Ngopi Neng Warung

Kerangka Berfikir NU

Fikrah Nahdliyah yg sudah disepakati dalam musyawarah nasional 'alim 'ulama.
Sesuai dengan keputusan Musyawarah Nasional Alim-Ulama No. 02 (MUNAS/VII/2006 tanggal 30 Juli 2006 di Surabaya mendefinisikan ‘Fikrah Nahdliyah” sebagai:
Kerangka berpikir yang didasarkan pada ajaran ahlussunnah wal-jama’ah yang dijadikan landasan berpikir Nahdlatul-Ulama (Khittah Nahdliyah) untuk menentukan arah perjuangan dalam rangka ishlah al-ummah (perbaikan umat).
Definisi tersebut bila dikonsultasikan dengan diktum 3 butir-butir mutiara khittah NU yang disarikan dari keputusan Muktamar NU ke-27 tahun 1984 di Situbondo menegaskan:
Dasar-dasar faham keagamaan NU bersumber dari Al-Qur’an, al-Sunnah, al-Ijmak, al-Qiyas dan menggunakan jalan pendekatan bermadzhab yang dipelopori salah satu dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambaly di bidang fiqih.
dan NU mengikuti pendirian bahwa Islam adalah agama fitri, bersifat menyempurnakan dan tidak menghapus nilai luhur yang sudah ada.
Dasar-dasar faham keagamaan tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang memiliki ciri khas yang membedakan dengan pemikiran lain.
Setidaknya ada lima ciri khas fikrah Nahdliyah.
Pertama,
Tawassuthiyah (pola pikir yang moderat).
Artinya warga NU selalu bersikap seimbang dalam setiap menghadapi dan mensikapi persoalan.
Kedua,
fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran).
Artinya warga NU dapat hidup berdampingan dengan warga dan komunitas lain walaupun berbeda agama dan aliran.
Ketiga,
fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif).
Artinya warga NU selalu berupaya menuju ke arah yang lebih baik.
Keempat,
adalah fikrah tathawwuriyah (pola pikir dinamis).
Atinya warga NU selalu melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
Kelima,
adalah fikrah manhajiyyah (pola pikir metodologis).
Artinya warga NU itu dalam berpikir harus menggunakan landasan.
Kerangka berpikir ke-NU-an tersebut bila diefektifkan untuk mengembangkan faham keagamaan diperlukan langkah pemahaman mendalam.
Langkah tersebut dimaksudkan agar pemahaman agama tidak cenderung kaku dan keras.
Kiranya dapat disadari bahwa pemahaman keagamaan yang amat tekstual tanpa mengikutsertakan metode berpikir di balik teks bisa menyesatkan.
Seperti ditegaskan oleh Imam Syihabudin al-Qarafi,
الجمود على المنقولات ابدا ضلال فى الدين وجهل بمقاصد علماء المسلمين وسلف الماضين
Sikap kaku selamanya terhadap teks (pernyataan tertulis) yang berasal dari kutipan-kutipan mengindikasikankesesatan dalam (berpikir) keagamaan dan tidak memahami apa yang dikehendaki oleh ulama muslim dan para salaf masa lalu.

No comments:

Post a Comment