Ngopi Neng Warung

Pengamat Kesehatan: Ada yang Tidak Beres Dengan Pengadilan

Keputusan Banding Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda yang menguatkan keputusan PN Tenggarong kemarin, membuat tanda tanya besar. Masyarakat menilai ada yang tidak beres dengan pengadilan karena hakim harusnya memahami kondisi geografis dan latar belakang masalah.


“Hakim adalah yang paling dekat dengan lokasi. Harusnya memahami permasalahan keterbatasan alam dan geografis yang menjadi alasan mantri desa berpraktek,” kata pengamat kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Firman Lubis saat berbincang dengan detikcom, Jumat (9/4/2010) malam.

Dari putusan ini maka masyarakat bisa menilai hakim tidak punya empati dan kurang mengerti inti permasalahan. Terlebih, hakim juga tak bisa mengungkap siapakah pelapor yang mengadukan kasus ini ke kepolisian.

“Jelas ini pengadilan berjalan kurang baik,” sesalnya.

Harusnya, hakim tidak boleh memberlakukan hukum secara kaku. Apalagi, akibat putusan ini ratusan mantri/bidan merasa terancam akan diciduk aparat penegak hukum.

Alhasil, layanan masyarakat terbengkalai dan pasien dirugikan. ”Inikan bukan kasus malpraktek. Tak ada yang dirugikan,” pungkasnya.

Kasus Misran bermula ketika hakim PN Tenggarong yang diketuai oleh Bahuri dengan hakim anggota Nugraheni Maenasti dan Agus Nardiansyah memutus hukuman 3 bulan penjara, denda Rp 2 juta rupiah subsider 1 bulan pada 19 November 2009. Hakim menjatuhkan hukuman berdasarkan UU 36/ 2009 tentang Kesehatan  pasal 82 (1) huruf D jo Pasal 63 (1) UU No 32/1992 tentang Kesehatan yaitu Mirsam tak punya
kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter.

Putusan ini lalu dikuatkan oleh PT Samarinda, kemarin Putusan banding bernomor Reg 04/PID/2010/PT. KT. Samarinda bertanggal 19 Januari 2010 dibuat oleh Ketua Hakim Suntoro Husodo dengan hakim anggota Syasafrullah Sumar dan Kita Jenda Ginting menguatkan putusan PN Tenggarong. Putusan banding tersebut menyebutkan tidak merevisi keputusan PN Tenggarong.

Akibat putusan pengadilan ini, 13 mantri di 3 kabupaten pedalaman Kalimantan memohon keadilan ke MK karena merasa dikriminalisasikan oleh UU Kesehatan.

No comments:

Post a Comment