Ngopi Neng Warung

Dalil Itu Kyai Yang Ulama

Dalil Itu Kyai Yang Ulama



Sebelumnya telah kami sampaikan bahwa dalilnya orang awam adalah kyainya. Kemudian saya menukil berbagai pendapat para ulama terkait hal ini. Hanya saja, timbul berbagai pertanyaan, kyai yang bagaimana yang bisa dijadikan sebagai dalil?


Tentu saja bukan semua Kyai. Tidak semua orang yang berceramah di mana-mana, di Tv atau bahkan sering nongol di media bisa dijadikan sebagai dalil. Kyai yang dapat dijadikan sebagai dalil adalah Kyai yang secara keilmuan memang kapabel. Kyai yang dia sendiri mengerti tentang dalil dan system istidlal.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa Kyai yang saya maksudkan adalah para ulama. Ia bukan sekadar dai yang sering menyeru kepada kebaikan dan melarang kepada kemunkaran. Ia adalah sosok alim yang memang menguasai ilmu ijtihad.

Apa bedanya kyai biasa dengan ulama? Tentu saja beda. Ulama itu pasti kyai, dan tidak semua kyai itu ulama. Setiap yang bersorban, hafal beberapa hadis nabi, bisa mengeluarkan ayat-ayat al-Quran, apalagi punya kesempatan masuk tv, bisa langsung mendapatkan gelar Kyai. Tapi ini tidak bisa bagi seorang ulama. Ia harus teruji secara keilmuan. Ia menguasai berbagai cabang ilmu keislaman. Ia adalah seorang mujtahid.

Jika demikian, apakah tidak semua kyai bisa dijadikan dalil? Jawabnya adalah, Benar. Tidak semua kyai bisa dijadikan sebagai dalil. Kyai yang ulama dan mampu berijtihadlah yang bisa dijadikan sebagai dalil. Logikanya sederhana saja, bagaimana bisa kyai yang bukan ulama menjadi dalil, jika dia sendiri tidak mengenrti apa itu dalil dan bagaimana cara beristidlal dari dalil?

Terkait Kyai yang ulama ini sebenarnya sudah saya sampaikan sebelumnya. Hanya saja kurang jelas. Perhatikan pernyataan saya sebelumnya:

Pernah suatu kali, Syaih Ali Jumat ditanya tentang suatu persoalan. Lalu ada orang awam yang bertanya tentang dalilnya. Syaih Ali Jumah tidak menyebutkan dalil panjang lebar dari ayat Quran, sunah nabi atau deretan dalil dan sistem istidlal lainnya. Beliau hanya membuka kopiyah Azharnya lalu menunjuk kepada kopiyah tadi, dan berkata, “Inilah dalilnya”.
Para hadirin tertawa. Syaih diminta memberikan dalil, mengapa malah membuat lelucon dengan melepas kopiyah Azhar dan mengatakan sebagai dalil? Namun Ali Jumah tidak tertawa. Ia serius menunjukkan kopiyah Azhar itu. Lalu beliau menerangkan bahwa kopiyah Azhar ini, merupakan simbul dari para ulama azhar. Jika seorang ulama sudah berfatwa, maka ia telah dianggap sebagai dalil. Ulama adalah dalilnya bagi awam.

Jadi kesimpulannya, hanya kyai yang ulama’lah yang bisa dijadikan sebagai dalilnya orang awam, dan bukan semua yang bergelar Kyai. Wallahu a’lam