Ngopi Neng Warung

Cara melawan pesimisme ala Dahlan Iskan

“Indonesia yang dijajah, ternyata bisa melakukan balas dendam kepada penjajahnya secara telak dan luar biasa”
Surabaya, (Antara Sulut) – Tidak banyak yang tahu, China memiliki cara khusus untuk maju, dan cara
itulah yang perlu ditiru untuk memajukan negeri tercinta, Indonesia.

Adalah Menteri BUMN Dahlan Iskan yang mengungkapkan hal itu dalamdialog “Public Figure on Talk” bertajuk “Optimisme Pemuda Menuju Indonesia Bersinar” yang digelar BEM ITS di Gedung Robotika ITS Surabaya, 5 Mei.
“Dulu, kita selalu dininabobokkan bahwa kita tidak bisa semaju Amerika, karena mereka sudah berusia lebih dari 200 tahun dan kita juga tidak bisa semaju Singapura, karena penduduk mereka hanya tiga juta sehingga lebih mudah,” ucapnya.
Di hadapan lebih dari 1.600 mahasiswa ITS serta perwakilan mahasiswa dari ITB, UGM, Unair, dan sebagainya, mantan Dirut itu menyatakan alasan itu ternyata tidak berlaku lagi untuk China.
“China itu berpenduduk besar dan miskin, tapi mereka sanggup mengalahkan ekonomi Jepang pada dua tahun lalu. Dari segi penduduk dan jumlah penduduk miskin tidak jauh berbeda dengan kita, tapi kenapa China bisa lebih maju?,” katanya.
Dalam acara yang dibuka Pembantu Rektor I ITS Prof Dr.Ing Herman Sasongko itu, Menteri yang juga jurnalis itu menyebutkan kunci kemajuan China itu tak lain optimisme yang
ditularkan kepada seluruh masyarakatnya.
“Untuk menumbuhkan optimisme itu mereka selalu merayakan kemenangan saat produkdomestik bruto (PDB) mereka mampu mengalahkan ekonomi Inggris, Jerman, dan dua tahun lalu mengalahkan ekonomi Jepang,” tuturnya.
Bahkan, ketika mereka mampu mengalahkan Jepang, masyarakat China sangat antusias menyambutnya. “China-Jepang itu ‘musuhan’ seperti Indonesia-Belanda. Jadi, mereka sudah bisa balas dendam,” katanya, tersenyum.
Kini, ekonomi China diramalkan akan mampu mengalahkan Amerika pada tahun 2016, sehingga ekonomi China akan menjadi terbesar di dunia dalam segala bidang.
“Bagaimana dengan Indonesia, menurut saya, kita juga punya potensi seperti itu,
karena PDB Indonesia di tingkat ASEAN sudah mencapai 51 persen dan sisanya dibagi untuk 10 negara ASEAN lainnya. Jadi, ekonomi Indonesia tidak bisa diremehkan,” ujarnya.
Namun, katanya, tingkat perdagangan Indonesia di ASEAN masih nomor 4, perdagangan dengan
Selandia Baru, Australia, Jepang, dan Amerika juga masih nomor 4 dibandingkan dengan perdagangan dari negara lain.
“Kita bisa menaikkan peringkat perdagangan itu menjadi nomer 1, tentu secara bertahap dengan fokus ke peringkat ketiga lebih dulu. Caranya, kita harus melakukan sejumlah hal konkret,” katanya.
Hal konkret itu antara lain merebut potensi sarang burung ke China yang bernilai Rp25 triliun dengan memenuhi syarat yang diminta China yakni tanpa bahan kimia dan mempertahankan kualitas tanpa bahan kimia.
“Untuk ekspor sawit, kita masih dikalahkan Singapura, dan ini pun akan dapat kita rebut. Caranya, saya akan menggabungkan tujuh sektor perkebunan sawit dalam dua tahun ke depan. Kalau DPR setuju, maka kita akan menjadi pemilik perkebunan sawit terbesar di dunia,” katanya.
Bahkan, BUMN sektor sawit juga harus membangun pabrik “poly-chemical” untuk mengolah sawit menjelang diekspor, sehingga Indonesia tidak lagi menjual minyak sawit mentah (CPO).
Selain itu, pihaknya akan menggenjot perekonomian dengan membangun pelabuhan besar di Tanjung Kuala dan Dumai, agar kapal besar bisa masuk,sehingga Indonesia bisa memasarkan minyak sawit dengan kapal besar ke Singapura secara langsung atau bahkan tanpa lewat Singapura juga bisa.
“Tahun depan, pelabuhan Tanjung Kuala bisa selesai, kemudian saya juga akan membenahi Pelabuhan Tanjung Priok dengan menambah kedalaman menjadi 20 meter, lalu pelabuhan baru di Surabaya dengan kedalaman 14 meter, dan sebagainya, sehingga pelabuhan kita akan cocok
dengan kapal besar,” katanya.
Kalahkan Belanda Tidak banyak yang tahu juga bahwa tingkat ekonomi Indonesia sekarang
sudah bisa mengalahkan ekonomi Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama ratusan tahun.
“Kita bisa mengalahkan Belanda sejak tahun 2011, karena produk domestik bruto (PDB) Indonesia saat itu sudah 800 miliar dolar AS lebih, sedangkan PDB Belanda hanya 700 miliar
dolar AS lebih,” kata Dahlan Iskan.
Ia menilai prestasi Indonesia itu sangat bersejarah, meski tidak dirayakan seperti di China.
“Indonesia yang dijajah, ternyata bisa melakukan balas dendam kepada penjajahnya secara telak dan luar biasa,” tuturnya.
Bahkan, tahun depan, kapitalisasi pasar modal Indonesia sudah bisa mengalahkan Singapura. “Dua tahun lagi, ekonomi kita sudah bisa mengalahkan ekonomi Spanyol,” ujarnya.
Apalagi, pertumbuhan ekonomi nasional yang terus positif di atas 6 persen per tahun bukan hal yang mustahil akan dapat menyejajarkan Indonesia dengan ekonomi negara-negara maju dalam beberapa tahun ke depan.
“Jadi, optimisme itu besar nilainya untuk kemajuan sebuah bangsa, tapi penularan pesimisme itu juga luar biasa, karena itu kita harus melawan pesimisme itu dengan menularkan optimisme, sehingga pesimisme akan berhadapan secara imbang dengan optimisme,” ujarnya.
Dalam kaitan itulah, Dahlan Iskan mengaku dirinya mengeksplorasi kemampuan jurnalistik yang dimilikinya dengan menulis “Manufacturing Hope” (Rekayasa/Produksi Harapan) untuk menularkan optimisme.
“Itu karena pesimisme itu setengah dari kegagalan dan optimisme juga merupakan setengah dari kesuksesan, karena itu pesimisme wajib dilawan, karena kalau pesimisme yang menang, maka kegagalan kita sebagai bangsa akan benar-benar nyata di depan mata,” katanya.
Menurut dia, upaya penularan “virus” optimisme dapat dilakukan dengan membangun “hope” (harapan). “Kampanye pesimisme itu banyak modalny. Kalau kita menyaksikan media, negara kita digambarkan seperti hancur-hancuran,” katanya.
Untuk melawan itu, katanya,
masyarakat hendaknya menghindari “pergaulan” dengan kelompok pesimisme dan sebanyak mungkin menumbuhkan harapan dengan menjalin “pergaulan” dengan kelompok optimisme.
Dalam kesempatan itu, Dahlan Iskan menjawab pertanyaan mahasiswa tentang utang dan kontrak sumber daya alam kepada asing sebagai contoh dari pertarungan antara pesimisme
dan optimisme yang cukup serius.
“Betul, utang kita besar dan betul bunga utang kita juga besar, tapi apakah kita bangkrut hingga tujuh turunan? Pernyataan itu menyembunyikan sesuatu fakta untuk kepentingan tersembunyi,” ucapnya.
Ia mencontohkan utang sebesar Rp900 ribu di saat gaji seseorang Rp1,5 juta, lalu gaji itu
menjadi Rp10 juta dengan utang Rp5 juta. “Betul, utang kita lebih besar, tapi kemampuan kita juga lebih besar ‘kan. Itu contoh mudahnya,” katanya.
Fakta tersembunyi yang dimaksud adalah pesimisme dibangun dengan kalimat “Indonesia bangkrut” itu terjadi di saat APBN Indonesia Rp300 triliun, padahal APBN sekarang sudah mencapai Rp1.500 triliun. “Angka Rp300 triliun itu sekarang juga setara dengan
APBN untuk pendidikan,” ujarnya.
Satu lagi, kampanye pesimime yang ditunjukkan dengan penjualan aset, seperti Freeport dan
Newmont kepada Amerika, atau gas Tangguh ke China. “Kalau itu diarahkan sebagai kesalahan pemerintah sekarang hanya menyembunyikan fakta, karena pemerintah sekarang justru bukan penanda tangan kontrak itu,” katanya.
Namun, katanya, ada tiga solusi untuk kontrak asing itu yakni ambil alih (nasionalisasi), negosiasi ulang (kontrak tetap jalan, tapi komisi dinego untuk lebih besar), dan dibiarkan seperti sekarang. “Pilihan yang tidak merusak demokrasi yang kita bangun adalah negosiasi,
tapi hal itu harus dikawal masyarakat agar saat habis tidak akan diperpanjang,” katanya.
Barangkali, pandangan seorang Dahlan Iskan yang meniru China untuk menunjukkan cinta kepada negerinya itu patut ditiru.
“Optimisme harus ditularkan dengan membangun harapan dan sekaligus menghindari pergaulan dengan mereka yang dipenuhi rasa pesimisme agar tidak tertular atau bergaul dengan mereka secara kritis,” katanya.
* wartawan antarajatim.com
Editor: Agus Setiawan
sumber : antaranews

No comments:

Post a Comment