Ngopi Neng Warung

SAAT INI NU SENDIRIAN MENGHADAPI KELOMPOK RADIKALIS BEBAS

SAAT INI NU SENDIRIAN MENGHADAPI KELOMPOK RADIKALIS BEBAS

Akan Berputar. Anda Akan Saya Ajak Menyusuri Sejarah Yang Tak Terlalu Menjadi Masa lalu. Baru Saja Terjadi, Tapi Sangat Penting. Anda pun akan menemukan betapa segala kerusuhan yang mudah terjadi di banyak negara, yang ditrigger oleh organisasi yang sama atau organisasi bentukannya atau organisi satu visinya, tidak mudah terjadi di Indonesia.

Kenapa begitu? Begini, Islam datang dari Rasulullah SAW diajarkan kepada para sahabat dan keluarganya tidak berbentuk dalil al-Quran dan hadis thok. Ajaran Islam yang sederhana dalam teks al-Quran dan hadis, diterangkan melalu munasabah (kesesuaian) antara teks satu dengan teks-teks lainnya (ingat ya, 1 teks dengan beberapa—bahkan banyak—teks). Ketika masa Rasulullah dan sahabat digantikan oleh masa tabi’in dan atba’ al-tabi’in, maka ajaran ini diterangkan lagi dalam format yang lebih luas (mengingat munasabah tadi) dengan pisau bedah ilmu-ilmu baru, seperti ushul fiqih dan alat-alat penopangnya, seperti nahwu, balaghah, dll.

Di Indonesia, tak ada satu pun organisasi yang sistem pendidikannya mengajarkan kerumitan ilmu alat (sebagai pisau bedah ajaran-ajaran yang tertera dalam teks-teks al-Quran) ini, kecuali NU. Hanya NU yang melestarikan cara berpikir para Salaf al-Salih ini. Sedangkan yang lainnya, mereka bermimpi seolah-olah hidup pada zaman Nabi SAW, dimana para ustadznya bertindak sebagai nabi-nabi, menerangkan al-Quran dan hadis tanpa ilmu-ilmu alat tadi—meskipun dalam kesempatan-kesempatan tertentu mereka memakainya.
Itulah jawaban kenapa harus NU.

Di tengah ketunggalan NU ini, dari segala penjuru dia diserang dengan bayangan Ikhwanul Muslimin—atau semacamnya—dalam bentuk pelemahan cara berpikir Salaf al-Salih tadi. Keadaan dibuat seolah-olah bahwa Nabi SAW masih ada, sehingga tak perlu lagi para ulama. Hadis-hadis palsu ditebarkan, hanya untuk menghabisi ulama NU, misal hadis palsu tentang rokok, mengingat ulama NU kebanyakan adalah perokok.

Orang-orang awam yang mudah tertipu, tentu membenarkan slogan “Pilih Nabi apa kyai”. Mereka tentu akan memilih Nabi SAW, sebagai jawaban atas pertanyaan yang konyol itu. Konyol karena tak ada kyai NU yang menegasikan Nabi SAW. Fakta yang betul adalah bahwa semua kerangka keilmuan para ulama NU itu punya silsilah kuat yang berakhir pada Nabi SAW itu sendiri.

Orang-orang awam tak sadar bahwa saat mereka mengikuti cara berpikir sesat itu, mereka telah menegasikan keberadaan Imam Syafi’i, yang secara serampangan diakui sebagai imam-nya para pemuja Ikhwanul Muslimin—dan organisasi semacamnya seperti HTI—yang sebenarnya bermadzhab Wahabi takfiri itu.

Benarlah Ibnu Rusyd, bahwa jika Anda ingin menguasai orang-orang bodoh, maka bungkuslah aktivitas Anda itu dengan baju agama. Ternyata, slogan “memilih Nabi atau kyai” itu berhasil mengelabuhi banyak orang.
Lalu mana jalan-jalan sejarah yang saya janjikan? Sabar dulu.

Nah, dalam kesendiriannya ini, NU banyak bermanuver—meskipun pembenahannya tak sepenuhnya sesuai dengan visi saya: Mulai dari menjadi king maker, menaikkan level pengetahuan pasukan bansernya, sampai gerakan peningkatan kajian kitab kuning, ilmu-ilmu humaniora, ilmu politik, bahkan ilmu intelejin dan ekonomi. Anda bisa lihat di NU banyak bercokol doktor-doktor lulusan luar negeri yang berkualitas.

Artinya, disamping pelestarian cara berpikir Salaf al-Salih, NU pun menjadikan keilmuan-keilmuan modern sebagai senjata mematikannya dalam menjawab tantangan zaman. Tantangan zaman yang mana? Tantangannya adalah slogan klassik: Kalau mau menguasai Indonesia, kuasai NU; kalau mau memecah-belah Indonesia, pecah-belah NU; kalau mau menghancurkan Indonesia; hancurkan NU. Itu tantangannya.

Artinya, Indonesia memang benar-benar sangat membutuhkan NU dalam menghadapi gerakan-gerakan semacam Ikhwanul Muslimin dan organisasi-organisasi semacamnya—seperti HTI, misalnya.
Mari kita mengitari Ikhwanul Muslimin sejenak.
Eric Draitser dalam Unmasking the Muslim Brotherhood: Syria, Egypt, and Beyond, menggambarkan bahwa Ikhwanul Muslimin adalah organisasi yang mendorong regime change di Syria, yang disponsori oleh US, UK, Prancis, Saudi Arabia, Qatar and Turki.

Jika kita, orang Islam, selalu mencocokkan tingkah-laku kita dengan al-Quran atau hadis, maka regime change  ini adalah sangat bersesuaian dengan dawuhnya Jendral Wesley Clark, bahwa  kebijakan luar negeri jangka panjang AS adalah “regime change” atau perubahan rezim dan destabilisasi Suriah sebagai negara-bangsa independen, melalui proses “demokratisasi” rahasia atau melalui cara-cara militer.

Ungkapan terkenal regime change Wesley Clarik itu berbunyi begini: [The] Five-year campaign plan [includes]… a total of seven countries, beginning with Iraq, then Syria, Lebanon, Libya, Iran, Somalia and Sudan.
Agen regime change, yaitu Ikhwanul Muslimin (IM), sebenarnya adalah agen false flag. Organisasi ini didirikan oleh Hasan al-Banna tahun 1928 dengan tujuan untuk memurnikan agama Islam. Masalahnya tujuan ini adalah cover yang menutupi tujuan yang sesungguhnya, seperti Anda bisa lihat pada artikel Mother Jones yang berjudul What is the Muslim Brotherhood and Will It Take Over Egypt? (Lihat http://bit.ly/2sNdVkv).

Menurutnya, IM adalah organisasi yang dibentuk untuk menjadi topeng bagi tujuan politis. Dia tidak lebih dari battering ram atau alat pemukul dinding bagi golongan nasionalis dan komunis. Nyatanya, dia selalu making common cause alias kongkalikong dengan imperialis British, yang mengambil fungsi sebagai agen intelijen dan kelompok yang menginfiltrasi komunis dan nasionalis (lihat http://bit.ly/2sNdVkv). Itu di Mesir. Sedangkan di Syria mereka selalu di bawah kendali Barat, dan selalu tergantung pada penawaran dari Barat.

Itulah peran penting IM dalam dunia imperialisme. Di Suriah, peran IM itu telah berhasil merusak kota-kotanya. Hebatnya, mereka pun jago dalam menyelundupkan senjata kepada para pemberontak. Dan tidak hanya itu, mereka pun jago meyakinkan tuannya bahwa krisis Suriah hanya bisa diselesaikan dengan intervensi pihak luar. Pernahkah Anda mendengar hal semacam ini beredar di Indonesia? Oh oh, Anda tidak pernah mendengarnya dalam teks yang sama, tapi Anda pasti Anda pernah mendengar sebuah partai yang meyakini bahwa keributan adalah hal yang niscaya di tahun 2018.
Hebat bukan? IM sejak dahulu kala juga sangat hebat dalam bekerjasama dengan Inggris menggulingkan Imam Yahya, penguasa Yaman Utara.

Anda mungkin ada yang belum mengerti apa hebatnya IM secara detail. Baiklah, saya coba ceritakan detail—maksudnya tidak terlalu detail tetapi cukup merangkum—kehebatan IM di Suriah, yang dengan kehebatannya itu timbul banyak masalah.
Angle-nya adalah upaya penggulingan pemerintahan Partai Baath pada bulan Juni 1979, yaitu ketika Ikhwanul Muslimin membantai 50 taruna Alawiyyin di ruang makan akademi militer di Aleppo.

Pada bulan Juni 1980, IM melemparkan dua granat kepada Hafidz al-Assad. Assad menendang granat itu, sementara pengawalnya, tewas oleh granat yang lain. Militer yang dikendalikan oleh adik Assad, Rifaat, pergi ke penjara dekat Palmyra dan menembak mati setidaknya 250 para pemberontak di sel mereka.

Berikutnya, IM beraksi pada tahun 1982 di Hama. Mereka membunuh pejabat Partai Baath dan menyerukan pemberontakan nasional di mesjid-mesjid.

Tak terima dengan kebrutalan itu, Hafedz mengejar para pemberontak itu. Militer Suriah menyisir setengah kota, menewaskan sedikitnya 1.000 atau 2.000 atau 10.000 warga Ikhwanul Muslimin. Menurut Assad, itu adalah harga yang diperlukan untuk mengakhiri terror Ikhwanul Muslimin.

Menurut media Suriah, pemberontak anti-pemerintah memulai pertempuran. Mereka menyerang  ke rumah-rumah saat penghuninya sedang tertidur dan membunuh siapa saja, bahkan perempuan dan anak-anak, memutilasi tubuh warga di jalan-jalan, diseret seperti anjing gila. Kemudian pasukan keamanan naik untuk menghadapi mereka.

Kota Hama adalah tempat bagi kubu konservatis dan dari Ikhwanul Muslimin. Mereka telah lama menjadi lawan bagi Ba'athist.  Bentrokan pertama yang terjadi antara dua terjadi tak lama setelah kudeta 1963, di mana partai Ba'ath mendapatkan kekuasaan di Suriah. Pada April 1964 kerusuhan pecah di Hama, dimana gerilyawan Ikhwanul Muslim memasang penghalang jalan, menimbun makanan dan senjata, dan mengobrak-abrik toko anggur. Setelah milisi Ismaili Ba'ath tewas, kerusuhan terjadi intensif, para pemberontak menyerang orang-orang partai Ba'ath yang tersisa di Hama. Assad lalu membawa tank untuk menghancurkan pemberontak itu; 70 anggota Ikhwanul Muslimin tewas.

IM adalah duri dalam Suriah. Mereka selalu ada dalam setiap permulaan kerusuhan. Saya sering mengamati tingkah-laku yang sama yang dilakukan oleh fans IM di mana pun. Mereka selalu ingin mentrigger kerusuhan. Sedangkan NU selalu menangkis kerusuhan-kerusuhan yang selalu dicoba untuk ditrigger ini.

Konklusi dari tulisan ini apa? Konklusinya adalah bahwa hanya NU yang menjaga tradisi keilmuan Islam yang dibawa oleh para Salaf al-Salih, nyaris tidak ada organisasi semacam itu di Indonesia. Jika pun ada, mereka tak terlalu terlibat dalam perang pemikiran (ghazwul fikri). Sedangkan NU yang sedang sendiri ini tengah menghadapi serangan gencar organisasi-organisasi yang anti terhadap madzhab salaf al-salih, misalnya organisasi yang membeo terhadap IM, organisasi yang menyerukan mengganti sistem negara dan menggulingkan pemerintah, juga organisasi yang tak henti-hentinya menyebarkan pembicara-pembicara aneh yang hobby mengharamkan segala macam ritual ibadah warga NU. Jika pun mereka memakainya (yaitu tradisi keilmuan islam Salaf), itu hanya ada pada topeng saja. Karena madzhab Salaf al-Salih melarang ekstrimisme (al-tatharruf), terrorisme (irhab), dan takfirisme. Anda lihat sendirilah siapa saja yang senang meneror, siapa yang ekstrim, dan siapa yang takfiri. Wallahua'lam Bish-Shawab

Sekian.

www.hwmi.or.id

No comments:

Post a Comment