Ngopi Neng Warung

politisi 2 muka

Menurut para ahli, manusia punya dua wajah. Wajah umum dan wajah pribadi. Wajah umum akan ditampilkan pada saat berhadapan dengan orang, massa, pendukung atau masyarakat. Wajah pribadi akan dipakai sewaktu sendiri, bersama keluarga inti atau dalam lingkungan pribadi.
Politisi seringkali harus menampilkan wajah umum dan akting di depan media untuk mendapatkan citra positif. Mereka kelihatan peduli, toleran, memihak rakyat, sederhana, jujur dan bersih. Akan tetapi kita kecewa setelah menguak gaya hidupnya yang berfoya-foya, berkelas, rakus, egoistik dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tujuan dan uang. Sehingga tidak salah masyarakat menjadi pesisimis.

Bukan program / cita indah mereka dipilih, tapi acting. Yang penting bagi-bagi rejeki. Apa yang diperjuangkan benar, bukan dimanipulasi media. Perjuangan politik juga harus mendapat dukungan media. Politisi dan selebriti sangat mirip bahkan sulit sekali mencari perbedaannya. Adegan yang ditampilkan politisi di televisi, seringkali membuat rakyat jenuh.

Pekerjaan politisi adalah mengelola kesan / impression managemen. Kesan apa yang akan diambil itulah yang akan dilakukan politisi.

Hubungan antara media dan politisi seperti dua sejoli. Penampilan lewat media lebih utama daripada melalui peduli pada petani. Hal itu untuk meningkatkan popularitas yang bersangkutan. Apalagi moment live di televisi. Yang ditunggu publik bukan hanya itu, tapi apa yang telah dan akan dilakukan.

Politisi ingin menunjukkan ingin peduli pada nasib bangsa. Pada kenyataanya belum tentu dan ditentukan oleh keputusan politisi untuk kepentingan umum.

Hubungan yang ideal antara rakyat dan media adalah hubungan yang kondusif bagi demokrasi. Media menjadi pengamat atau pengawas. Media mewakili rakyat mengawasi eksekutif, yudikatif.

Media memberi the second hand reality. Realita yang sudah diolah media. Politisi menjadi alat propanda efektif bagi politisi.

Dulu politisi dipilih karena karyanya. Karya besar bung karya, rakyat bangga menjadi bangsa merdeka dan memimpin Negara asia afrika merdeka.
Dulu idealisme sangat menonjol. Sekarang campur pragmatis,lebih ke kursi parlemen.

Dulu politisi bukan strata ekonomi. Dulu sederhana. Dulu tidak malu, bangga, karena jerih payah sendiri, halal.

Sekarang tidak ada. Sekarang politisi dicitrakan kaya, mapan, rumah mewah, sering ke kafe, menginap di hotel mewah, mobil mewah dan populer. Sedangkan karya mereka, sumbangan mereka, prestasi maupun kemampuan mereka tidak penting dan tidak dipedulikan.
            Hal itu bisa dimaklumi, karena mereka dipilih tidak semata-mata karena kemampuan atau prestasi politisi. Mereka dipilih lebih dikarenakan banyak uang atau karena dekat dengan orang besar. Ini kadang sulit dibuktikan, tapi lebih banyak pada kenyataan.
            Sudah saatnya sekarang lebih cerdas lagi. Jangan mau ditipu atau dimanfaatkan untuk kepentingan jangka pendek. Memang uang sekarang ini di’tuhan’kan. Tetapi dalam memilih politisi, masyarakat harus benar-benar selektif supaya aspirasi mereka diakomodir dan tidak ditipu lagi. Orang bijak selalu belajar dari masa lalu dan tidak mau mengulangi kesalahan yang sama.

No comments:

Post a Comment