Ketika sampai di Langitan dia
lantas masuk di area pesantren, namun letak maqbarah Kiai Faqih ternyata
agak jauh dari pesantren sehingga dia dibonceng sepeda motor oleh cucu
kiai Faqih ke tempat yang dituju.
Saya sendiri sejak kecil sering ke
pesantren Langitan karena semua keluarga belajar di pesantren ini
kecuali saya. Selain masih berada di satu kabupaten, Kiai Faqih yang
tawadlu’ itu sering datang ke desa saya. Bahkan, beliau datang ketika
salah santrinya yang masih ada hubungan keluarga dengan saya meninggal
dunia. Terakhir kali saya bertemu beliau, saat sowan hari raya idul
fitri lalu.
Dalam momen ini dia juga tidak
membawa wartawan Jawa Pos miliknya. Saya mengetahui kedatangannya di
Langitan justru dari foto teman Face Boook saya yang kebetulan cucu kiai
Faqih. Para santri hanya mengabadikan momen ini dengan kamera HP.
Mungkin dia tidak ingin lagi dikatakan sebagai pencintraan di media
massa yang sering ‘dituduhkan’ padanya.
Dimakam, dia berbaur dengan
peziarah lain tanpa meminta tempat. Dia tetap berada di belakang
peziarah lain, sehingga di antara peziarah tidak menyangka jika ada
seorang menteri berada di belakang mereka. Apalagi dia hanya berpakaian
sederhana dengan sandal jepit.
Saya hanya berharap, kepada menteri
yang lain agar tidak jadi kaum penikmat di atas penderitaan rakyat.
Jika rakyat mengalami kemacetan, seharusnya dia juga mendapatkan hal
yang sama. Jika rakyat masih banyak yang hidup di bawah kelayakan,
saharusnya dia juga hidup sederhana.
Salam Cinta…
No comments:
Post a Comment