Ngopi Neng Warung

Memahami Pembangunan Infrastruktur

Memahami Infrastruktur Jokowi ...
Ditulis : Anton DH Nugrahanto.
Untuk apa jalan tol dibangun?, untuk apa Bandara di bangun?, untuk apa Pelabuhan Pelabuhan Laut di bangun?, untuk apa Listrik digenjot sampai 35 ribu Megawatt, untuk apa jaringan listrik terintegrasi dibangun jaringannya dari Sabang sampai Merauke tanpa putus?, untuk apa persiapan persiapan wilayah baru pemukiman dibangun...
Apakah ini untuk orang kaya saja?, apakah ini untuk kaum berduit saja?.
Konektivitas adalah kunci penting dalam pembangunan perekonomian sebuah negara. Amerika Serikat membangun konektivitas itu sejak pertengahan abad 19, sejak jaman koboy-koboy masih berlagak di sepajang wilayah western (penyebutan western dalam konteks Amerika adalah wilayah barat Amerika, sehingga Koboy kerap disebut sebagai budaya 'Western'). Itulah kenapa film-film Koboy yang marak di abad 20 selalu bercerita soal rebutan tanah yang akan dibangun perusahaan kereta api.
Setelah selesainya Perang Sipil Amerika Serikat 1865, jaringan kereta api dibuka besar-besaran dibawah bendera Pacific Railroad. Pemikiran Amerika Serikat ini adalah pemikiran jangka panjang, yaitu menyatukan dan memperkuat arus barang di seluruh wilayah Amerika dan membuka pusat pusat kota baru di wilayah Barat Amerika sepanjang pesisir Pasifik dan pedalaman wilayah tengah (Midwestern), pertimbangannya adalah Amerika harus menguasai dunia lewat arus barang yang lancar dan persebaran penduduk.
Ini berhasil dilakukan dan dalam tempo 15 tahun Amerika setelah perang sipil usai, menjadi kekuatan ekonomi baru mengalahkan Inggris. Pada awal abad 20, Amerika Serikat memiliki kekuatan terbesar di dunia, sementara wilayah Eropa mulai saling berkelahi rebutan wilayah wilayah koloni, nun jauh disana para ekonom Washington sudah menyusun konsepsi bahwa kekuatan ekonomi bukan lagi diletakkan penguasaan wilayah atau koloni tapi pada penumpukan modal yang bisa membangun wilayah pengaruh berdasarkan modal (Kapitalis-Imperialis).
Semua negara negara maju, awalnya mempersiapkan infrastruktur untuk mempercepat arus barang, apalagi kondisi negara luas wilayahnya seperti Indonesia ini, banyak sumber sumber alam terbarukan yang bisa didayagunakan rakyat dikapitalisir menjadi sebuah bentuk ekonomi komunitas yang baru, sementara persebaran penduduk juga harus dilakukan dengan cepat.
Di masa Pak Harto dulu, satu satunya jalan mengontrol kekuasaan adalah melakukan pola sentralisir, ini gaya politik Sultan Agung Hanyokrokusumo dalam mengelola kekuasaan, semua penguasa ditaruh di Kotagede, Mataram yang bertempat tinggal di wilayah wilayah hanya perwakilannya saja (representatif legitimasi), konsepsi kekuasaan ala Mataraman ini sudah jauh ditinggalkan, bahkan yang memecahkan persoalan ini justru Van Heutz, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menggabungkan seluruh wilayah Hindia Belanda dengan jaringan pelabuhan dan maskapai maskapai kapal laut, di masa Hindia Belanda penyampaian barang bahkan terjadwal sangat rapi. Bung Karno sendiri dalam pembuangannya di Ende, Flores tahun 1930-an punya jadwal pengambilan koran koran terbitan Jawa di Pelabuhan Flores dengan tertib. Bila Van Heutz di tahun 1910 menyatukan kekuatan kekuatan potensi Nusantara dengan membangun infrastruktur yang kuat dan penghasilan itu dibawa ke Belanda, maka Bung Karno semasa menjadi Presiden RI membangun infrastruktur untuk kekuatan negara dan kekuatan pembangunan ekonomi politik di tingkat ekonomi rakyat.
Konsepsi Penyatuan Infrastruktur Nusantara ini, setelah jaman kemerdekaan dibangun lagi oleh Presiden Sukarno dalam konsepsi Pembangunan Semesta Berencana-nya sebagai "Untaian Ratna Mutu Manikam" sepanjang wilayah Nusantara. Bung Karno meletakkan perencanaan pembangunan Jalan Tol di sepanjang Sumatera-Jawa untuk pembuka wilayah wilayah perekonomian baru, pembangunan pelabuhan baja di cilegon sampai dengan membangun jalan jalan tol di tengah kota seperti di Semanggi dan By Pass Jakarta Timur, saat itu Bung Karno bisa menjelaskan "Djakarta ini masih sepi, perlu di djalan tol seperti California" Bung Karno melihat masa depan, terbukti Jalan Tol Djakarta yang sepi itu, sekarang padat dan jadi pusat keekonomian kota Jakarta. di Palangkaraya Bung Karno membangun sebuah Kota Baru yang bermula dari Pasar Kahayan, lalu dibangun jalan jalan besar di tengah hutan yang bisa didarati Pesawat MIG-21 untuk menjadikan Palangkaraya pusat kekuatan militer udara di seluruh Asia Tenggara, lalu Bung Karno merebut Irian Barat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara terkuat di Asia Pasifik, Inilah bung yang disebut visi, kemampuan melihat masa depan...
Dan ini pula yang dilakukan Jokowi sekarang, banyak yang menertawakan "Lihatlah Papua masih sepi, Jokowi buang buang duit bangun Jalan Tol". Anda pernah membaca Geopolitik, anda paham bagaimana dialektika dan dinamika jaman bekerja, wilayah mana yang akan menjadi pusat ekonomi dunia..."Pasifik Bung...".
Pasifik kelak akan jadi pusat perdagangan dunia, sementara wilayah Papua, Sulawesi Utara dan Maluku (Utara dan Selatan) berada dalam lintasan pelabuhan-pelabuhan besar arus dagang, disanalah kemudian hari akan jadi pusat kesibukan perdagangan dunia. Jokowi sudah mengantisipasi itu.
Jokowi membangun masa depan, bukan membangun persoalan sekarang karena itulah tugas negarawan, inilah kenapa banyak orang tak paham Jokowi teriak-teriak soal teknologi digital, konten digital, fintech dan soal soal lain yang kurang dimengerti orang segenerasinya, Jokowi sudah bicara soal mata uang kripto, Jokowi sudah bicara Artificial Intelligence saat lawan politiknya mengangkat isu soal becak atau isu isu yang sudah ketinggalan jaman.
Indonesia kita yang sekarang, berada dalam pusaran jaman yang menderu, mungkin sebagian besar dari kita hidup dalam alam Orde Baru yang sudah mendidik kita puluhan tahun, konsep konsep berpikir dan cara berpolitik kita masih dalam kerangkeng Orde Baru, walaupun mungkin dari kita dulu melawan Orde Baru, tapi keberhasilan Orde Baru yang terbesar adalah membentuk manusia menjadi binaan warga di desa Potempkin ala Desa Sukamaju Si Unyil.
Jokowi membawa logika logika itu jauh ke depan, mendobrak kerangka beku itu, menghantam semua logika Orde Baru, mulai dari sentralistis pembangunan sampai pada dinamika bagi jalan hidup anak mudanya, bila di masa Orde Baru kerangka kerja anak muda masih pada bagaimana menjadi PNS atau menjadi pengusaha berorientasi proyek proyek negara, maka Jokowi mengenalkan bagaimana anak anak muda mengenalkan sesuatu, menjadi kreatif bukan menjadi penghamba atas proyek proyek berbasis anggaran negara. Karena satu satunya jalan bagi Indonesia ke depan adalah mencetak enterpreneur sebanyak mungkin yang tidak bergantung pada proyek berbasis anggaran negara tapi bergantung pada pertumbuhan ekonomi dunia, dan ekonomi bisa berkembang cepat bila ada pergerakan dinamis arus barang...
Dan yang seperti ini mungkin hanya dipahami kaum muda millenial... jadi sangat disayangkan bila generasi millenial tak paham hal paling mendasar soal pembangunan infrastruktur di Papua...
Sangat disayangkan...
(Catatan Pagi Jakarta, 8 Februari 2018)

No comments:

Post a Comment