bisa diterka manusia, sahabat Jo mengalaminya, sebuah lompatan hidup, sebuah rencana Allah yang sangat tak disangkanya menjadi sebuah episode baru bagi hidupnya.

Agustus 2017 sahabat dan seniorku di Yayasan GSI (gardasatwaindonesia.org) , yang kita dirikan untuk urus Anjing dan Kucing jalanan, Mas Guntur Romli, minta tolong untuk bantu bikin video untuk Ketua Umum GP Ansor H Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) untuk acara Banser di Wonosobo. Kebetulan aku punya team yang bergerak di sinematografi, titik inilah yang merupakan lompatan besar di otak dan jiwaku.

Aku sampai hafal lagu-lagu yang selalu dinyanyikan oleh Sahabat Banser dimanapun! Manifesto Ke-Banseran yang selalu disampaikan Gus Yaqut juga aku sangat hafal karena ketika edit pidato Gus Yaqut selalu dengar berulang-ulang. Tentang Aswaja an Nahdliyah yang selalu membuatku otomatis berbisik NKRI Harga Mati, Pancasila Jaya, Nusantara Milik Kita…

GP ANSOR dan Banser, pada sikap dan gerakan nyata, ada pada semua lini kehidupan Masyarakat Indonesia, Banser menjadi benteng kokoh Indonesia dari rongrongan Ideologi Khilafis yang ingin mengganti Pancasila, bersama aparat Kepolisian menjaga damai dan Khusyu` umat Nasrani dalam Misa Natalnya, advokasi pada Masayarakat yang tak mendapat keadilan. Turun langsung dalam mitigasi Bencana alam di Indonesia, kegiatan sosial kemasyarakatan hingga ke pelosok desa di Negeri ini, itu barangkali yang selalu terpotret oleh sahabat Jo dalam setiap liputannya pada kegiatan GP ANSOR dan Banser.

Organisasi ini luar biasa, setiap berkegiatan meliput aku selalu teringat pada Almarhum Bapak dan Almarhum Mbah Wongso. 2 Banser yang ada dimasa kecilku selalu hadir ketika aku berkumpul bersama Sahabat Banser dimanapun, ketika meliput Ketum Gus Yaqut.

Pada perjalannya bersama GP ANSOR khususnya saat meliput kegiatan Ketua Umum GP ANSOR sekaligus panglima tertinggi Banser, Gus Yaqut, sahabat Jo mulai mengenal keluarga besar Banser yang  jutaan kader jumlahnya.

Kenal dengan banyak sekali Ketua PW, PC dan PAC GP Ansor. Kenal dengan Kasatkornas yang luarbiasa, kenal dengan banyak Instruktur Banser, Kasatkorwil, Kasatkorcab. Dan kenal dengan ribuan Sahabat Banser dilapangan maupun di dunia maya. Dan makin cinta dengan Banser itu tumbuh, ribuan Riyanto ada didepan mataku. Negeri ini akan selalu aman ketika ada Banser, itu isi otakku.

Hingga pada akhirnya, banyak sahabat-sahabat pengurus pusat GP ANSOR yang memotivasi sahabat Jo untuk bergabung dalam gerbong besar perjuangan ini, bergabung bersama GP ANSOR dan Banser

Beberapa Sahabat di PP GP Ansor memotivasiku untuk bergabung saja di Banser, toh sudah tahu dan paham, kemana-mana bareng dan makin tahu. Tapi belum pernah berani memutuskan karena masih galau dan lain hal.

16 Februari 2018 bulat tekadku. Aku ikut DTD Banser, lulus dan sah jadi Banser! Untuk Bapak dan Mbah Wongso yang aku hormati dan cintai.

Hingga pada akhirnya,kemarin sahabat Jo memutuskan untuk ikut Diklat Terpadu Dasar,  sebuah diklat awal untuk secara resmi dan sah seseorang untuk menjadi keluarga besar GP ANSOR dan Banser, sebuah keputusan besar, keputusan untuk meneruskan cita-cita Almarhum ayahnya dan Almarhum Mbah Wongso. Serta menerusan cita-cita para Muassis NU.

Selamat sahabat Jo, kini engkau menjadi sahabat kami, mari berkhidmat bersama, perjuangan ini tak mudah, kita menjaga NU, menjaga Amaliyah tradisi NU sebagai identitas keIslaman Nusantara, menjaga marwah dan Muru`ah Kyai NU, menjaga damai dan toleran Indonesia, menjaga kewarasan Negeri ini, menjaga Pancasila dan NKRI dari siapapun yang merongrongnya.

Ayahmu dulu bersahabat dengan Mbah Wongso, kini kau bersahabat dengan jutaan sahabat Ansor Banser di Indonesia bahkan beberapa Negara di dunia, Ayahmu akan tersenyum bangga padamu sahabat di Alam sana, putranya telah resmi berseragam Banser dan siap meneruskan cita-citanya. Patrikan di dadamu semangat Ayahmu sahabat, semangat Mbah Wongso, semangat sahabat Riyanto. Serta niatkan perjuanganmu ini untuk melanjutkan perjuangan Ulama-ulama pendiri NU, dan kita besama berdoa, agar kelak kita berada dibelakang barisan Hadrotus Syaikh KH Hasym Asy`ari di Yaumil Mahsyar kelak. Amien.

Terimakasih Sahabat Jo, telah bersedia bercerita perjalan hidupmu yang luar biasa, selamat berkhidmat, nanti engaku akan aku ajak PAM pengajian di Pelosok desa, Khidmat, Syahdu dan kehangatan sahabat-sahabat yang sudah seperti keluarga.

Aku ceritakan ke Sahabatku yang luarbiasa: Afif Fuad Saidi Banser Ansor Situbondo

20/2/18
https://afiffuads.wordpress.com/2018/02/20/kini-engkau-menjadi-sahabat-kami/

No comments:

Post a Comment